Tujuh Bulan Sudah Para Pahlawan Kesehatan Kalimantan Barat Berjibaku Melawan Covid-19
Tenaga kesehatan dan sukarelawan di Kalimantan Barat sudah tujuh bulan berjibaku merawat pasien Covid-19. Mereka bahkan kehilangan momen bersama keluarga, melawan rasa lelah bahkan distigma.
Tenaga kesehatan dan sukarelawan di Kalimantan Barat sudah tujuh bulan berjibaku merawat pasien Covid-19. Mereka bahkan kehilangan momen bersama keluarga, melawan rasa lelah, dan dihadapkan pada stigma negatif. Ditambah lagi, mereka menghadapi pasien yang tidak percaya terhadap Covid-19.
Salah satu sukarelawan Covid-19 di Kota Pontianak, Kalimantan Barat, dalah dokter Panggi Anggriawan. Ia menjadi sukarelawan sejak awal Pandemi Covid-19 di Pontianak, sekitar Maret atau April.
Waktu itu, Dinas Kesehatan Kota Pontianak membuka lowongan untuk sukarelawan Covid-19. Kebetulan Panggi merupakan dokter di salah satu puskesmas di Pontianak. Ia mendapat informasi tentang pembukaan sukarelawan dokter, tetapi tidak ada yang mendaftar. Melihat kondisi seperti itu, Panggi pun mendaftar.
Ketika kembali ke kota asal di Pontianak, saya terpanggil menjadi sukarelawan. (Panggi Anggriawan)
”Kebetulan dulu saat kuliah di Jawa Tengah saya pencinta alam, sebagai tim bantuan medis sering turun ke bencana alam. Jadi, ketika kembali ke kota asal di Pontianak, saya terpanggil menjadi sukarelawan,” kata Panggi, Kamis (5/11/2020).
Ia mendaftar menjadi sukarelawan Covid-19 dan ditempatkan di rusunawa, salah satu tempat isolasi pasien Covid-19 di Pontianak. Pada awal pandemi, beberapa bulan tenaga dokter di rusunawa hanya dia sendiri. Kalau sekarang totalnya sudah ada lima dokter.
Pada awal pandemi Covid-19, ia tidak bisa bertemu anak dan istri serta orangtua. ”Saking takutnya, mau pulang ketemu anak dan istri tidak berani. Saya tidak bisa bertemu keluarga sekitar sebulan lebih kala itu. Selama sebulan lebih itu, saya tidur di rusunawa,” ungkapnya.
Belum lagi risiko nyawa karena berpotensi tertular Covid-19. ”Apalagi, saya ada riwayat komorbid, yakni asma. Waktu itu sempat khawatir juga, namun sudah siap dengan segala konsekuensinya,” tuturnya.
Untungnya hingga kini, Panggi tidak pernah terkonfirmasi Covid-19 meskipun berada di lingkungan pasien konfirmasi Covid-19. Sebab, protokol kesehatan selalu ia jalankan, terutama di tempat tugas.
Secara pribadi Panggi tidak pernah mengalami stigma dari masyarakat. Namun, tenaga kesehatan lainnya, yakni rekan-rekan Panggi, ada yang pernah mengalami stigma di awal-awal pandemi.
Saat ada pembukaan pendaftaran sukarelawan, ada tenaga kesehatan yang mendaftar, bahkan ada anak dari luar Pontianak yang mendaftar. Saat di Pontianak, mereka tinggal di kos. Ibu kos mereka meminta mereka keluar dari kos karena dianggap dapat menularkan Covid-19.
”Padahal yang ngekos itu sukarelawan kesehatan yang mau berkontribusi terhadap penanganan Covid-19 di Pontianak. Stigma seperti itu tantangan,” kata Panggi.
Belum lagi, ada pasien yang tidak percaya terhadap Covid-19. Itu banyak ditemukan. Ada orang tanpa gejala (OTG). Pasien OTG ada yang mempertanyakan mengapa ia diisolasi. Ada pasien OTG yang mengatakan, ”Saya tidak sakit mengapa diisolasi?”
Baca juga : Pontianak Masuk Zona Merah Covid-19
Di sinilah peran tenaga kesehatan mengedukasi, bagaimana penyakit ini sebenarnya, mengapa ada yang bergejala dan ada yang tidak bergejala. Menghadapi pasien-pasien sulit dibina seperti ini membutuhkan kesabaran agar pasien mulai sadar.
Tenaga kesehatan juga tidak hanya merawat dan mengedukasi pasien terkait Covid-19, tetapi dalam kasus tertentu harus mengajari pasien yang gagap teknologi. Suatu ketika, ada pasien usia lanjut yang tidak bisa menggunakan handphone (HP).
