Pendakian Gunung Rinjani Kembali Dibuka, Kuota Pendaki Dibatasi
Pendakian Gunung Rinjani di Pulau Lombok, NTB, kembali dibuka setelah ditutup sejak Januari lalu. Ini membawa harapan bagi pemulihan sektor pariwisata dan perekonomian lokal di kawasan Rinjani dan Lombok.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·5 menit baca
MATARAM, KOMPAS — Balai Taman Nasional Gunung Rinjani dan sejumlah pemerintah daerah di Provinsi Nusa Tenggara Barat bakal membuka kembali jalur pendakian Gunung Rinjani mulai Sabtu (22/8/2020). Oleh karena pembukaan dilakukan di masa pandemi, protokol kesehatan akan diberlakukan secara ketat, termasuk membatasi kuota pendaki.
Hal itu disampaikan Kepala Balai Taman Nasional Gunung Rinjani Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Dedy Asriady bersama Kepala Dinas Pariwisata NTB Lalu Moh Faozal dalam konferensi pers di Kota Mataram, Selasa (18/8/2020).
Turut hadir dalam kesempatan itu perwakilan dinas pariwisata dari seluruh daerah yang memiliki pintu masuk pendakian Rinjani, yakni Kabupaten Lombok Utara, Lombok Timur, dan Lombok Tengah. Selain itu, para pegiat dan pengusaha pariwisata pendakian juga hadir.
”Kami rencanakan pembukaaan pendakian pada 22 Agustus 2020. Peluncurannya akan dilakukan di Senaru, Lombok Utara, untuk empat pintu pendakian yang sudah lolos uji kelayakan implementasi protokol kesehatan,” kata Faozal.
Empat pintu pendakian itu adalah jalur pendakian Senaru di Lombok Utara, Jalur Pendakian Sembalun dan Timbanuh di Lombok Timur, serta jalur pendakian Aik Berik di Lombok Tengah.
Menurut Faozal, keempat jalur pendakian itu telah mendapatkan sertifikat clean, health, safety, and environment (CHSE). Sertifikat tersebut hanya diberikan kepada destinasi wisata yang telah lolos uji kelayakan implementasi protokol kesehatan.
Dedy memaparkan, Taman Nasional Gunung Rinjani saat ini sudah memiliki lima destinasi wisata pendakian, yakni Senaru, Torean, Sembalun, Timbanuh, dan Aik Berik. Hanya saja, untuk pembukaan pada 22 Agustus nanti, hanya empat.
Adapun pintu pendakian Torean masih harus dievaluasi. Salah satu alasannya pertimbangan keamanan, terlebih sempat ada kejadian kecelakaan yang menewaskan pendaki ilegal pada Juli 2020.
Pembukaan kembali destinasi wisata pendakian Rinjani, menurut Rudy, sesuai dengan surat Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Hal ini juga mengacu hasil koordinasi dan rekomendasi Pemerintah Provinsi NTB serta pemerintah kabupaten, beserta pertimbangan zona risiko Covid-19.
Sejumlah poin itu juga menjadi pertimbangan menambah kuota destinasi non-pendakian yang telah dibuka sebelumnya.
Antisipasi Covid-19
Menurut Dedy, aktivitas pendakian Rinjani menerapkan paket dua hari satu malam dengan kuota maksimal 30 persen dari kuota kunjungan normal.
Pendakian Senaru dengan Jebak Gawah Senaru-Pelawangan Senaru, Danau Segara Anak, memiliki kuota maksimal 45 pengunjung per hari.
Sementara jalur pendakian Sembalun dengan jalur Pintu Masuk Pendakian Sembalun-Pelawangan Sembalun-Puncak Gunung Rinjani atau Danau Segara Anak dengan kuota maksimal 45 pengunjung per hari.
Adapun pendakian Aik Berik dengan jalur Jebak Gawah Aik Berik-Pelangawan Aik Berik memiliki kuota maksimal 30 pengunjung per hari. Begitu juga dengan Pendakian Timbanuh dengan jalur Pintu Masuk-Pelawangan Timbanuh.
Adapun jam kunjungan atau pelayanan untuk destinasi wisata pendakian dibuka Senin-Minggu. Para pendaki sudah harus melapor untuk masuk (check in) mulai pukul 07.00-15.00 WITA. Sementara laporan keluar (check out) pukul 07.00-17.00 WITA, atau konfirmasi khusus dengan petugas.
”Khusus wisata alam pendakian, wajib melakukan pemesanan secara daring melalui eRinjani yang dapat diunduh di pasar aplikasi berbasis Android,” kata Dedy.
