Kota Bandung Pilih Perketat Sanksi daripada Terapkan Lagi PSBB
Kota Bandung belum memutuskan penerapan kembali PSBB karena persebaran Covid-19. Namun, protokol kesehatan maksimal bakal dilaksanakan untuk mengantisipasi lonjakan kasus akibat mobilitas tak terkendali.
Oleh
machradin wahyudi ritonga
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Pemerintah Kota Bandung tidak akan menggelar kembali pembatasan sosial berskala besar atau PSBB dalam waktu dekat meski kasus penularan Covid-19 masih terus bertambah. Pemkot Bandung memilih mengetatkan pemberlakuan sanksi dalam masa adaptasi kebiasaan baru.
Data Pusat Informasi dan Koordinasi Covid-19 Jawa Barat menyebutkan total kasus kasus Covid-19 terkonfirmasi di Kota Bandung mencapai 897 pasien hingga Jumat (11/9/2020) pukul 18.00 dan diprediksi akan tetap bertambah. Jumlah itu membuat Kota Bandung menjadi daerah dengan kasus keempat terbanyak Covid-19 di Jabar.
Wali Kota Bandung Oded M Danial mengatakan, status Kota Bandung masih masuk ke dalam zona oranye. Mengklaim kasus penularan masih terkendali, dia mengatakan, pemberlakuan PSBB belum akan dilakukan kembali dan lebih fokus memperketat adaptasi kebiasaan baru (AKB).
”Kami akan memberlakukan AKB ketat. Kata kuncinya, penegakan hukum lebih maksimal. Jika ada yang melanggar, kami akan memberlakukan sanksi denda hingga langsung mencabut izin usaha,” tuturnya. Hal itu merujuk Peraturan Wali Kota Nomor 43 Tahun 2020 terkait AKB. Di sana, disebutkan beberapa tahapan pelanggaran yang diberi sanksi, mulai dari ringan hingga berat.
Terkait kenaikan kasus Covid-19, Oded menilai hal itu adalah konsekuensi pemeriksaan masif. Hingga pekan ini, 2.631 tes usap telah dilaksanakan dari total target 3.100 pengetesan. Hasilnya, 189 pegawai di lingkungan Pemkot Bandung terpapar Covid-19.
”Angka reproduksi Covid-19 di Kota Bandung masih di bawah 1, yakni 0,81. Artinya, kasus Covid-19 masih terkendali. Lalu, pegawai yang positif Covid-19 akan melakukan isolasi. Selain itu, pegawai yang bekerja dari rumah komposisinya mencapai 50 persen,” ujarnya.
Di samping itu, tingkat keterisian ruang isolasi di rumah sakit rujukan Covid-19 di Kota Bandung masih 30 persen. Oded memaparkan, dari total 460 tempat tidur di 27 RS rujukan Kota Bandung, masih ada 322 tempat tidur yang tersedia. ”Kami berharap angka ini tidak bertambah. Bahkan, ruang isolasi kini semakin kosong karena banyak yang sembuh,” ujarnya.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Bandung Rita Verita menambahkan, pemeriksaan usap di Kota Bandung telah mencapai 22.928 pengetesan atau 0,92 persen dari jumlah penduduk. Hal tersebut dilakukan untuk mencapai standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebanyak 1 persen dari total jumlah penduduk.
”Penambahan kasus ini membuktikan pelacakan betul-betul berjalan. Tentunya yang paling penting mencapai 1 persen. Meski pun nanti sudah 1 persen, kami akan tetap melanjutkan pemeriksaan, terutama di wilayah Pemkot Bandung,” tuturnya.
Pakar epidemiologi klinis dari Universitas Padjadjaran, Bony Wiem Lestari, memaparkan, penerapan PSBB di suatu daerah dilaksanakan berdasarkan tiga parameter, yakni laju epidemiologi atau persebaran penyakit, indikator surveilans, dan fasilitas kesehatan yang tersedia. Dari tiga faktor tersebut, Kota Bandung masih bisa mengendalikan sehingga penerapan PSBB belum diperlukan.
Akan tetapi, Bony mengingatkan Pemkot Bandung agar memperketat pengawasan dan penerapan protokol kesehatan. Hal tersebut perlu dilakukan karena grafik penularannya telah naik, dari rendah menuju sedang atau oranye dalam dua minggu terakhir.
”Saat ini peningkatan kasus masih di bawah 50 persen dengan ekspektasi penambahan Covid-19 mencapai 700 kasus hingga bulan depan. Namun, naiknya status zona persebaran kota Bandung ini tetap menjadi peringatan. Penerapan protokol kesehatan menjadi perlu diawasi maksimal,” tuturnya.