Pelanggar Protokol Kesehatan di Sumsel Bakal Didenda hingga Rp 500.000
Peraturan Gubernur Sumsel mengenai protokol kesehatan di tempat-tempat umum bakal diterbitkan Agustus 2020. Di dalamnya diatur, pelanggar protokol kesehatan akan dikenai denda sebesar Rp 100.000-Rp 500.000.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Peraturan Gubernur Sumsel mengenai protokol kesehatan di tempat-tempat umum bakal diterbitkan Agustus 2020. Dalam peraturan tersebut siapa pun yang melanggar protokol kesehatan akan dikenai denda sebesar Rp 100.000-Rp 500.000. Aturan ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mematuhi protokol kesehatan.
”Dengan adanya aturan ini, setidaknya warga mulai taat untuk menjalankan protokol kesehatan karena mereka takut didenda,” ungkap Gubernur Sumsel Herman Deru, Rabu (29/7/2020).
Dia menerangkan, peraturan gubernur (pergub) ini sedang digodok dan menurut rencana akan diterbitkan pada awal Agustus 2020. Nantinya aturan ini akan diturunkan kepada pemerintah daerah untuk segera diberlakukan di 17 kabupaten/kota se-Sumatera Selatan.
Saat ini, rancangan pergub itu sedang diusulkan untuk selanjutnya diverifikasi oleh Kementerian Dalam Negeri. Setelah pergub ini diterbitkan akan dilakukan sosialisasi sekaligus implementasi di lapangan. ”Untuk sosialisasi tidak perlu waktu lama, sudah dimudahkan dengan media sosial,” ucapnya.
Ada dua tipe warga yang tidak mematuhi protokol kesehatan, yakni mereka yang tidak disiplin dan mereka yang masa bodoh.
Menurut Herman, saat ini ada dua tipe warga yang tidak mematuhi protokol kesehatan, yakni mereka yang tidak disiplin dan mereka yang masa bodoh. Mereka yang tidak disiplin akan dikenai sanksi sesuai aturan dalam pergub. Aparat TNI/Polri dan satuan polisi pamong praja juga akan disiagakan di sejumlah area publik untuk memantau mereka yang tidak menerapkan protokol kesehatan. ”Tetapi bagi mereka yang masa bodoh, mereka harus diedukasi,” ucapnya.
Salah satu yang menjadi perhatian adalah keberadaan pasar. Saat ini masih banyak pedagang ataupun konsumen yang tidak menaati protokol kesehatan, baik tidak mengenakan masker, tidak melakukan jaga jarak, maupun tidak mencuci tangan. Bahkan dalam lawatannya di Palembang beberapa waktu lalu, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto melihat adanya warga yang tidak mengenakan masker ketika bertransaksi di pasar Palembang.
Dalam rapat koordinasi penanganan Covid-19 di Palembang, Jumat, (24/7/2020) lalu, Hadi mengingatkan, walau Sumsel tidak masuk dalam delapan provinsi yang diprioritaskan untuk pelaksanaan pendisiplinan, warga Sumsel harus tetap waspada. Itu karena Sumsel masuk dalam jajaran tujuh besar provinsi dengan kasus positif Covid-19 terbanyak di Indonesia.
Berdasarkan data Tanggap Covid-19 Sumatera Selatan, per Selasa (29/7/2020), jumlah kasus positif di Sumsel mencapai 3.296 kasus. Dari jumlah tersebut 1.706 orang sembuh dan 155 di antaranya meninggal. Beberapa pejabat pemerintah yang pernah terjangkit Covid-19 adalah Bupati Ogan Ilir Ilyas Panji Alam dan Wakil Bupati Ogan Komering Ulu (OKU) Selatan Soliehin Abuasir.
Pasar jadi perhatian
Terkait penularan di pasar tradisional, Inspektur Jenderal Kementerian Perdagangan (Kemendag) Srie Agustina di Palembang mengungkapkan, Kemendag sudah mengeluarkan Surat Edaran Nomor 12 tahun 2020 tentang Pemulihan Aktivitas Perdagangan yang Dilakukan pada Masa Pandemi Covid-19 dan New Normal.
Dalam surat edaran tersebut sudah diatur terkait mekanisme yang harus dilakukan pengelola pasar, penjual, dan konsumen untuk mencegah penularan. Salah satunya adalah ketat dalam menjalankan protokol kesehatan.
Srie mengatakan, hal ini penting dilaksanakan karena pasar tradisional merupakan penggerak ekonomi rakyat. Di seluruh Indonesia ada 9.595 pasar tradisional. Semua harus melakukan protokol kesehatan dalam lima fase yang ditetapkan.
Pasar yang memiliki kasus positif dan berpotensi menjadi kluster penularan tidak boleh dibuka. Fase selanjutnya pembukaan pasar dilakukan secara bertahap, mulai dari 50 persen kios di pasar. Misalnya, jika ada 50 kios, hanya 25 kios yang boleh dibuka.
Jika kondisi sudah mulai membaik, pasar bisa dibuka secara bertahap, mulai dari 60 persen dari kapasitas dan seterusnya. Pasar bisa dibuka secara utuh jika daerah tersebut dinilai sudah aman atau telah berstatus zona hijau. Untuk di Palembang pengguna pasar diharapkan bisa menerapkan jaga jarak dan pengelola pasar menyediakan fasilitas protokol kesehatan.
Direktur Utama PD Pasar Palembang Jaya Abdul Rizal mengungkapkan, saat ini seluruh pasar di Palembang yang berjumlah 54 pasar sudah beroperasi seperti biasa dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Sekitar dua bulan lalu, ada dua pasar yang tutup lantaran menjadi kluster penularan, yakni Pasar Kebun Semai dan Kebun Bunga. Pasar itu telah beroperasi.
Adapun jumlah pedagang yang berjualan di pasar tradisional di Palembang mencapai 20.000 pedangang. Sekitar 80 persen sudah beraktivitas seperti biasa. Saat pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar, ada penurunan jumlah pedagang hingga 45 persen. ”Mereka tidak berdagang karena jumlah konsumen turun drastis,” ucapnya.
Abdul mengaku cukup sulit melakukan pembatasan di pasar. ”Mereka berjualan untuk makan hari ini. Kalau mereka tidak jualan, maka tidak makan,” ucapnya. Untuk itu yang terpenting saat ini adalah memperketat pengawasan dengan melibatkan semua pihak, mulai dari aparat hukum, satpol PP, gugus tugas, hingga pihak yang terkait lainnya.