Ki Seno Nugroho, Dalang Kreatif nan Jenaka itu Berpulang....
Pedalang muda asal Daerah Istimewa Yogyakarta, Ki Seno Nugroho, meninggal, Selasa (3/11/2020) malam. Ia dikenal sebagai dalang kreatif dan jenaka, yang getol mengenalkan wayang melalui kanal digital.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO/GREGORIUS MAGNUS FINESSO
·5 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Dalang kreatif Ki Seno Nugroho meninggal dalam usia 48 tahun di Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Selasa (3/11/2020) malam. Kepergian dalang jenaka itu meninggalkan duka mendalam bagi seluruh penggemar dan pegiat seni tradisional, khususnya pewayangan gagrak Yogyakarta.
”Ada gangguan di jantungnya yang akhirnya menyebabkan almarhum meninggal. Itu lebih kurang (Selasa) pukul 22.15,” kata Gunawan Widagdo (38), manajer Ki Seno, di rumah duka, Dusun Gayam, Desa Argosari, Kecamatan Sedayu, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Rabu (4/11/2020).
Gunawan menyampaikan, almarhum akan dimakamkan di Makam Semaki Gede, Kota Yogyakarta, Rabu siang. Pertimbangan keluarga memilih lokasi tersebut agar almarhum dimakamkan dekat dengan keluarga besarnya. Ayahnya yang juga pedalang, yaitu Ki Suparman Cermowiyoto, juga dimakamkan di pemakaman tersebut.
Selanjutnya, Gunawan mengatakan, almarhum merupakan sosok yang rendah hati. Dalam bergaul, ia tidak membeda-bedakan latar belakang dan usia. Bersosialisasi dengan warga di sekitar tempat tinggal selalu diutamakannya.
”Dia sangat low profile (sederhana). Dia dalang yang sangat membaur dengan masyarakat di sini. Sangat rendah hati,” kata Gunawan.
Pementasan ditayangkan langsung lewat kanal Youtube. Hasil donasi sempat terkumpul hingga Rp 200 juta yang kemudian didonasikan kepada para seniman tradisional di wilayah Yogyakarta.
Almarhum dikenal pula sebagai sosok yang dermawan. Salah satu bentuk kedermawanannya adalah pembuatan format baru pementasan wayang yang disebut dengan ”wayang climen”. Pementasan hanya berlangsung dalam kurun dua jam.
Format pentas itu dibuat semasa pandemi Covid-19 dengan sistem donasi pada Mei lalu. Pementasan ditayangkan langsung lewat kanal Youtube. Hasil donasi terkumpul hingga Rp 200 juta yang kemudian didonasikan kepada para seniman tradisional di wilayah Yogyakarta yang terdampak pandemi Covid-19.
”Lalu, beliau juga memikirkan tentang bagaimana para pesinden dan wiyaganya agar tetap berpenghasilan dalam kondisi pandemi ini. Maka, wayang climen dikomersialkan. Ternyata, sekarang pementasan wayang virtual diikuti dalang-dalang lain,” kata Gunawan.
Tatin Lestari Handayani (34), salah satu pesinden di DIY, mengenal almarhum sebagai sosok yang jenaka. Kepergian almarhum akan sangat dirindukannya. Ia telah menjadi pesinden bagi almarhum sejak 2009. Keberhasilan yang diperolehnya sebagai pesinden, menurut dia, tak lepas dari campur tangan Ki Seno Nugroho.
”Beliau adalah bapak saya. Semuanya, saya belajar dari beliau tentang apa saja. Termasuk ’gojekan’ panggung. Saya bisa seperti ini karena Pak Seno,” ucap Tatin, sambil terisak.
Pantauan Kompas, suasana rumah duka Ki Seno di Bantul, sejak Rabu pagi dipenuhi pelayat. Meski ramai, mereka tetap berupaya menerapkan protokol kesehatan pencegahan penularan Covid-19, seperti cuci tangan dan memakai masker.
Padukan Gagrak
Ki Seno lahir di Yogyakarta, 23 Agustus 1972. Ki Seno mengenyam pendidikan di Sekolah Menengah Karawitan Indonesia (SMKI) jurusan pedalangan. Ia salah satu sosok dalang yang sukses membuat kesenian wayang kulit dicintai kaum milenial melalui pertunjukan digital. Meski berlatar belakang gagrak Yogyakarta, Ki Seno mampu memainkan pertunjukan wayang kulit dengan memadukannya dengan gagrak Surakarta.
