Gugur Seleksi Akpol di Kepri, Perbedaan Hasil Uji PCR Covid-19 Disoal
Akun Twitter @siap_abangjagoo mengunggah kekesalannya gugur seleksi Akpol karena dinyatakan positif Covid-19. Kepolisian membantah tudingan sengaja menggugurkan calon taruna. Uji PCR melibatkan lembaga resmi.
Oleh
PANDU WIYOGA
·4 menit baca
Kamis, 6 Agustus 2020, akun @siap_abangjagoo mengunggah utas di platform media sosial Twitter tentang dirinya yang gugur dalam seleksi Akademi Kepolisian (Akpol) karena dinyatakan positif Covid-19. Unggahan tersebut di-retweet lebih dari 34.000 kali dan disukai lebih dari 68.000 pengguna.
Akun @siap_abangjagoo mengunggah siaran pers Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Batam pada 31 Juli 2020. Ia menyebut diri sebagai pasien nomor 317, perempuan dengan inisial AKP usia 19 tahun. Dalam rilis itu disebutkan ia dinyatakan positif Covid-19 berdasarkan hasil pemeriksaan sampel oleh Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BTKLPP) Kelas I Batam.
Dalam unggahannya, AKP menyatakan lulus seleksi tingkat daerah dan mendapat ranking terbaik di Kepulauan Riau. Ia merasa diperlakukan tidak adil karena digugurkan dari seleksi dengan alasan positif Covid-19. Ia juga mengatakan anggota Polda Kepri yang datang ke rumahnya tidak menunjukkan surat hasil uji laboratorium dari BTKLPP.
Karena merasa ragu, AKP kemudian melakukan tes cepat di RS Ibu dan Anak Griya Medika dan tes reaksi berantai polimerase (PCR) di Klinik Medilab. Kedua hasil tes menunjukkan ia negatif Covid-19. Pengambilan sampel usap di Klinik Medialab dilakukan pada 3 Agustus, sedangkan pengambilan sampel usap di RS Bhayangkara untuk uji PCR di BTKLPP dilakukan pada 29 Juli.
”Ini bukan aku sendiri yang kena, tetapi kawanku juga. Ada sekitar enam orang yang tes Akpol di sini yang kena kasus gini. Yang aku tahu kabarnya, tiga kawan aku coba ulang swab karena enggak yakin, dan ternyata bener negatif semua,” tulis AKP di akun Twitter-nya.
Fitur kirim pesan akun @siap_abangjagoo tidak diaktifkan. Saat didatangi pada Jumat (7/8/2020), rumah dua lantai di salah satu perumahan Kecamatan Batam Kota yang ditempati AKP tampak sepi. Petugas kebersihan kompleks mengatakan ada orang di dalam rumah itu. Namun, penghuni tidak menanggapi ketika Kompas mengetuk pintu rumah tersebut.
Kepala BTKLPP Kelas I Batam Budi Santosa membenarkan sampel usap pasien nomor 317 itu diperiksa dan dinyatakan positif oleh analis di laboratorium mereka. ”Ya, hasilnya memang seperti itu, sesuai yang kami temukan,” ujarnya.
Menurut dia, seharusnya uji PCR kedua terhadap sampel usap AKP dilakukan di laboratorium yang sama jika pasien tersebut memang meragukan hasil uji PCR yang pertama. ”Laboratorium BTKLPP sudah mendapat sertifikasi dari Kementerian Kesehatan. Itu sebabnya kami ditunjuk memeriksa sampel usap pasien di Kepri,” ucapnya.
Perbedaan hasil
Epidemiolog kolaborator Laporcovid.org, Henry Surendra, mengatakan, perbedaan hasil uji PCR bisa saja terjadi karena banyak faktor, mulai dari cara pengambilan sampel usap, cara penyimpanan, sampai dengan cara pemrosesan sampel di laboratorium, mulai dari ekstraksi sampai dengan pembacaan output dari mesin PCR.
”Tidak semua laboratorium swasta bisa melakukan uji PCR Covid-19 karena dibutuhkan laboratorium dengan tingkat keamanan tinggi dan kemampuan analis yang memadai,” katanya.
Oleh karena itu, menurut Henry, idealnya tes PCR dilakukan di laboratorium resmi yang telah ditunjuk Kemenkes. Hal ini penting karena laboratorium resmi di daerah akan melakukan pencocokan hasil uji PCR dengan laboratorium Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan di Jakarta.
”Satu hal penting yang perlu digarisbawahi, hasil uji PCR Covid-19 memiliki kemungkinan negatif palsu berkisar 20-30 persen. Oleh karena itu, harus dilakukan dengan standar operasional yang sudah divalidasi dan dilakukan oleh petugas yang terlatih,” kata Henry.
Hasil uji PCR Covid-19 memiliki kemungkinan negatif palsu berkisar 20-30 persen. (Henry Surendra)
Ia menambahkan, gugus tugas di daerah dapat menetapkan seorang pasien positif Covid-19 berdasarkan satu kali uji PCR. Namun, untuk menetapkan seorang pasien telah sembuh dari Covid-19, dibutuhkan setidaknya dua kali uji PCR.
Idealnya, petugas memang sebaiknya membawa surat resmi saat memberi tahu pasien bahwa yang bersangkutan positif Covid-19. Namun, kata Henry, demi mempercepat tindakan pencegahan penularan, hasil laboratorium bisa disampaikan dulu melalui pemberitahuan lisan atau tertulis melalui ponsel. Selanjutnya, hasil resmi akan disampaikan begitu surat resmi keluar.
Tidak ada rekayasa
Menanggapi unggahan akun @siap_abangjagoo, Kepala Bidang Humas Polda Kepri Komisaris Besar Harry Goldenhardt menyatakan, Markas Besar Polri telah menetapkan calon yang akan mengikuti seleksi di tingkat pusat harus melakukan tes usap. Polri berkoordinasi dengan gugus tugas provinsi menentukan lembaga yang berkompeten melakukan uji laboratorium terhadap sampel usap para calon siswa pendidikan kepolisian tersebut.
"Gugus tugas menyatakan lembaga yang ditunjuk Kemenkes adalah BTKLPP Kelas I Batam. Laboratorium di lembaga ini juga digunakan gugus tugas untuk menguji sampel usap semua pasien di Kepri," kata Harry.
Pada 31 Juli, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Batam merilis 24 kasus baru positif Covid-19. Sebanyak 11 pasien di antaranya merupakan calon-calon siswa pendidikan kepolisian.
”Kami, Polda Kepri, tidak ada niat untuk menggugurkan. Dari awal, proses seleksi dilakukan dengan transparan,” ujar Harry.
Sementara itu, komisioner Kepolisian Nasional, Andrea H Poeloengan, mengatakan, syarat sehat tidak hanya berlaku bagi peserta seleksi Akpol, tetapi juga sekolah kedinasan pada umumnya. Namun, jika memang ada perbedaan hasil uji PCR, seharusnya panitia seleksi Akpol di daerah segera memvalidasi ulang tes kesehatan tersebut.
”Dalam menjaga marwah prinsip bersih, transparan, akuntabel, dan humanis, maka ada baiknya panitia daerah bersikap lebih terbuka memvalidasi perbedaan hasil uji PCR dengan melibatkan ahli dari Ikatan Dokter Indonesia,” ujar Andrea.