Proses Penetapan UMK di Jatim Belum Temukan Titik Terang
Proses penetapan upah minimum kabupaten/kota di Jawa Timur belum menemui titik terang. Buruh ingin upah naik melebihi penetapan provinsi. Sedangkan pengusaha enggan naik karena situasi perekonomian belum pulih.
Oleh
AMBROSIUS HARTO
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Proses penetapan upah minimum kabupaten/kota di Jawa Timur belum menemui titik terang. Buruh menginginkan kenaikan upah melebihi penetapan tingkat provinsi. Sebaliknya, pengusaha berharap upah tidak naik karena situasi perekonomian dianggap belum pulih akibat Covid-19.
Upah minimum kota/kabupaten (UMK) saat ini tengah dibahas di tingkat dewan pengupahan kabupaten/kota. UMK akan diputuskan bupati/wali kota dan efektif berlaku awal tahun depan atau 2021.
Sebelumnya, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa menetapkan upah minimum provinsi (UMP) 2021. UMP Jatim 2021 naik Rp 100.000 menjadi Rp 1.868.777,08. Kenaikan yang tertuang dalam Keputusan Gubernur Jatim No 188/498/KPTS/013/2020 tentang Upah Minimum Provinsi Jawa Timur Tahun 2021 ini, 5,65 persen lebih besar daripada tahun lalu yang mencapai Rp 1.768.777,08.
Sejauh ini, UMP Jatim 2021 masih di bawah nilai terendah UMK 2020 di sembilan kabupaten, senilai Rp 1.913.321,73. Nilai itu berlaku di Sampang, Pamekasan, Situbondo, Madiun, Ngawi, Magetan, Ponorogo, Pacitan, dan Trenggalek.
Untuk nilai tertinggi UMK 2020 ada di Surabaya, ibu kota Jatim, Rp 4.200.479,19. UMK 2020 yang di atas Rp 4 juta, selain Surabaya, ada di Gresik (Rp 4.197.030,51), Sidoarjo (Rp 4.193.581,85), Kabupaten Pasuruan (Rp 4.190.133,19), dan Kabupaten Mojokerto (Rp 4.179.787,17).
Sekretaris Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Jatim Jazuli, Selasa (3/11/2020), mengatakan, buruh mengapresiasi kebijakan Gubernur Jatim yang menetapkan kenaikan UMP. Jatim mengabaikan Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/11/HK.04/x/2020 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2021 pada Masa Pandemi Covid-19 bertanggal 26 Oktober 2020.
Edaran bersifat tidak mengikat. Kenaikan UMP juga ditempuh DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan.
Bahkan, persentase kenaikan UMP Jatim yang 5,65 persen ternyata tertinggi se-Indonesia. Namun, nilai atau nominal yang Rp 1.868.777,08 masih kalah dibandingkan dengan 30 provinsi lainnya di seluruh Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua, Nusa Tenggara, dan Bali. UMP Jatim 2021 lebih tinggi dibandingkan dengan DIY, Jateng, dan Jawa Barat.
Akan tetapi, menurut Jazuli, buruh tetap berpandangan kenaikan itu tidak berdampak atau memberi asas kemanfaatan. Alasannya, UMP masih di bawah nilai terendah UMK 2020.
”Pertimbangan kami, UMP Jatim 2021 bisa menyentuh angka Rp 2,5 juta, yang merupakan rerata dari nilai tertinggi dan terendah,” kata Jazuli.
Selanjutnya, UMK jelas tidak boleh lebih rendah daripada UMP. Seperti perekonomian terpukul wabah, kehidupan buruh juga mengalami hal sama. Kenaikan signifikan diyakini akan lebih berdampak positif terhadap kehidupan buruh memulihkan perekonomian keluarga.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Indonesia Jatim Adik Dwi Putranto berharap, bupati/wali kota di Jatim tidak menaikan UMK. Nilai UMK 2020 yang berlaku kini masih tetap di atas UMP 2021. ”Pertimbangan penting untuk diperhatikan adalah perekonomian Jatim yang juga terpukul akibat wabah Covid-19,” kata Adik.
Menurut Adik, mengutip data Pemprov Jatim, pagebluk mengakibatkan lebih dari 230 perusahaan menempuh pemutusan hubungan kerja terhadap 7.000 buruh. Selain itu, lebih dari 600 perusahaan merumahkan hampir 35.000 pekerja. Pekerja migran Indonesia asal Jatim yang menganggur karena kontrak selesai, batal berangkat, dan terkena PHK, hampir 9.400 orang.
Data Badan Pusat Statistik Jatim juga memperlihatkan perekonomian masih terpukul akibat wabah. Kinerja perekonomian Jatim pada triwulan atau semester I-2020 minus 5,9 persen.
Sejak pagebluk menyerang Indonesia, termasuk Jatim, pada Maret, kinerja perekonomian Jatim yang mencatat inflasi atau kenaikan harga dan jasa hanya terjadi pada Mei sebesar 0,18 persen dan Agustus sebesar 0,04 persen. Deflasi terjadi pada Maret (0,01 persen), April (0,12 persen), Juni (0,28 persen), Juli (0,29 persen), September (0,15 persen), dan Oktober (0,02 persen).
”Kami berharap situasi perekonomian yang belum pulih ini bisa dipahami dan diterima ketika pengusaha meminta upah tidak naik,” kata Adik.