Aksi penolakan pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja di Palu, Sulteng, berlangsung ricuh. Mahasiswa dan polisi sama-sama mengalami luka-luka.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·3 menit baca
PALU, KOMPAS — Kericuhan terjadi saat demonstrasi penolakan Undang-Undang Cipta Kerja di Palu, Sulawesi Tengah, Kamis (8/10/2020). Sejumlah polisi dan mahasiswa terluka dalam peristiwa tersebut. Polisi memeriksa sejumlah mahasiswa terkait kericuhan itu.
Aksi penolakan atas pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja dilakukan sejumlah elemen mahasiswa dari sejumlah perguruan tinggi di Palu, antara lain, Universitas Tadulako dan Institut Agama Islam Negeri di dekat perempatan di Jalan Sam Ratulangi. Lokasi itu dekat dengan kantor-kantor penting, seperti Kantor Gubernur Sulteng, Markas Polda Sulteng, dan DPRD Sulteng.
Mahasiswa yang beraksi bergabung dalam Mahkota (Mahasiswa Kota Palu). Jumlahnya sekitar 1.500 orang. Mereka mengenakan jas almamater kampus masing-masing. Demonstrasi berlangsung mulai pukul 10.30 Wita hingga pukul 13.15 Wita sebelum dilanjutkan lagi.
Demonstrasi tersebut pada mulanya berlangsung aman. Sejumlah orator bergantian menyampaikan pendapatnya dari mobil pikap. Mereka pada intinya menolak UU Cipta Kerja yang disahkan DPR baru-baru ini. Mereka menilai undang-undang itu merampas hak warga, terutama buruh, dengan sejumlah aturan terkait kontrak kerja yang bisa berlaku lama dan pesangon yang rendah jika diberhentikan. Saat penyampaian aspirasi itu, semua berlangsung aman.
Tanda-tanda kericuhan mulai terlihat saat mahasiswa mendesak untuk membuka barikade berupa kawat berduri untuk beraksi di depan kantor DPRD Sulteng. Hal itu tak diindahkan polisi yang berjaga.
Kericuhan pun pecah setelah seorang orator menyampaikan aspirasinya. Saat dia berbicara, tiba-tiba batu, material, dan bekas botol minuman dilempar mahasiswa ke arah polisi. Kericuhan tak terhindarkan. Balas-membalas lemparan batu dan material lain dengan penyemprotan air dari mobil serta pelepasan gas air mata oleh anggota Kepolisian Resor Palu terjadi dengan sengit. Barikade yang membatasi massa aksi dan anggota kepolisian dibongkar.
Pelemparan batu, potongan beton, penyemprotan air, dan pelepasan gas air mata berlangsung sekitar 1 jam. Para mahasiswa pada umumnya tak beranjak dari tempat aksi. Kepolisian juga masih tetap mempertahankan posisinya.
Saat kericuhan terjadi, sejumlah ambulans hilir mudik ke lokasi aksi menuju rumah sakit dan sebaliknya. Sirene mobil ambulans meraung-raung. Setelah kericuhan mereda, batu dan potongan beton berhamburan di jalan. Satu sepeda motor pengamanan milik Polres Palu dibakar massa.
Hingga pukul 16.00 Wita, mahasiswa masih menggelar unjuk rasa. Aksi sore ini difokuskan di depan kantor DPRD Sulteng.
Kepala Bidang Humas Polda Sulteng Komisaris Besar Didik Supranoto menyampaikan, 10 polisi dirawat di RS Bhayangkara karena terluka. Sebanyak 11 mahasiswa dan lima orang warga juga terluka terkena gas air mata.
Dari aksi itu pula, lanjut Didik, Polda Sulteng menangkap 29 mahasiswa. Penyidik masih mendalami keterangan mereka terkait aksi yang diwarnai kericuhan itu. Ia belum bisa memastikan kelanjutan pemeriksaan para mahasiswa tersebut.
Hingga berita ini diturunkan, pihak mahasiswa belum memberikan klarifikasi terkait pemeriksaan sebagian anggota aksi massa itu.