Sebanyak 22.188 orang dari 35.643 pasien Covid-19 di Jawa Timur tanpa gejala. Dominasi pasien tak bergejala harus diwaspadai karena potensi penularan yang sulit terdeteksi
Oleh
IQBAL BASYARI/AMBROSIUS HARTO
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Sebanyak 22.188 orang dari 35.643 pasien Covid-19 di Jawa Timur tanpa gejala. Dominasi pasien tak bergejala harus diwaspadai karena potensi penularan yang sulit terdeteksi. Aparatur perlu tingkatkan tes massal untuk menemukan warga terpapar guna memutus penularan wabah Covid-19 (Coronavirus disease 2019) akibat virus korona jenis baru (SARS-CoV-2).
Menurut situs web resmi http://infocovid19.jatimprov.go.id yang dikelola oleh Pemprov Jatim, Senin (7/9/2020), wabah Covid-19 telah menjangkiti 35.643 orang. Sebanyak 22.188 orang atau 62 persen merupakan pasien tanpa gejala atau asimptomatik. Yang 13.446 orang adalah pasien bergejala atau simptomatik.
Epidemiolog Universitas Airlangga, Surabaya, Windhu Purnomo, mengatakan, pasien asimptomatik merupakan pembawa virus yang sulit dideteksi. Yang lebih sulit lagi adalah mendeteksi orang tanpa gejala (OTG). Pasien asimptomatik dan OTG berpotensi menularkan virus korona ke banyak orang selama beraktivitas karena tidak merasa sakit apa pun.
Di situs web http://infocovid19.jatimprov.go.id disebutkan, tercatat 279.282 orang berkategori kontak erat. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/413/2020 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Covid-19, kontak erat merupakan orang dengan riwayat berdekatan dengan kasus probable dan atau pasien Covid-19.
Tes massal harus diperluas untuk menemukan kasus-kasus OTG di bawah permukaan dan belum terdeteksi karena tidak memiliki gejala. (Windhu Purnomo)
Riwayat dimaksud ialah dalam radius 1 meter dan minimal 15 menit bersama atau bersentuhan dengan yang probable dan atau pasien. Selain itu, tenaga kesehatan yang merawat kasus probable dan atau pasien tanpa alat pelindung diri atau berkelengkapan tersebut, tetapi tidak standar.
Dalam keputusan sebelumnya yang bernomor HK.01.07/MENKES/247/2020, OTG berisiko tertular dari pasien Covid-19 dan kontak erat dengan kasus konfirmasi. Kontak erat adalah seseorang yang melakukan kontak fisik atau berada dalam ruangan atau berkunjung (dalam radius 1 meter dengan kasus pasien dalam pengawasan atau konfirmasi) dalam 2 hari sebelum kasus timbul gejala dan hingga 14 hari setelah kasus timbul gejala.
Dengan demikian, OTG dalam keputusan terkini atau yang bernomor HK.01.07/MENKES/413/2020 adalah kontak erat.
Di Jatim, sampai dengan saat ini tercatat 279.282 orang berstatus kontak erat. Dari jumlah itu, 8.282 orang di antaranya merupakan kontak konfirmasi atau kemudian menjadi pasien Covid-19. Sebanyak 854 orang menjadi suspek atau berpotensi terjangkit, tetapi masih perlu menunggu hasil pemeriksaan laboratorium terhadap tes usap tenggorokan yang telah dijalankan. Sebanyak 238.110 orang dinyatakan discarded atau tidak terjangkit Covid-19.
Windhu mengatakan, penelusuran terhadap orang-orang yang berisiko membawa Covid-19 tetapi merasa ”baik-baik” saja amat sulit. Aparatur perlu lebih kerja keras mencari dengan meningkatkan tes secara massal.
”Tes massal harus diperluas untuk menemukan kasus-kasus OTG di bawah permukaan dan belum terdeteksi karena tidak memiliki gejala,” kata Windhu.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengatakan, tes massal masih terus dilakukan. Setiap pekan, puskesmas mengadakan tes cepat gratis bagi warga. Jika ada warga yang hasil tesnya reaktif, segera dilanjutkan dengan mengikuti tes usap. Tes usap kini diberlakukan kepada para ibu hamil dan guru.
Sejak awal wabah yang telah menjadi pandemi global, Surabaya telah melaksanakan tes usap kepada 67.723 orang dan tes cepat kepada 142.052 orang. Jumlah warga yang dites rata-rata 5 per 1.000 penduduk. Situasi ini di atas standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang idealnya tes dilakukan pada 1 per 1.000 populasi setiap minggu.
Tes massal
Untuk menekan penularan melalui sosialisasi, Risma meminta warga yang tidak berkepentingan mendesak agar tetap di rumah. Mereka diharapkan juga ikut tes massal untuk memastikan kondisi kesehatan. Keikutsertaan dalam tes bertujuan untuk deteksi dini. Selain itu, bermanfaat untuk melindungi keluarga dari penularan kerabat dekat yang ternyata terjangkit.
”Kami menyiapkan gedung Asrama Haji Surabaya untuk isolasi pasien tanpa gejala dan orang tanpa gejala agar tidak menular ke anggota keluarga karena merasa keluhan apa pun,” ucap Risma.
Sementara itu, CEO Suara Surabaya Media Errol Jonathans menyatakan, ada 18 pegawai terpapar Covid-19. Mereka sudah menjalani isolasi di hotel lalu dipindahkan ke Asrama Haji Surabaya pada 6 September 2020. ”SDM adalah aset perusahaan yang tidak bisa dinilai atau digantikan dengan apa pun. Mereka mendapatkan pelayanan yang terbaik, bahkan sampai ke keluarganya kami data,” ujarnya.
Errol mengatakan, protokol kesehatan selalu diterapkan dengan sangat ketat di Kantor Radio Suara Surabaya. Ruang siar yang dulunya menjadi satu dengan narasumber, sejak Maret lalu dipisah. Masuk ke dalam lingkungan Suara Surabaya Media pun diterapkan protokol cuci tangan dan penggunaan masker. Standar work from home juga dijalankan secara bergantian di unit-unit produksi yang memungkinkan.
SDM adalah aset perusahaan yang tidak bisa dinilai atau digantikan dengan apa pun. Mereka mendapatkan pelayanan yang terbaik, bahkan sampai ke keluarganya kami data. (Errol Jonathans)
Seluruh kru yang terpapar Covid-19 di Suara Surabaya berasal dari Departemen Produksi. Sebagian besar berasal dari Divisi New Media, yang menangani web www.suarasurabaya.net dan media sosial. Sementara divisi on air, newsroom, reporter, dan departemen nonproduksi dinyatakan negatif dari uji usap lanjutan.