Kasus Positif di Sumsel Melandai, Pemberlakuan Pergub Ditunda
Oleh karena jumlah kasus positif Covid-19 di Sumsel melandai, pemberlakuan Peraturan Gubernur Sumsel soal protokol kesehatan pun ditunda. Padahal, indikator kasus konfirmasi positif tidak bisa dijadikan indikator utama.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·5 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Oleh karena jumlah kasus positif Covid-19 di Sumsel melandai, pemberlakuan Peraturan Gubernur (Pergub) Sumsel terkait protokol kesehatan pun ditunda. Penundaan ini dikhawatirkan akan memunculkan fenomena gunung es karena proses pemeriksaan yang belum merata.
Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru, saat menemui awak media di Kantor Gubernur Sumsel, Selasa (18/8/2020), di Palembang, menuturkan, peraturan gubernur (pergub) terkait protokol kesehatan sudah ditandatangani dan sudah difasilitasi oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), tetapi untuk saat ini belum mendesak untuk diberlakukan.
Alasannya, jumlah kasus positif Covid-19 di Sumsel turun signifikan. ”Tidak ada data yang kami tutupi, tetapi memang hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan, jumlah kasus positif di Sumsel melandai,” ucapnya.
Bahkan, beberapa waktu lalu, Balai Besar Laboratorium Kesehatan (BBLK) Palembang memeriksa 250 spesimen, tidak ada satu pun yang terkonfirmasi positif. ”Ini menjadi kabar baik, tetapi harus tetap waspada,” ujarnya.
Proses pemeriksaan spesimen, jelas Herman, juga masih mengacu pada peraturan dari pemerintah pusat. ”Kami terus melakukan tracing (melacak), testing (memeriksa), dan treatment (mengobati),” jelas Herman. Penurunan kasus positif ini, ujar Herman, menandakan kesadaran masyarakat Sumsel untuk menjalankan protokol kesehatan meningkat tanpa harus menerbitkan pergub tersebut.
Ada beberapa sanksi yang tertuang dalam aturan ini. Jika pergub tersebut diberlakukan, dikhawatirkan akan berpengaruh pada pergerakan ekonomi Sumsel. (Herman)
Perhitungan Kompas, mengacu pada data dari situs Sumatera Selatan Tanggap Covid-19 dengan alamat http://corona.sumselprov.go.id, jumlah konfirmasi positif pada periode 1-17 Agustus berjumlah 466 kasus. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan jumlah konfirmasi positif periode yang sama bulan lalu yang mencapai 826 kasus.
Pergerakan ekonomi
Herman mengkhawatirkan jika pergub ini diterapkan sekarang dapat berpengaruh pada pergerakan roda ekonomi Sumsel yang saat ini sudah mulai menggeliat. Ada beberapa sanksi yang tertuang dalam aturan ini. Jika pergub tersebut diberlakukan, dikhawatirkan akan berpengaruh pada pergerakan ekonomi Sumsel,” ucapnya.
Dalam pergub tersebut tertuang sejumlah sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan. Bagi individu akan dikenai denda sampai Rp 500.000. Adapun untuk badan usaha, sanksi terberat adalah pencabutan izin usaha.
Kepala Balai Besar Laboratorium Kesehatan (BBLK) Palembang Andi Yussianto menjelaskan, rasio positif di Sumsel sejak awal Agustus memang turun signifikan, momentumnya adalah Idul Adha. Sebelum Idul Adha, rasio positif mencapai 20 persen, sekarang rata-rata di bawah 10 persen, bahkan pernah mencapai 5 persen.
Andi mengatakan, berkurangnya rasio positif ini berpengaruh pada jumlah spesimen yang diperiksa. ”Jika jumlah kasus positif berkurang, tentu orang yang diperiksa juga berkurang,” ujarnya.
Andi mencontohkan, pada pemeriksaan Sabtu (15/8/2020), dari 250 spesimen yang diperiksa, tidak ada satu spesimen pun yang terkonfirmasi positif Covid-19. Keesokan harinya, ada 150 spesimen yang diperiksa hasilnya sama, tidak ada satu spesimen pun yang terkonfirmasi positif.
