Surabaya, Jawa Timur, kembali ke zona merah atau risiko tinggi penularan wabah Covid-19 setelah sempat di zona jingga atau risiko sedang. Perlu pengetatan kembali penerapan protokol kesehatan.
Oleh
AMBROSIUS HARTO, AGNES SWETTA PANDIA
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Surabaya kembali ke zona merah atau risiko tinggi penularan wabah Covid-19 setelah sempat sembilan hari di zona jingga atau risiko sedang. Ibu kota Jatim itu memerlukan pengetatan penerapan protokol kesehatan untuk menekan penularan wabah Covid-19.
Status zona merah di ibu kota Jatim ini terlihat pada laman resmi https://covid19.go.id/peta-risiko yang dikelola oleh pemerintah pusat melalui Satuan Tugas Penanganan Covid-19 pada Kamis (20/8/2020). Situs itu menjadi acuan bagi pembaruan data laman serupa, yakni http://infocovid19.jatimprov.go.id/ oleh Pemprov Jatim dan oleh Pemerintah Kota Surabaya (https://lawancovid-19.surabaya.go.id/).
Data memperlihatkan, di Surabaya terkonfirmasi 11.019 kasus. Jumlah ini mencapai 37,7 persen dari total konfirmasi positif seprovinsi yang mencapai 29.257 kasus pada petang ini. Wabah Covid-19 di Surabaya telah mengakibatkan kematian 869 jiwa dari 2.098 jiwa atau 41,4 persen dari total kematian di Jatim.
Untuk kasus aktif atau perawatan di Surabaya tercatat 2.041 orang atau setara 43,7 persen dari total se-Jatim sebanyak 4.674 orang. Kesembuhan di Surabaya mencapai 8.109 jiwa atau 36,1 persen dari situasi kesembuhan se-provinsi, yaitu 22.485 jiwa.
Dilihat dari situasi itu, Surabaya masih menjadi episentrum penularan dan yang terparah terkena serangan wabah Covid-19 di antara 38 kabupaten/kota di Jatim. Menurut epidemiolog Universitas Airlangga (Unair), Windhu Purnomo, situasi wabah Covid-19 (Coronavirus disease 2019) akibat virus korona jenis baru (SARS-CoV-2) di Surabaya belum mereda. Meski ada harapan dilihat dari perubahan situasi risiko dari zona merah ke zona jingga, tetapi kembali ke zona merah sepatutnya menjadi perhatian dan keprihatinan bersama.
Penelusuran Kompas pada laman http://infocovid19.jatimprov.go.id/, kurun 10-19 Agustus, kenaikan jumlah kasus harian di Surabaya adalah 125, 124, 105, 132, 197, 206, 147, 112, 125, dan 120. Situasi ini fluktuatif atau ada saat naik dan ada saat turun.
Kondisi senada juga terlihat pada kesembuhan harian yang dalam rentang waktu sama ialah 130, 131, 111, 175, 220, 230, 210, 212, 187, dan 195. Begitu pula untuk jumlah kematian harian, yakni 7, 5, 3, 5, 4, 6, 5, 3, 5, dan 6.
Situasi yang naik turun, menurut Windhu, menandakan pengendalian dan penanganan wabah Covid-19 di Surabaya belum stabil dan belum kukuh. Jika ada penurunan kenaikan jumlah kasus harian dari 125 dan terus turun secara konstan atau tidak ada kenaikan, bisa dinyatakan ada keberhasilan dalam kurun waktu tertentu. Situasi serupa berlaku bagi kematian harian. Sementara penambahan yang stabil perlu diperlihatkan dalam data kesembuhan harian.
”Surabaya perlu kembali memperketat penerapan protokol kesehatan,” ujar Windhu.
Surabaya perlu kembali memperketat penerapan protokol kesehatan.
Windhu terus mengingatkan, pentingnya aparatur pemerintah dan masyarakat mematuhi protokol kesehatan guna mencegah penularan. Kembalinya Surabaya ke zona merah menjadi bukti kurangnya pengawasan dan pengetatan dalam pengendalian serta penanganan wabah Covid-19.
