Kasus kebakaran lahan masih terjadi di Kabupaten Merauke. Masyarakat membuka ladang dengan cara tradisional, yakni membakar lahan di tengah musim kemarau yang melanda kabupaten tersebut saat ini.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·3 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Kebakaran lahan kembali terjadi di Kabupaten Merauke, Papua. Hingga Selasa (13/10/2020) malam, tercatat terdapat sembilan titik api di dua distrik atau kecamatan dari hasil pantauan satelit Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika.
Sembilan titik api itu tersebar di Distrik Ngguti dan Distrik Tabonji. Data harian jumlah titik api di Merauke selalu berubah-ubah selama bulan ini. Sebelumnya, pada 9 Oktober, tercatat 50 titik api. Saat itu, selain di Merauke, titik api juga tersebar di tiga distrik di Kabupaten Mappi, tetangga Merauke. Di Merauke sendiri titik api tersebar di 12 distrik.
Berdasarkan analisis BMKG terkait Hari Tanpa Hujan (HTH) di wilayah selatan Papua pada bulan ini masuk kategori sangat pendek dan sangat panjang. Daerah dengan kriteria HTH Sangat Panjang (30-61 hari) terjadi di Distrik Okaba, Merauke.
Kepala Stasiun Klimatologi Merauke Sulaeman, saat dihubungi dari Jayapura, Rabu (14/10/2020), mengatakan, secara umum wilayah bagian Selatan Papua mengalami curah hujan dengan kategori rendah, yakni 0-55 milimeter, hingga kategori menengah, yakni 51-150 milimeter, selama 10 hari terakhir. Kondisi ini terjadi di wilayah Merauke, Mappi, Boven Digoel, dan Asmat.
”Terjadi fenomena musim kemarau di Merauke saat ini. Diperkirakan akan turun hujan secara rutin pada awal Desember mendatang. Namun, kondisi titik api pada tahun ini tidaklah terlalu parah bila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Jarak pandang di Merauke masih normal, yakni 4 kilometer dan kualitas udara tidak terlalu berasap,” papar Sulaeman.
Ia pun mengimbau agar masyarakat, khususnya petani, tidak menggunakan cara membakar lahan dalam pembukaan ladang. ”Apabila warga terus membakar lahan dengan masif, jumlah titik api akan meningkat tajam. Kondisi ini menyebabkan kualitas udara buruk dan bisa mengganggu transportasi udara karena jarak pandang yang buruk,” katanya.
Berdasarkan data Balai BMKG Wilayah V Jayapura, dari tahun 2015 hingga 2018 terdapat 500-1.000 titik api di Merauke dan sekitarnya per tahun. Kondisi ini sangat berbahaya untuk aktivitas penerbangan di Merauke dan wilayah sekitarnya. Masyarakat setempat juga rawan terkena penyakit infeksi saluran pernapasan.
Kepala Satuan Polisi Pamong Praja dan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Papua Welliam Manderi mengatakan, pihaknya terus berkoordinasi dengan Pemkab Merauke terkait temuan titik api selama beberapa pekan terakhir di kabupaten tersebut.
Welliam mengungkapkan, adanya titik api bukan karena pembakaran hutan, tetapi karena masyarakat setempat masih menggunakan metode bertani dengan cara tradisional, yakni membersihkan ladang dengan cara membakar rumput sebelum ditanami bibit tanaman.
Kabupaten Merauke belum memiliki Badan Penanggulangan Bencana Daerah sejak dibubarkan pada 2017. Hal ini menjadi kendala dalam upaya pengawasan dan kegiatan pencegahan pembakaran lahan oleh warga.
”Kami akan berkoordinasi dengan pemda, aparat TNI, dan Polri agar segera menindaklanjuti masalah ini sebelum titik api terus bertambah. Sudah tersedia anggaran dari pusat untuk penanggulangan bencana di Kabupaten Merauke sebesar Rp 14 miliar tahun ini,” ujar Welliam.
Kepala Polres Merauke Ajun Komisaris Besar Ary Purwanto menambahkan, pihaknya terus bersinergi dengan aparat TNI secara rutin mengimbau para petani agar mengurangi kegiatan pembakaran lahan di tengah musim kemarau.