Pilkada Surabaya dalam Bayang-bayang Rendahnya Partisipasi Masyarakat
Pemilihan Wali Kota Surabaya 2020 dibayangi rendahnya partisipasi warga seperti kondisi pada 2010 dan 2015. Warga lebih berpartisipasi dalam pemilihan umum daripada memilih calon pemimpin daerahnya sendiri.
Oleh
AMBROSIUS HARTO
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Komisi Pemilihan Umum Kota Surabaya, Jawa Timur, harus bekerja keras meningkatkan partisipasi masyarakat dalam Pemilihan Wali Kota Surabaya 2020. Pengalaman dari kontestasi serupa tahun 2010 dan 2015, keterlibatan masyarakat terbilang masih rendah.
Tahun 2010, partisipasi warga mengantar Tri Rismaharini sebagai Wali Kota Surabaya hanya 43,46 persen. Angka ini yang terendah di antara 19 kabupaten/kota di Jatim yang menyelenggarakan pemilihan kepala daerah saat itu.
Ketika itu, Risma berpasangan dengan Bambang Dwi Hartono. Risma-Bambang unggul atas Arif Afandi-Adies Kadir, Fandi Utomo-Yulius Bustami, BF Sutadi-Mazlan Mansur, dan Fitradjaja Purnama-Naen Soeryono (independen). Pada 2010, Bambang adalah Wali Kota Surabaya, sedangkan Arif menjabat Wakil Wali Kota Surabaya.
Lima tahun kemudian, partisipasi warga Surabaya yang mengantar Risma ke periode kedua jabatannya menjadi 52,17 persen. Namun, partisipasi itu masih terendah kedua di antara 19 kabupaten/kota lain. Saat itu, Risma yang berpasangan dengan Whisnu Sakti Buana unggul atas Rasiyo-Lucy Kurniasari.
”Partisipasi warga Surabaya saat memilih pemimpinnya malah lebih rendah daripada pemilihan umum,” ujar anggota KPU Jatim, Gogot Cahyo Baskoro, dalam Rapat Koordinasi Bersama Pimpinan Media pada Pemilihan Wali Kota Surabaya dan Wakil Wali Kota Surabaya 2020, Rabu (26/8/2020).
Gogot memaparkan, partisipasi warga Surabaya dalam Pemilu 2014 mencapai 63,24 persen. Saat itu, keterlibatan masyarakat ibu kota Jatim ini terendah di antara 38 kabupaten/kota. Lima tahun kemudian atau 2019, partisipasi warga ”Bumi Pahlawan”, julukan Surabaya, membaik menjadi 76,12 persen. Surabaya berada di urutan keempat partisipasi terendah dalam Pemilu 2019 di Jatim.
Ketua KPU Kota Surabaya Nur Syamsi mengatakan, seluruh jajaran penyelenggara pemilu akan berusaha keras agar partisipasi masyarakat Surabaya dalam pemungutan suara pada 9 Desember 2020 lebih baik lagi.
”Untuk itu, kami akan terus menjalin kerja sama dengan berbagai pihak, termasuk media massa, untuk mendorong peningkatan partisipasi warga,” ujar Nur.
Akan tetapi, sampai saat ini, sesungguhnya warga Surabaya belum mendapat kepastian tentang calon pemimpin pengganti Risma yang mengakhiri masa jabatan pada 21 Februari 2021. Masa pendaftaran pasangan bakal calon ke KPU baru akan berlangsung pada 4-6 September 2020 atau maksimal 11 hari lagi.
Sejauh ini, nama yang sudah muncul dan diusung oleh koalisi partai ialah mantan Kepala Polda Jatim Machfud Arifin. Mantan Ketua Tim Kampanye Joko Widodo-Ma’ruf Amin Daerah Jatim ini sudah resmi mendapat rekomendasi dari PKB, PAN, Gerindra, Partai Demokrat, PPP, Nasdem, Partai Golkar, dan PKS.
Bahkan, Machfud baru-baru ini mengumumkan mantan Direktur Utama PDAM Surya Sembada Kota Surabaya Mujiaman Sukirno sebagai pendampingnya. Meski pengumuman itu mengagetkan partai pendukung, tampaknya tidak akan sampai berkembang menjadi penolakan, apalagi keputusan keluar dari koalisi.
Untuk menantang Machfud-Mujiaman hanya bisa dilakukan PDI-P sebagai pemegang mayoritas kursi di parlemen daerah. Namun, sampai saat ini, PDI-P belum mengumumkan jagonya. PSI, meski punya kursi minoritas, juga belum menentukan sikap.
Guru Besar Sosiologi Universitas Airlangga, Surabaya, Bagong Suyanto mengatakan, warga Surabaya mendapat tekanan besar. Saat ini, Surabaya masih merupakan wilayah episentrum atau lokasi risiko tinggi penularan wabah Covid-19. Tekanan wabah sudah memukul hebat karena sempat mengguncang sendi-sendi kehidupan masyarakat, terutama perekonomian. Jangankan memikirkan siapa calon wali kota, untuk melanjutkan kehidupan, masih banyak warga Surabaya yang kesulitan.
Direktur Surabaya Survey Center Muhtar Utomo mengatakan, untuk mendorong tingkat partisipasi warga, calon sepatutnya sudah cukup lama dikenal warga. Dalam situasi wabah, calon yang aktif membantu dan turun ke warga amat mungkin mendapat penilaian positif.
Waktu tersisa sampai pemungutan suara kurang dari empat bulan. Sulit bagi calon yang baru dikenalkan kepada warga untuk mendongkrak potensi keterpilihan. ”Persiapan yang cukup memperbesar peluang memenangi kontestasi,” kata Muhtar.
Persiapan itu mencakup munculnya nama kandidat dan pengenalan ke publik dalam kurun waktu yang cukup, bahkan lama. Selain itu, kandidat punya rekam jejak yang positif dan kerja keras sosialisasi ke masyarakat untuk menjaring dukungan.