Mulai Rabu (26/8/2020), Pemkab Cirebon menindak warga yang tidak mengenakan masker di tempat umum. Selain kerja sosial, penindakan juga dilakukan dengan denda sejumlah uang tunai.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Pemerintah Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, bersiap menindak warga yang tidak mengenakan masker di tempat umum mulai Rabu (26/8/2020). Penindakan dilakukan bertahap, mulai dari kerja sosial hingga denda sejumlah uang tunai.
Penindakan tersebut diatur dalam Peraturan Bupati Cirebon Nomor 53 Tahun 2020 tentang Penerapan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan sebagai Upaya Pencegahan dan Pengendalian Covid-19. Sanksi terhadap pelanggar mulai diberlakukan Rabu besok.
Pada Selasa (25/8/2020), Bupati Cirebon Imron Rosyadi membagikan secara simbolis sekitar 48.000 masker kepada organisasi wanita, pondok pesantren, dan perwakilan dari desa yang terpapar Covid-19. Pihaknya menargetkan pembagian 2,5 juta masker kepada masyarakat.
”Sebelumnya, kami sudah bagikan masker. Jadi, nanti bisa nyewoti (memarahi) warga yang tidak pakai masker,” kata Imron. Meski demikian, penindakan dilakukan secara bertahap selama 15 hari ke depan di daerah yang memiliki kasus Covid-19 tinggi.
Lima hari pertama, penindakan yang melibatkan polisi, TNI, dan satpol PP tersebut menerapkan sanksi ringan kepada pelanggar, seperti melafalkan Pancasila. Lima hari berikutnya adalah penerapan sanksi sedang, seperti membersihkan jalan.
Adapun lima hari terakhir merupakan penindakan dengan sanksi berat, yakni denda sejumlah uang tunai. Namun, Imron enggan menyebutkan besaran dendanya. Berdasarkan peraturan gubernur Jabar, warga yang tidak mengenakan masker di ruang publik didenda Rp 100.000-Rp 150.000.
”Denda itu shock therapy (terapi kejut). Semoga tidak ada yang didenda. Kalau ada, uangnya masuk ke PAD (pendapatan asli daerah),” katanya.
Penindakan terhadap warga yang tidak mengenakan masker, lanjut Imron, dibutuhkan untuk mencegah penyebaran Covid-19. Apalagi, kasus positif Covid-19 di Cirebon sudah mencapai 176 orang. Sembilan orang di antaranya meninggal dan 75 orang dinyatakan sembuh.
Prinsip kami, lebih baik menemukan banyak kasus positif daripada kasus banyak tetapi tidak terdeteksi.
Cirebon menjadi daerah dengan kasus positif tertinggi di Jabar bagian timur. Lonjakan kasus, menurut Imron, merupakan konsekuensi dari meningkatnya tes berbasis reaksi rantai polimerase (PCR) yang mencapai 12.883 orang.
Pihaknya menargetkan tes untuk 22.000 warga, sekitar 1 persen dari total penduduk Cirebon, yakni 2,2 juta jiwa. ”Prinsip kami, lebih baik menemukan banyak kasus positif daripada kasus banyak tetapi tidak terdeteksi,” katanya.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Cirebon Alex Suheriyawan menjelaskan, peningkatan tes dan pelacakan kasus Covid-19 harus diiringi kedisiplinan masyarakat terhadap protokol kesehatan. Itu sebabnya, dilakukan penindakan terhadap pelanggar.
Saat ditanya, apakah penindakan tersebut terlambat, Alex mengatakan, ”Kami terhambat regulasi. Aturannya baru turun.” Peraturan Gubernur Jabar Nomor 60 Tahun 2020 terkait sanksi pelanggar protokol kesehatan, misalnya, diterbitkan hampir sebulan lalu, yakni 27 Juli 2020.
Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kabupaten Cirebon Ahmad Fariz menyampaikan, semua pihak harus menempatkan protokol kesehatan, seperti pemakaian masker, dalam kehidupan sehari-hari saat di luar rumah. ”Protokol kesehatan adalah vaksin terbaik saat ini untuk melindungi warga dari Covid-19,” katanya.