Dua Pekan Jalani Uji Klinis Vaksin, Sukarelawan Tidak Merasakan Gejala Berarti
Dua pekan menjalani uji klinis calon vaksin Covid-19 produksi Sinovac, China, sejumlah sukarelawan tidak merasakan gejala kesehatan berarti. Mereka beraktivitas seperti biasa dan tetap menerapkan protokol kesehatan.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Dua pekan menjalani uji klinis fase ketiga calon vaksin Covid-19 produksi Sinovac, China, sejumlah sukarelawan tidak merasakan gejala kesehatan berarti. Mereka beraktivitas seperti biasa, tetapi tetap menerapkan protokol kesehatan dengan ketat.
Sejumlah 21 sukarelawan menjalani vaksinasi kedua di Rumah Sakit Pendidikan (RSP) Universitas Padjadjaran, Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu (26/8/2020). Selain disuntik, mereka juga melaporkan kondisi kesehatan harian setelah vaksinasi pertama.
Salah seorang sukarelawan, FB (32), sempat mengalami kantuk berat setelah disuntik vaksin pertama. Namun, pada hari selanjutnya dia tidak mengalami gejala berarti.
”Enggak ada gejala lain. Kepala pusing dan pembengkakan di area suntik juga enggak ada,” ujarnya.
FB mengatakan, selama dua pekan terakhir ia bekerja seperti biasa sebagai pengemudi ojek daring. Namun, ia tetap menerapkan protokol kesehatan, seperti menggunakan masker dan sarung tangan.
HL (45), sukarelawan lainnya, tidak merasakan gejala apa pun. Namun, ia tetap diminta tim peneliti uji klinis untuk memantau gejala yang muncul selama dua pekan ke depan.
Belum dapat dipastikan rasa kantuk yang dialami sukarelawan merupakan efek vaksin atau tidak. Sebab, hanya sebagian sukarelawan disuntik vaksin, sementara sebagian lainnya mendapatkan plasebo.
”Diberi kartu untuk diisi jika mengalami rasa sakit atau perubahan suhu tubuh. Jika minum obat atau ke dokter juga harus dilaporkan,” ucapnya.
Setelah menjalani vaksinasi kedua, HL dan sukarelawan lainnya akan kembali mengunjungi tim peneliti dua pekan kemudian. Mereka juga dapat melaporkan gejala yang dialami selama masa uji klinis kepada tim peneliti melalui telepon.
Selain di RSP Unpad, penelitian uji klinis vaksin dilakukan pula di Balai Kesehatan Unpad di Jalan Dipati Ukur serta empat puskesmas di Kota Bandung, yaitu Puskesmas Garuda, Sukapakir, Ciumbuleuit, dan Dago. Namun, hingga Rabu belum dilakukan penyuntikan vaksin kedua di lima lokasi itu.
Ketua tim riset uji klinis vaksin Covid-19 Fakultas Kedokteran Unpad, Kusnandi Rusmil, belum dapat memastikan rasa kantuk yang dialami sukarelawan merupakan efek vaksin atau tidak. Sebab, hanya sebagian sukarelawan disuntik vaksin, sementara sebagian lainnya mendapatkan plasebo (obat kosong).
”Biasanya kalau memang efek vaksin, akan dilihat reaksi lokal, apakah kemerahan atau bengkak. Dalam beberapa jam hilang. Jadi seperti penyuntikan pada bayi saja,” jelasnya.
Setiap sukarelawan mendapatkan kode acak. Peneliti dan sukarelawan tidak mengetahui bahan yang disuntikkan tersebut, vaksin atau plasebo.
Kode acak tersebut akan dibuka enam bulan kemudian. Hal ini dilakukan untuk melihat perbandingan reaksi imunitas tubuh sukarelawan penerima vaksin dan plasebo.
Akan tetapi, jika sukarelawan mengalami gejala berat, seperti seluruh badan kemerahan atau bahkan hingga pingsan, kode acak akan dibuka. Tujuannya untuk memastikan sukarelawan tersebut menerima vaksin atau plasebo.
”Hingga saat ini belum ada yang menyampaikan hal tersebut. Kami sudah menelepon semua sukarelawan,” ujarnya.
Pengembangan bahan vaksin Sinovac diambil dari virus yang sudah dimatikan. Sukarelawan akan disuntik vaksin dua kali dengan selang waktu 14 hari. Jika uji klinis berhasil, vaksin akan diproduksi oleh PT Bio Farma.
Uji klinis fase pertama dan kedua dilakukan di China. Pada fase pertama diujikan kepada 100 orang dewasa. Setelah dinyatakan aman dan mempunyai efek yang bagus bagi kekebalan tubuh manusia, dilanjutkan dengan fase kedua terhadap minimal 400 orang di China.
Uji klinis fase ketiga di Indonesia membutuhkan 1.620 sukarelawan. Saat ini telah terdaftar lebih dari 2.000 calon sukarelawan. Untuk menjadi sukarelawan, pendaftar mesti memenuhi sejumlah kriteria kesehatan dan dites usap.