Torehkan Rekor Kasus Harian, Penularan di Sumatera Barat Kian Meluas
Tambahan kasus positif Covid-19 harian di Sumatera Barat kembali melampaui angka tertinggi. Penambahan kasus seiring dengan peningkatan positivity rate. Protokol kesehatan mesti menjadi kesadaran warga.
PADANG, KOMPAS — Penambahan kasus positif Covid-19 di Sumatera Barat kembali melampaui angka tertinggi. Lonjakan kasus terjadi seiring peningkatan positivity rate yang menandakan meluasnya penularan. Di sisi lain, penerapan protokol kesehatan di kalangan warga juga cenderung lemah.
Laporan harian Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Sumbar menyebutkan, pada Minggu (11/10/2020) pukul 08.00, kasus positif Covid-19 di Sumbar bertambah 319 orang. Tambahan ini melampaui jumlah kasus tertinggi kasus dalam sehari yang terjadi, Kamis (24/9/2020), dengan jumlah 295 orang.
Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Sumbar Jasman Rizal mengatakan, total spesimen yang diperiksa oleh laboratorium diagnostik Fakultas Kedokteran Universitas Andalas dan laboratorium Veteriner Bukittinggi sebanyak 3.148 spesimen. ”Didapat hasil sementara 319 orang terkonfirmasi positif dan yang sembuh 105 orang,” katanya.
Baca juga: Pemeriksaan Masif di Sumbar Belum Tekan Penularan Covid-19
Pada Minggu pagi, 15 dari 19 kabupaten/kota di Sumbar melaporkan tambahan kasus positif Covid-19. Tambahan kasus paling banyak berasal dari Kota Padang dengan jumlah 213 orang atau dua pertiga dari total tambahan kasus hari ini.
Adapun laporan lebih mutakhir dari Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Nasional, Minggu pukul 12.00, tambahan kasus positif Covid-19 di Sumbar lebih banyak lagi, yaitu 350 orang. Sumbar merupakan provinsi dengan tambahan kasus terbanyak kedua se-Indonesia pada hari Minggu ini, di bawah DKI Jakarta sebanyak 1.389 orang.
Secara akumulatif, merujuk data Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Sumbar, jumlah kasus positif Covid-19 di Sumbar pada Minggu pagi mencapai 8.677 orang. Adapun jika mengacu laporan kasus Sabtu (10/10/2020) pukul 18.00, total kasus positif Covid-19 di Sumbar mencapai 8.358 orang dengan 177 orang di antaranya meninggal dan 4.689 orang sembuh.
Jika dirunut empat pekan terakhir, tambahan kasus Covid-19 di Sumbar selama sepekan cenderung meningkat. Pada pekan ini (5-11 Oktober 2020), jumlah tambahan kasus positif Covid-19 mencapai 1.557 orang. Adapun, pada tiga pekan sebelumnya, jumlah tambahan kasus sebanyak 1.407 orang (28 September-4 Oktober 2020), 1.448 orang (21-27 September 2020), dan 886 orang (14-20 September 2020).
Seiring jumlah kasus yang terus melonjak, angka rasio kasus positif dan sampel periksa atau positivity rate (PR) juga meningkat. Pada Sabtu (10/10/2020), angka PR mencapai 4,67 persen dengan jumlah orang diperiksa 179.152 orang. Pada tiga pekan sebelumnya, angka PR 4,11 persen (Sabtu, 3/10/2020), 3,58 persen (Sabtu, 26/9/2020), dan 3,05 persen (Sabtu, 19/9/2020).
Epidemiolog Universitas Andalas Defriman Djafri berpendapat, meluasnya penularan Covid-19 di Sumbar, menandakan kondisi yang sudah tidak terkendali dalam penerapan protokol kesehatan. Dari beberapa kasus, penularan sudah banyak terjadi di komunitas dalam keluarga, bukan sekadar di tempat-tempat orang banyak berkumpul dan beraktivitas, seperti rumah makan, kantor, pasar, dan pesta pernikahan.
”Saya yakin, ke depan akan lebih banyak lagi jika kemampuan testing dan tracing tetap konsisten seperti sebelumnya. Sebab, acara-acara besar dan kondisi-kondisi yang tidak diperkirakan akan berpotensi lebih besar memicu penularan virus jika tidak benar-benar diantisipasi skenario pengendaliannya. Misalnya, demonstrassi, pilkada, atau nanti MTQ Nasional,” kata Defriman.
Defriman melanjutkan, kondisi saat ini belum dapat dikatakan sebagai puncak kasus Covid-19 di Sumbar. Oleh sebab itu, kemampuan pemeriksaan dan penelusuran kasus, penambahan atau penurunan jumlah kasus, serta kondisi pasien rawatan sedang maupun berat harus sama-sama dievaluasi untuk memastikannya.
Menurut Defriman, data harus dibandingkan dan dianalisis. Surveilans tidak hanya sekadar mengumpulkan data tetapi juga harus menganalisis data dengan tajam untuk memberi penjelasan kondisi dan severitas yang sesungguhnya di lapangan.