Dalam paparan di Balai Kota Surabaya bersama tim ahli tentang survei pencegahan dan pengendalian Covid-19 di Jatim, Rabu (12/8/2020) malam lalu, Windhu mengatakan, Surabaya dalam zona jingga, sedangkan daerah tetangga, yakni Sidoarjo zona merah. Situasi itu harus diwaspadai sebab pergerakan warga Surabaya-Sidoarjo dan dengan daerah sekitar (Gresik, Mojokerto, Lamongan, Bangkalan, bahkan Malang cukup tinggi).
Daerah sekitar dengan status risiko lebih aman daripada Surabaya bisa memburuk. Namun, sebaliknya, Surabaya bisa memburuk akibat interaksi dengan daerah terdekat yang status risikonya lebih tinggi. Untuk itu, Surabaya dan megakawasan di sekelilingnya patut bergerak bersama-sama dalam pengendalian dan penanganan wabah.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengatakan, akan berupaya keras agar situasi wabah tidak memburuk. Dengan demikian, warga bisa beraktivitas kembali meski harus diwajibkan menaati protokol kesehatan.
Risma meminta warga dan seluruh komponen yang beraktivitas di Surabaya untuk disiplin menerapkan protokol kesehatan. ”Kasus positif Covid-19 yang baru ada yang dari guru, karyawan perusahaan, dan juga pengunjung tempat keramaian seperti warung dan swalayan,” katanya.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana dan Perlindungan Masyarakat Kota Surabaya Irvan Widyanto selaku Wakil Sekretaris Gugus Tugas Covid-19 meminta seluruh warga yang beraktivitas di Surabaya untuk berhati-hati dan disiplin menerapkan protokol kesehatan.
Patuhlah untuk selalu berpelindung diri (masker, sarung tangan, pelindung wajah, atau kacamata) saat beraktivitas di luar rumah, rutin cuci tangan dengan sabun dan air bersih, membawa dan memakai penyanitasi tangan, jaga jarak fisik, dan sebisa mungkin menghindari kerumuman. Konsumsi pangan yang bergizi dan ditambah vitamin. Setiap setelah beraktivitas dan setiba di rumah, sebaiknya segera membersihkan diri dan berganti pakaian dengan yang bersih. Kebersihan rumah dan lingkungan sekitar patut selalu diperhatikan dan dijaga.
”Wabah belum selesai, tolong disiplin protokol kesehatan. Ayo, biasakan yang tidak biasa,” pungkas Irvan.
Dalam konteks hukum, Risma telah menandatangani Peraturan Wali Kota Surabaya Nomor 33 Tahun 2020 sebagai perubahan regulasi Nomor 28 Tahun 2020 tentang Pedoman Tatanan Normal Baru pada Kondisi Pandemi Covid-19 di Kota Surabaya. Meski disosialisasikan dan ada penegakan oleh tim terpadu keamanan (Polri, TNI, dan Satpol PP), regulasi tadi juga dalam pembahasan untuk direvisi kembali. Perbaikan mencoba mengakomodasi tuntutan kalangan masyarakat yang keberatan.
Sebagai upaya untuk menekan wabah, Surabaya pernah memberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) selama 42 hari atau kurun 28 April-8 Juni 2020. PSBB tidak diperpanjang lagi karena banyak keluhan warga yang merasa ”menderita”. Keluhan amat terkait dengan urusan perut atau ekonomi yang sejatinya tulang punggung kehidupan warga Surabaya. Penerapan PSBB juga berlaku di Sidoarjo dan Gresik yang bertetangga dengan Surabaya.
Catatan Kompas, PSBB Surabaya Raya ketika itu kurang mendapat apresiasi atau dukungan publik. Kepatuhan masyarakat untuk menerapkan protokol kesehatan dalam masa wabah belum maksimal. Selama PSBB tercatat 22.000 pelanggaran yang didominasi oleh ketidakpatuhan warga memakai pelindung diri, terutama masker. Padahal, masker diyakini lumayan efektif mencegah penularan virus korona dari cipratan cairan tubuh seseorang yang berada dalam jarak dekat.