Namun, Andi mengakui, di Sumsel tidak hanya BBLK Palembang yang melakukan pemeriksaan spesimen, tetapi ada beberapa rumah sakit dan institusi lain yang juga melakukan pemeriksaan reaksi berantai polimerase (PCR).
Namun, Andi memastikan metode pemeriksaan yang dilakukan tetap sama dengan sebelumnya, termasuk bahan baku pemeriksaan PCR , yakni reagen, juga memiliki kualitas yang sama dengan yang digunakan sebelumnya. Andi menyebut, untuk pemeriksaan spesimen di BBLK Palembang tidak akan mengalami kendala sampai enam bulan ke depan karena sudah ada pemesanan reagen untuk 30.000 spesimen.
Fenomena gunung es
Pakar Epidemiologi dari Universitas Sriwijaya, Iche Andriyani Liberty, berujar, penurunan kasus konfirmasi positif tidak bisa dijadikan indikator satu-satunya bahwa pandemi di Sumsel sudah melandai. Berdasarkan peraturan dari gugus tugas, ada 15 indikator yang menjadi penentu situasi pandemi di suatu daerah, bahkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan ada 24 indikator.
Iche khawatir penurunan kasus ini bisa menjadi fenomena gunung es. Itu karena proses pemeriksaan kemungkinan tidak dilakukan secara menyeluruh dan masif hingga ke masyarakat bawah. Apalagi pada Senin (17/8/2020), angka konfirmasi positif di Sumsel hanya satu kasus. Ini tentu harus dikaji lagi apakah itu murni karena jumlah sampel memang negatif atau jumlah sampel yang diperiksa tidak optimal. ”Apalagi saat itu adalah hari libur,” kata Iche.
Melihat dari kondisi di lapangan, jelas Iche, memang ada beberapa instansi yang menjalani protokol kesehatan secara ketat, seperti kegiatan aparatur sipil negara (ASN) di kantor pemerintahan, hotel, tempat ibadah, dan di pusat perbelanjaan. Tapi, menurut dia, pemerintah juga harus mewaspadai masih ada tempat publik yang tidak menjalankan protokol kesehatan dengan benar, misalnya pasar tradisional.
Bahkan, pantauan Kompas, kegiatan di sejumlah kedai di pinggir jalan di Kota Palembang tidak menjalankan protokol kesehatan dengan ketat. Mereka masih berbincang tanpa menggenakan masker dan tidak menjaga jarak.
Hal ini diperparah dengan adanya fakta sekitar 60 persen kasus positif Covid-19 di Sumsel terjadi pada orang yang tanpa gejala. Belum lagi adanya Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 Revisi Ke-5 yang dikeluarkan oleh Kemenkes di mana orang terjangkit tetapi tanpa gejala bisa menjalani isolasi mandiri di rumah. ”Apakah kita bisa menjamin mereka sudah menjalankan protokol kesehatan dengan benar?” ucapnya.
Belum lagi, lanjut Iche, angka kematian akibat Covid-19 di Sumsel yang masih tergolong tinggi di mana dari total 3.910 kasus konfirmasi positif Covid-19 di Sumsel, sekitar 207 orang atau 5,29 persen di antaranya meninggal dunia.
Ini masih lebih tinggi daripada persentase nasional korban jiwa akibat Covid-19 yang sebesar 4,39 persen. Walau di sisi lain, angka kesembuhan di Sumsel tergolong tinggi, yakni 2.627 orang atau 67,19 persen juga lebih tinggi dari kesembuhan secara nasional, yakni 66,81 persen.
Berkaca dari situasi tersebut, ujar Iche, seharusnya bisa menjadi bahan pertimbangan untuk memperketat protokol kesehatan di Sumsel. ”Apalagi sudah ada instruksi presiden untuk menjalankan hal tersebut,” katanya. Dengan pergub ini diharapkan tingkat penularan bisa semakin ditekan.