Baca juga: Ribuan Orang di Padang Tolak UU Cipta Kerja, Tuntut Penerbitan Perppu
Selama ini, kata Defriman, yang digambarkan gugus tugas hanya angka PR. Padahal, kondisi ruangan unit perawatan intensif (ICU) dan rumah sakit perlu digambarkan juga. Begitu pula dengan analisis jejaring kontak pasien, mesti digambarkan agar jelas sudah sejauh mana generasi penularannya. Dari analisis itu, dapat diketahui apakah pasien terdeteksi di awal atau akhir tahapan infeksi.
”Sekarang, tidak ada analisis itu. Kita tidak tahu lagi, apakah ini kasus transmisi lokal atau kasus impor,” kata Defriman, yang juga Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas.
Protokol kesehatan
Di tengah peningkatan kasus, belum tampak peningkatan signifikan dalam penerapan protokol kesehatan, terutama di daerah zona merah seperti Kota Padang. Menurut Defriman, upaya untuk menyadarkan masyarakat terhadap bahaya Covid-19 memang menjadi tantangan terberat.
Namun, upaya pemerintah menyadarkan masyarakat dinilai belum maksimal. Apalagi, beberapa kebijakan yang dilaksanakan justru tidak memberikan contoh yang baik bagi masyarakat. ”Contohnya, kegiatan-kegiatan bimbingan teknis yang saat ini juga banyak dilakukan di hotel-hotel, yang sangat berisiko,” kata Defriman.
Sementara itu, Erlina Burhan, dokter spesialis paru yang juga anggota Satgas Covid-19 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia, mengaku mendapat informasi bahwa Provinsi Sumbar bagus dalam hal pemeriksaan dan penelusuran kasus Covid-19. Namun, itu justru berkebalikan dengan angka pasien Covid-19 yang terus meningkat.
”Apakah ada yang salah? Saya kira mungkin salah di protokol kesehatan. Mungkin pemda dalam hal ini harus lebih rajin mengedukasi masyarakat. Bukan dengan memberikan sanksi karena sanksi membuat orang takut. Yang perlu adalah meyakinkan masyarakat bahwa protokol kesehatan ini dilakukan agar terhindar dari Covid-19,” ujar Erlina, dalam sebuah webinar yang diadakan Minang Diaspora Network, Sabtu (10/10/2020).
Dari pengamatan Kompas, di Padang, memang tidak terlihat perubahan signifikan terkait kebijakan pengetatan protokol kesehatan. Padahal, Padang sudah menjadi zona merah penularan Covid-19 sejak 1 September 2020. Kegiatan yang mengumpulkan banyak orang, misalnya pesta pernikahan, tidak dilarang.
Pada Minggu siang, Kompas menyusuri jalan raya mulai dari Jalan Sawahan-Jalan Jenderal Sudirman-Jalan Rasuna Said-Jalan Khatib Sulaiman-Jalan Prof Dr Hamka, Jalan S Parman-Jalan Samudera-Jalan Nipah-Jalan Batang Arau-Jalan Bagindo Aziz Chan.
Dari perjalanan itu, tidak sulit menemukan warga tak menggunakan masker atau tidak menggunakannya dengan benar. Sementara itu, di sejumlah rumah makan atau warung, sebagian besar pelayannya tidak menggunakan masker atau tidak menggunakannya dengan benar ketika mengambilkan makanan serta minuman.
Mardian Fauzi (24), warga Padang Utara, mengatakan, penerapan protokol kesehatan di Padang, semakin lama semakin kendur. Peningkatan kasus Covid-19 sejak masa normal baru tidak memengaruhi orang-orang yang ditemuinya untuk lebih waspada. Apalagi, beberapa bulan belakangan, muncul kepercayaan bahwa Covid-19 adalah konspirasi.
”Semakin kendur karena banyak video yang beredar bahwa korona ini proyek. Korona konspirasi dunia. Jika seusai demonstrasi kemarin (unjuk rasa RUU Cipta Kerja di kantor DPRD Sumbar diikuti ribuan orang, yang berdesakan dan ada yang tidak pakai masker), kasusnya tidak bertambah parah, semakin tidak percaya orang terhadap korona,” kata Mardian.
Baca juga: Lebih Sepertiga Masyarakat Sumbar Percaya Covid-19 Konspirasi Global
Terkait razia masker yang diterapkan Pemerintah Kota Padang, Mardian berpendapat, itu sedikit mempengaruhi beberapa orang di sekitarnya untuk disiplin menggunakan masker meskipun tidak signifikan. Namun, mereka mengenakan masker hanya karena takut dirazia, bukan kesadaran pribadi.
”Ada perubahan sedikit. Namun, sekadar untuk menghindari razia. Kalau tidak ada polisi, mereka acuh,” ujar Mardian terkait razia yang berdasar pada Peraturan Daerah Sumbar Nomor 6 Tahun 2020 tentang Adaptasi Kebiasaan Baru dalam Pencegahan dan Pengendalan Covid-19 itu.