Ia juga mengemas segmen goro-goro dalam gagrag wayang Jawa yang memainkan para tokoh punakawan, yakni Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong, dalam kemasan kekinian. Guyonannya segar sehingga mampu menarik penikmat wayang, termasuk kaum muda.
Meski berlatar belakang gagrak Yogyakarta, Ki Seno mampu memainkan pertunjukan wayang kulit dengan memadukannya dengan gagrak Surakarta.
Sebagai anak pedalang, Ki Seno telah belajar mendalang sejak usia 10 tahun. Dalam perhelatan peringatan ”500 Tahun Sunan Kalijaga” di Yogyakarta, 18-31 Juli 2011 silam, Ki Seno Nugroho mementaskan lakon ”Pandhawa Muksa” di Alun-alun Utara Keraton Ngayogyakarta. Saat itu, ia mengangkat cerita yang dipercaya sebagai kreasi Sunan Kalijaga, salah satu Wali Sanga yang berdakwah Islam di tanah Jawa sekitar abad ke-16 Masehi. Umumnya cerita itu carangan alias pengembangan baru dari pakem asli wayang kulit itu.
”Tak ada cerita Jamus Kalimasada dalam lakon asli. Itu kreasi Sunan Kalijaga demi memasukkan napas Islam dalam cerita wayang kulit,” kata Ki Seno Nugroho (Kompas, 19/8/2011). Meski dikaitkan dengan ajaran Islam, lakon yang dimainkan Ki Seno saat itu tetap enak ditonton karena mempertahankan unsur-unsur drama.
Seniman peran dan pelawak tradisional Yogyakarta, Susilo Nugroho, atau lebih kondang disapa Den Baguse Ngarsa (61), mengenang, Ki Seno punya keunggulan untuk membuat wayang kulit sebagai pertunjukan yang menarik. Di tangannya, wayang bisa menjadi sebuah tontonan yang juga memberikan laku tuntunan bagi masyarakat. Menurut dia, Seno menyadari pentingnya sisi tontonan dalam sebuah pertunjukan.
”Kreativitasnya sangat baik. Selama ini, dikotomi tuntunan dan tontonan selalu diperdebatkan. Tetapi, dia memilih tontonan tidak bisa dihindarkan karena wayang juga sebuah pertunjukan,” kata Susilo.
Lebih lanjut, Susilo mengungkapkan, pihaknya melihat ada lompatan besar yang dibuat Seno dalam pertunjukan wayangnya. Banyak penggemarnya mengelu-elukan karakter Bagong yang ditampilkan Seno. Bagong dibuat sebagai sosok yang cerdas dan membicarakan hal-hal yang aktual.
”Bagongnya Seno itu versi yang cerdas. Kelihatannya ini nekat. Kebanyakan Bagong itu dikesankan lugu dan asal melucu. Kalau ini tidak, Bagong itu cerdas dan aktual. Ini salah satu kelebihan Seno,” kata Susilo.
Wakil Wali Kota Yogyakarta Heroe Poerwadi mengungkapkan, pihaknya merasa sangat kehilangan dengan kepergian almarhum. Ia menyebut almarhum sebagai sosok yang ulet sehinggga membuat wayang kulit, khususnya gagrag Yogyakarta, bisa selalu eksis dan digemari masyarakat. Ia mengaku juga kerap menyaksikan pertunjukan wayang almarhum lewat Youtube.
Lebih lanjut, Heroe menyatakan, dari kanal Youtube almarhum, jumlah penonton bisa mencapai lebih dari 20.000 orang. Apabila siaran langsung, penontonnya mencapai 8.000 orang dalam sekali waktu. Menurut dia, almarhum mampu menginspirasi banyak seniman tradisi untuk tetap bisa berkaya meski dalam kondisi pandemi.
”Dia adalah seniman yang menguasai pertunjukan dunia maya. Rajanya live streaming untuk pertunjukan seni budaya,” kata Heroe. Selamat jalan Ki Seno. Selamat jalan dalang kreatif nan jenaka dari Yogyakarta....