Dia menambahkan, terkait pencegahan Covid-19, selain penetapan kuota, Balai TNGR akan menerapkan protokol Covid-19 yang ketat terhadap para wisatawan. Protokol kesehatan diterapkan mulai dari pintu masuk, saat di lokasi, ataupun saat keluar pintu wisata.
Khusus wisata alam pendakian, wajib melakukan pemesanan secara daring melalui eRinjani yang dapat diunduh di pasar aplikasi berbasis Android.
”Mereka juga, antara lain, diwajibkan menggunakan masker, membawa sabun cair atau antiseptik, membawa kantong sampah, dan menjaga jarak minimal 1 meter. Khusus untuk wisatawan dari luar Provinsi NTB, membawa surat keterangan bebas Covid-19 atau bebas gejala influenza untuk yang berasal dari Lombok,” kata Dedy.
Terkait keamanan dan keselamatan pengunjung, lanjut Dedy, Balai TNGR sudah menyelenggarakan pelatihan bagi tim evakuasi Edelweis Medical Health Centre bersama KUN Humanity System yang merupakan gerakan berbasis sukarelawan. Hal itu untuk mendukung kelancaran proses evakuasi pengunjung.
Pendakian Rinjani untuk semua jalur ditutup sejak 1 Januari 2020 hingga 31 Maret 2020. Selain dalam rangka pemulihan ekosistem, juga mengantisipasi cuaca ekstrem selama periode itu yang berpotensi membahayakan pendaki.
Seiring merebaknya pandemi Covid-19, pada 16 Maret 2020 Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (BTNGR) menutup pendakian. Penutupan juga mencakup obyek wisata alam di kawasan TNGR, seperti air terjun, pemandian air panas, dan kawasan perbukitan yang menjadi tempat berkemah.
Saat belum ada tanda penurunan penyebaran Covid-19 di NTB sejak kasus pertama pada minggu keempat Maret, TNGR pun memperpanjang penutupan Rinjani. Keputusan itu dikeluarkan pada 30 Maret 2020 hingga batas waktu yang belum ditentukan.
Pada 7 Juli 2020, Balai TNGR membuka kembali sejumlah destinasi non-pendakian di kawasan Rinjani. Pembukaan dilakukan untuk menggairahkan kembali sektor pariwisata yang sempat lesu.
Menurut Lalu Moh Faozal, pembukaan kembali pendakian Rinjani diharapkan menggerakkan kembalui roda pariwisata di kawasan tersebut. Apalagi, sebelum pandemi Covid-19, pariwisata di daerah itu sudah terpukul oleh gempa bumi.
Pembukaan dilakukan untuk menggairahkan kembali sektor pariwisata yang sempat lesu.
Sebelumnya, Ketua Asosiasi Pengusaha Pendakian Rinjani (ATOS) Sumatim mengatakan, jika dihitung sejak penutupan sebelum Covid-19, berarti sudah tujuh bulan mereka tidak beraktivitas.
”Pengusaha di bidang pendakian sangat menunggu pembukaan. Kami siap baik perlengkapan, personel, termasuk menerapkan SOP pencegahan Covid-19 yang nanti dikeluarkan pihak Balai TNGR,” kata Sumatim.
Menurut Sumatim, sejak penutupan, semua usaha pariwisata di kawasan Rinjani terdampak. ATOS membawahkan sekitar 60 pengusaha dengan total porter (pemandu pendakian) hingga 2.000 orang.
”Tidak hanya pemandu, masyarakat sekitar, termasuk pedagang yang selama ini menyediakan kebutuhan pendaki, juga ikut terdampak. Begitu juga dengan penginapan,” kata Sumatim.
Pemerintah daerah tempat pintu-pintu pendakian Rinjani, seperti Lombok Utara, Lombok Timur, dan Lombok Tengah, juga menyampaikan dukungan. ”Kami sangat menanti dibukanya pendakian Rinjani. Kami siap mendukungnya. Tentu dengan penerapan CHSE untuk meyakinkan wisatawan bahwa mereka tetap aman,” kata Kepala Dinas Pariwisata Lombok Utara Vidi Eka Kusuma.
Sekretaris Dinas Pariwisata Lombok Timur Mertawi mengatakan, karena Rinjani ditutup, para pendaki lokal ramai-ramai berpindah mendaki perbukitan.
”Mereka sangat semangat untuk mendaki, tetapi tidak tersalurkan sehingga pendakian ke perbukitan membeludak. Kalau Rinjani dibuka, tentu itu bisa terurai,” kata Mertawi.