Pemerintah Daerah di Pantura Jateng Mulai Siapkan Mitigasi Bencana
Untuk memitigasi risiko bencana tanah longsor, Pemerintah Kabupaten Batang, Jawa Tengah, memasang enam alat pendeteksi pergerakan tanah. Di Kabupaten Tegal, saluran air dibersihkan untuk mencegah banjir.
Oleh
KRISTI UTAMI
·3 menit baca
BATANG, KOMPAS — Memasuki musim hujan, pemerintah daerah di wilayah pantura barat Jawa Tengah mulai bersiap menghadapi bencana. Pemerintah Kabupaten Batang misalnya, memasang enam alat pendeteksi dini pergerakan tanah di sejumlah daerah rawan longsor. Sementara di Kabupaten Tegal, saluran air dibersihkan untuk mencegah banjir.
Berdasarkan kajian risiko bencana Badan Penanggulangan Bencana Derah (BPBD) Kabupaten Batang, ada sembilan jenis bencana yang berisiko terjadi di Batang, yakni banjir, banjir bandang, tanah longsor, puting beliung, kebakaran hutan, letusan gunung berapi, gelombang tinggi, kekeringan, dan gempa bumi. Pada musim hujan, bencana yang memungkinkan terjadi antara lain banjir, angin kencang, dan longsor. Bencana khas musim hujan rawan terjadi di Batang bagian utara dan selatan.
”Di daerah utara atau daerah pesisir, seperti Kecamatan Tulis, Gringsing, dan Kandeman, itu rawan banjir. Sementara di daerah selatan, seperti Kecamatan Tersono, Bawang, Blado, Bandar, dan Reban, itu rawan longsor karena berada di dataran tinggi,” kata Bupati Batang Wihaji dalam keterangannya, Rabu (4/11/2020).
Untuk memitigasi bencana tanah longsor, Pemerintah Kabupaten Batang bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah memasang alat pendeteksi dini pergerakan tanah. Menurut Kepala BPBD Batang Ulul Azmi, alat pendeteksi dini pergerakan tanah dipasang di enam lokasi, yakni, satu alat di Kecamatan Tulis dan lima alat di Kecamatan Blado.
”Melalui alat itu, kami bisa memantau perkembangan terkini terkait pergerakan tanah. Tak hanya itu, warga di sekitar daerah rawan longsor juga bisa mendapat peringatan dini untuk menyelamatkan diri sebelum tanah longsor terjadi,” ujar Ulul.
Warga di sekitar daerah rawan longsor juga bisa mendapat peringatan dini untuk menyelamatkan diri sebelum tanah longsor terjadi.
Sebelumnya, tanah longsor pernah terjadi di Kecamatan Tulis, Februari lalu. Kala itu, jalan yang menghubungkan dua desa di kecamatan tersebut ambles sekitar 80 sentimeter. Kejadian itu juga berdampak pada rusaknya 15 hektar sawah. Akibatnya, sawah tersebut tidak bisa lagi ditanami padi.
”Sebagai langkah antisipasi, kami sudah menetapkan status siaga bencana mulai Oktober 2020-Juni 2021. Pemkab Batang juga sudah menyiapkan anggaran penanggulangan bencana sebesar Rp 800 juta,” kata Ulul.
Sementara itu, Pemkab Tegal bersama sejumlah instansi juga mengadakan rapat untuk mengantisipasi munculnya bencana di musim hujan. Dalam kegiatan tersebut, prakirawan cuaca Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Tegal, Kaharudin, mengimbau masyarakat mewaspadai potensi banjir dan tanah longsor di sejumlah wilayah di Kabupaten Tegal.
”Tahun ini, curah hujan diprediksi lebih tinggi dari sebelumnya karena ada fenomena La Nina. Adapun puncak musim hujan diperkirakan terjadi pada Januari-Februari 2021,” kata Kaharudin.
Kaharudin meminta masyarakat membersihkan saluran air untuk mencegah luapan air saat dilanda hujan. Kebiasaan membuang sampah di sungai juga harus dihentikan.
Beberapa waktu lalu, aktivitas pembuangan sampah bambu sempat menyumbat aliran air di Sungai Kemiri Kabupaten Tegal. Tak mau peristiwa serupa terulang, pemerintah setempat menginstruksikan seluruh camat dan kepala desa untuk mengedukasi masyarakat terkait larangan membuang sampah ke sungai. Harapannya, potensi banjir akibat sumbatan aliran sungai bisa ditekan.