Sulut Ekspor Produk Pertanian Senilai Rp 62,1 Miliar
Sulawesi Utara mengekspor produk turunan pala, cengkeh, dan kelapa senilai Rp 62,1 miliar ke tujuh negara. Sulut diharapkan dapat menjadi sentra pengembangan berbagai komoditas lain seperti kedelai.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
MINAHASA UTARA, KOMPAS — Sulawesi Utara kembali mengekspor produk turunan pala, cengkeh, dan kelapa senilai Rp 62,1 miliar ke tujuh negara, Minggu (30/8/2020). Ini dilakukan menyusul ekspor 10 produk senilai Rp 47,8 miliar ke 15 negara, lima hari sebelumnya. Di masa depan, Sulut diharapkan menjadi sentra pengembangan berbagai komoditas pertanian lain seperti jagung dan kedelai.
Ekspor yang meliputi biji dan bunga pala, cengkeh, kelapa parut, minyak kelapa, serta santan itu diinspeksi dan dilepas oleh Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dalam kunjungan kerja ke kantor Badan Penelitian Tanaman Palma (Balitpalma) di Mapanget, Talawaan, Minahasa Utara. Bobot ekspor itu mencapai 3.766 ton.
Syahrul memastikan ekspor ini sehat dan aman karena telah memenuhi persyaratan sanitari dan fitosanitari (SPS measures) dari tujuh negara tujuan ekspor, yaitu Jerman, China, India, Singapura, Vietnam, Jepang, dan Turki. Menurut dia, hambatan ekspor dalam bentuk tarif saat ini telah berganti dengan hambatan teknis yang berkaitan dengan kualitas produk, pengemasan, penandaan, dan persyaratan keamanan pangan.
”Semua komoditas ini telah melewati serangkaian mekanisme karantina pertanian. Pemenuhan persyaratan ini harus dipastikan oleh Barantan (Balai Karantina Pertanian) untuk menjamin kesehatan dan keamanan produk, sehingga produk pertanian Tanah Air mampu bersaing di pasar internasional,” kata Syahrul.
Untuk mempermudah proses ini, Barantan telah mendorong proses layanan penerbitan sertifikat digital untuk ekspor ke empat negara, yaitu Australia, Belanda, Selandia Baru, dan Vietnam. Sertifikat akan dikirim secara elektronik lebih dulu, baru kemudian barang dikirim. ”Ini meminimalkan penolakan barang yang berujung pada pengembalian,” kata Syahrul.
Kepala Barantan Ali Jamil mengatakan, pihaknya juga mendampingi para pengusaha untuk memenuhi persyaratan teknis SPS, pemeriksaan gudang eksportir, hingga membuka akses informasi dengan klinik ekspor. Tugas Barantan pun kini mencakup pengawasan keamanan dan pengendalian mutu pangan.
”Yang utama adalah memperkuat sistem perkarantinaan di perbatasan agar produk pertanian bisa diterima pasar global. Peran kami strategis sebagai fasilitator pertanian di perdagangan internasional,” katanya.
Kepala Karantina Pertanian Manado Donni Muksyidayan Saragih menjelaskan, pertumbuhan ekspor Sulut selama semester I-2020 naik 17,82 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Setidaknya 25 produk pertanian Sulut pun diminati 46 negara selama masa pandemi Covid-19. Pemenuhan persyaratan SPS turut meningkatkan kepercayaan pasar.
Setidaknya 25 produk pertanian Sulut pun diminati 46 negara selama masa pandemi Covid-19.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Sulut, nilai ekspor nonmigas Sulut tumbuh dari 68,3 juta dollar AS pada Juni 2020 menjadi 70,3 juta dollar AS pada Juli 2020. Selama semester I-2020, total ekspor nonmigas Sulut juga tumbuh 11,5 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
Ekspor Sulut masih didominasi produk turunan hasil pertanian, terutama lemak dan minyak hewan atau minyak nabati, yaitu 39,8 juta dollar AS atau 47,77 persen. Sektor ini menyumbang Rp 6,8 triliun atau 22,21 persen dari total pendapatan domestik regional bruto Sulut.
Di saat sama, Sulut didorong menjadi pusat produksi komoditas lain, seperti kedelai dan jagung. Dengan demikian, produksi nasional dan volume ekspor dari Sulut bisa meningkat. Di Minahasa Utara pula, lahan seluas sekitar 20 hektar ditanami kedelai. Lahan kedelai di Sulut selanjutnya akan diperluas hingga setidaknya 6.000 hektar.
Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Suwandi mengatakan, tahun ini pihaknya mengalokasikan pengembangan kedelai nasional seluas 120.000 hektar. Sulut mendapatkan bagian seluas 6.513 hektar. ”Kami rencanakan meningkat terus hingga 2021 menjadi 30.000 hektar dengan model korporasi petani dan didukung investor,” kata Suwandi.
Suwandi menambahkan, produktivitas kedelai yang selama ini hanya 1,4 ton per hektar diharapkan bisa meningkat hingga 2-3 ton per hektar. ”Untuk itu, kami memberikan bantuan benih bio-soy kepada petani di Sulut dengan disertai rizobium, pupuk hayati cair, dan herbisida,” ujarnya.
Sulut didorong menjadi pusat produksi komoditas lain, seperti kedelai dan jagung. Dengan demikian, produksi nasional dan volume ekspor dari Sulut bisa meningkat.
Selama 2020, total biaya pengembangan pertanian di Sulut mencapai Rp 136,86 miliar. Bantuan ini mencakup, antara lain, jagung seluas 98.132 hektar, kedelai 6.153 hektar, benih unggul kelapa genjah 25.000 batang, kelapa 477.600 batang, pala 431.250 batang, cengkeh 85.800 batang, dan pembangunan kebun induk tanaman pala seluas 2 hektar di Minahasa Utara.
Sekretaris Pemerintah Provinsi Sulut Edwin Silangen mengapresiasi bantuan dari Menteri Pertanian. Ia mengatakan, sektor pertanian dan perkebunan masih menjadi sektor utama yang mendorong pembangunan di Sulut. ”Kami juga mendorong program Marijo Bakobong (Mari Berkebun) dan Marijo Batanam (Mari Menanam) untuk memanfaatkan lahan tidur,” katanya.