Massa Aksi Bentrok dengan Polisi di Cirebon, 112 Orang Ditangkap
Aksi penolakan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja di Kota Cirebon, Jawa Barat, Kamis (8/10/2020), diwarnai bentrokan hingga berjam-jam. Polisi menangkap 112 orang . Sejumlah peserta aksi luka-luka.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Aksi penolakan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja di Kota Cirebon, Jawa Barat, Kamis (8/10/2020), diwarnai bentrokan hingga berjam-jam. Polisi menangkap 112 orang karena diduga merusak fasilitas umum dan melawan petugas, sementara sejumlah orang juga mengalami luka-luka.
Bentrokan berawal saat sejumlah kelompok tidak diperbolehkan melewati barikade polisi di Jalan Siliwangi. Polisi hanya mengizinkan sejumlah organisasi mahasiswa yang sudah membuat surat pemberitahuan terkait aksi penolakan RUU Cipta Kerja di depan Gedung DPRD Kota Cirebon.
Ketika massa dari mahasiswa tengah berorasi, bentrokan tiba-tiba pecah antara kelompok tersebut dan polisi sekitar pukul 10.30. Massa yang didominasi pelajar melempari polisi dengan batu. Sebaliknya, polisi menyiramkan air dari water cannon untuk mengurai massa.
Bentrokan terjadi di depan kantor pemerintahan, bank, dan rumah sakit. Batu bertebaran di jalanan. Marka jalan rusak. Sejumlah sepeda motor bergelimpangan.
Setelah polisi memborbardir gas air mata, massa pun mundur. Sejumlah peserta aksi tampak dipukul oleh beberapa orang berseragam polisi dan yang berpakaian biasa. Ada yang mengalami luka di bibir dan pipi. Mereka lalu diangkut ke mobil polisi.
Meski demikian, bentrokan belum usai. Massa yang berkisar ribuan orang itu bergeser ke Jalan Kartini dan memadati jalan sepanjang 500 meter. Jemaah di Masjid At-Taqwa diminta tidak keluar pagar.
Untuk sementara, ada 112 orang yang diamankan. Data awal, mereka adalah pelajar.
Begitu pun dengan tamu di Pendopo Bupati Cirebon. Sejumlah toko dan perkantoran menutup pagarnya. Jalan protokol di Kartini dan Siliwangi lumpuh, kendaraan dilarang melintas.
Polisi dari Polres Kota Cirebon, Polres Kuningan, dan Polres Majalengka pun didatangkan untuk membantu Polres Cirebon Kota. Setelah lima jam, bentrokan pun usai sekitar pukul 15.30. Kendaraan dapat kembali melintas di jalur protokol itu pada pukul 16.00.
”Situasi sudah terkendali. Untuk sementara, ada 112 orang yang diamankan. Data awal, mereka pelajar. Mereka di luar massa mahasiswa,” kata Kepala Polres Cirebon Kota Ajun Komisaris Besar Syamsul Huda.
Menurut Huda, mereka ditangkap karena diduga merusak fasilitas umum, seperti marka jalan. ”Nanti, kami lakukan pendalaman. Mereka bisa kena pasal perusakan fasilitas umum, melawan petugas, dan Undang-Undang Karantina Kesehatan. Seharusnya mereka mencegah Covid-19, bukan berkerumun,” katanya.
Menurut dia, penangkapan peserta aksi sudah sesuai protokol. Pihaknya telah meminta massa membubarkan diri karena tidak memberitahukan aksinya. Massa juga tidak mundur saat diminta. ”Semua prosedur sudah kami laksanakan tahapannya,” katanya.
Huda mengatakan, tidak ada polisi yang terluka dalam bentrokan tersebut. Ia belum mengetahui kondisi massa yang ditangkap. Huda memastikan, hak peserta aksi yang ditangkap akan dipenuhi.
Seorang korban perempuan berusia 21 tahun, bukan pendemo, juga luka karena terkena lemparan.
Kepala Subbagian Humas Rumah Sakit Daerah Gunung Jati, Cirebon, Arif Wibawa mengatakan, hingga Kamis sore, pihaknya menerima seorang peserta aksi laki-laki mengalami robek di kepala bagian samping. Pria tersebut sudah diperbolehkan pulang.
”Seorang korban perempuan berusia 21 tahun, bukan pendemo, juga luka karena terkena lemparan. Ia harus dirawat,” ucapnya.
Terkait aksi penolakan RUU Cipta Kerja, Wali Kota Cirebon Nashrudin Azis mengatakan, kebijakan tersebut urusan pemerintah pusat, bukan pemerintah daerah. ”Kalau memang harus diberlakukan, kami harus bisa menerapkannya,” kata politisi asal Partai Demokrat itu.
Azis justru mengkhawatirkan penularan Covid-19 saat massa berunjuk rasa. Meskipun sebagian besar mengenakan masker, mereka tidak menjaga jarak dan kerap mencuci tangan. ”Kami hanya berdoa, semoga aksi penolakan ini tidak menimbulkan kluster pendemo. Ini upaya kami. Demo dibatasi kan susah,” ujarnya.