Masalah STTP dan Protokol Kesehatan Dominasi Pelanggaran Kampanye Pilkada Sumbar
Badan Pengawas Pemilu Sumatera Barat menemukan sedikitnya belasan pelanggaran selama sepekan masa kampanye pilkada serentak di daerah itu yang tidak mematuhi protokol kesehatan dan mengabaikan dokumen kampanye.
Oleh
YOLA SASTRA
·4 menit baca
PADANG, KOMPAS — Badan Pengawas Pemilu Sumatera Barat menemukan sedikitnya belasan pelanggaran selama sepekan masa kampanye pilkada serentak di daerah itu. Pelanggaran yang banyak ditemukan adalah pasangan calon tidak mengurus surat tanda terima pemberitahuan kampanye dan tidak menerapkan protokol kesehatan.
Koordinator Bidang Pengawasan Bawaslu Sumbar, Vifner, Sabtu (3/10/2020), mengatakan, sejak masa kampanye dimulai 26 September 2020, pihaknya menemukan belasan hingga puluhan pelanggaran kampanye. Pelanggaran itu dilakukan oleh pasangan calon peserta pemilihan gubernur, pemilihan bupati, ataupun pemilihan wali kota.
Pelanggaran tersebut, kata Vifner, terjadi hampir merata di seluruh daerah Sumbar. ”Rata-rata pelanggaran kampanye yang kami temukan adalah pasangan calon tidak punya STTP (surat tanda terima pemberitahuan) dari kepolisian dan tidak menerapkan protokol kesehatan,” katanya, Sabtu siang.
Menurut Vifner, kebanyakan dari pasangan calon kepala daerah itu tiba-tiba datang ke suatu lokasi dan mengumpulkan puluhan orang tanpa adanya STTP. Ketika ditanya, mereka beralasan STTP sedang dalam pengurusan. Karena melanggar, kegiatan kampanye itu dibubarkan oleh polisi dan petugas Bawaslu.
Kami sudah sosialisasi ke penghubung pasangan calon dan paslon. Mereka juga sudah tanda tangan pakta integritas untuk memperhatikan protokol Covid-19. Namun, realitasnya masih melanggar juga.
Selain persoalan STTP, kata Vifner, masih ada pasangan calon kepala daerah yang mengumpulkan massa lebih dari 50 orang (batas maksimal). Protokol kesehatan tidak dijalankan, misalnya banyak peserta kampanye tidak menggunakan masker, tidak tersedia tempat cuci tangan/cairan pembersih tangan, dan tidak menjaga jarak.
”Kami sudah sosialisasi ke penghubung pasangan calon dan paslon. Mereka juga sudah tanda tangan pakta integritas untuk memperhatikan protokol Covid-19. Namun, realitasnya masih melanggar juga,” ujar Vifner.
Vifner melanjutkan, terkait pelanggaran protokol kesehatan, petugas Bawaslu dan polisi sudah memberikan peringatan. Namun, apabila peringatan tidak diindahkan dan pelanggaran protokol kesehatan kembali dilakukan, pasangan calon kepala daerah itu terancam tidak boleh kampanye selama tiga hari ke depannya.
Ditambahkan Vifner, dugaan pelanggaran netralitas aparatur sipili negara (ASN) dalam pilkada serentak di Sumbar juga ditemukan oleh Bawaslu. Namun, dugaan pelanggaran itu masih dalam tahap penelusuran.
Menemukan
Secara terpisah, Koordinator Divisi Pencegahan, Pengawasan, Hubungan Masyarakat, dan Hubungan Antarlembaga Bawaslu Padang Pariaman, Rudi Herman, mengatakan, pihaknya sempat menemukan kegiatan kampanye oleh salah satu pasangan calon pemilihan bupati tanpa STTP. Namun, massa itu segera membubarkan diri sebelum ditindaklanjuti sehingga tidak masuk ke catatan Bawaslu.
Selain itu, kata Rudi, Bawaslu Padang Pariaman juga menemukan satu kasus pelanggaran netralitas, yang melibatkan wali nagari, perangkat nagari, dan penyelenggara pemilu. Wali nagari dan perangkat nagari itu diduga mendukung salah satu pasangan calon pemilihan bupati. Dalam kasus sama, seorang penyelanggara pemilu juga diputuskan melanggar kode etik.
”Terkait pelanggaran netralitas wali nagari dan perangkat nagari, kami sudah putuskan dan rekomendasi sudah kami berikan kepada bupati. Masalah kode etik penyelenggara pemilu juga sudah kami putuskan, rekomendasi sudah kami serahkan ke KPU Padang Pariaman,” ujarnya.
Rudi menambahkan, saat ini, Bawaslu Padang Pariaman juga ada dugaan pelanggaran netralitas oleh dua ASN di Padang Pariaman. Kasus ini sedang tahap penelusuran oleh Bawaslu Padang Pariaman.
Sementara itu, di Bukittinggi, Koordinator Divisi Pengawasan, Hubungan Masyarakat, dan Hubungan Antarlembaga Bawaslu Bukittinggi, Eri Vatria, mengatakan, pelanggaran STTP, protokol kesehatan, dan netralitas ASN atau perangkat kelurahan dalam masa kampanye belum ditemukan. Pelanggaran yang ditemukan baru terkait alat peraga.
Menurut Eri, menjelang memasuki kampanye 26 September 2020, ada ratusan alat peraga, seperti baliho, spanduk, dan sejenisnya, milik pasangan calon pemilihan wali kota yang tidak sesuai aturan KPU. Alat peraga yang melanggar itu, misalnya, ukuran atau jumlahnya tidak sesuai aturan KPU serta alat peraga berisi foto petahana dan logo pemkot saat ia aktif sebagai wali kota.
Eri melanjutkan, Bawaslu sudah memberikan rekomendasi kepada KPU dan KPU sudah menyurati pasangan calon untuk mencabut alat peraga yang tidak sesuai aturan itu. ”Ketiga pasangan calon (pemilihan wali kota Bukittinggi) sudah membuka meskipun ada yang belum dibuka. Tinggal lagi alat peraga yang agak masuk ke permukiman,” katanya. Terkait sisa alat peraga ilegal yang belum dibuka itu, Bawaslu dan Satpol PP Bukittinggi akan membukanya pada Senin (5/10/2020).
Pada pilkada serentak, 9 Desember 2020, Sumbar menggelar pemilihan gubernur dan 13 pemilihan bupati/wali kota. Kabupaten/kota yang menggelar pilkada adalah Bukittinggi, Sijunjung, Agam, Limapuluh Kota, Padang Pariaman, Dharmasraya, Solok (kabupaten), Solok (kota), Solok Selatan, Tanah Datar, Pesisir Selatan, Pasaman, dan Pasaman Barat.