Bahkan, pasien tersebut mengisi daya HP saja tidak bisa. Sementara komunikasi dengan pasien di tempat isolasi menggunakan HP. Akhirnya, tenaga kesehatan membimbing pasien itu bagaimana cara menggunakan HP.
”Karena kami ingin pasien itu sehat. Akhirnya pasien usia 70-an tahun itu bisa melalui perawatan dan sehat bisa pulang kembali,” ungkap Panggi.
Psikologi pasien juga menjadi perhatian. Jika secara fisik bisa diobati tetapi kalau psikisnya terganggu, tetap memengaruhi kondisi fisik. Jadi, psikologi juga perlu diperhatikan bagaimana caranya mereka tetap bisa bahagia, meyakinkan pasien bisa menghadapi Covid-19.
”Kami ingin setiap pasien bisa sembuh dan keluar dengan senyum bahagia,” kata Panggi.
Patuhi protokol
Untuk itu, Panggi berpesan kepada masyarakat, kondisi rumah sakit semua penuh. Kalau sampai rusunawa juga penuh, dampaknya juga ke masyarakat. Maka, perlu peran semua lapisan masyarakat untuk mengatasi Covid-19.
Tokoh masyarakat, aparat desa, pengelola tempat hiburan dan warung kopi juga harus berperan. Mereka harus terlibat bagaimana menerapkan protokol kesehatan. Meskipun mereka mencari rezeki, tetap harus menjaga protokol kesehatan. Dengan menerapkan protokol kesehatan, diharapkan tidak menambah kasus Covid-19.
Termasuk pada acara pernikahan juga salah satu yang berpotensi menjadi sumber penularan Covid-19 secara massal. Ketika pembuat acara dan atau hadirin tidak menerapkan protokol kesehatan, bakal menambah panjang penularan penyakit tersebut.
Tantangan yang kurang lebih sama dihadapi sukarelawan Covid-19 lainnya di rusunawa Pontianak Muhammad Toha (25). Ia adalah perawat yang menjadi sukarelawan Covid-19 sejak April pada awal pandemi Covid-19 di rusunawa.
Ia merasa terpanggil menjadi sukarelawan dalam situasi saat ini. Ia dan sukarelawan lainnya sejak awal pandemi sudah di rusunawa. Ketika ia menjadi sukarelawan, awalnya orangtua Toha tidak menyetujui.
”Keluarga sampai seperti menyembunyikan bahwa saya kerja menjadi sukarelawan Covid-19 karena khawatir akan dijauhi. Namun, karena sebagai perawat, saya sudah mengetahui bagaimana menjaga kesehatan, saya terus maju menjadi sukarelawan,” kata Toha.
Sekitar 6-7 bulan terakhir saat pulang ke rumah, ia tidur di ruangan terpisah. Ada kamar khusus untuk Toha di rumah. Ia memperlakukan dirinya seperti orang yang positif Covid-19 demi keselamatan keluarganya.
Piring dan alat makan untuk Toha sudah dipisahkan. ”Saya tidak pernah makan sama-sama dengan keluarga sejak menjadi sukarelawan Covid-19. Jadi mengorbankan kebersamaan dengan keluarga. Tidak bisa main bersama keponakan,” ungkap Toha.
Sekitar Oktober, ia pernah kelelahan karena pasien melonjak. Tidak ada jeda melepas alat pelindung diri (hazmat) sekitar 5 jam. Saat menggunakan hazmat badan terasa panas, belum lagi harus bolak-balik ke lantai dua atau tiga. Selama menggunakan hazmat tidak makan dan minum, tetapi ia masih bisa menahan.
Toha juga pernah menghadapi pasien yang tidak percaya terhadap Covid-19. Bahkan ada pasien yang berkata, ”Saya sehat, ngapain diisolasi di sini. Saya ini korban dari kalian,” ujar pasien itu. Pasien tersebut menganggap dia diisolasi karena ada rekayasa.
Irneta Bela Novita (25), sukarelawan lainnya, juga menghadapi tantangan. Bela menjadi sukarelawan mulai April saat ia baru selesai kuliah. Ia awalnya di rusunawa. Namun sekarang, ia di Bidang Pemberantasan, Pencegahan Penyakit, dan Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Kota Pontianak.
Dengan latar belakang disiplin pendidikan bidang epidemiologi, selain mengolah data, ia juga melakukan penyelidikan epidemiologi saat ada warga yang tes usap (swab). Tantangannya, sebelum melakukan penyelidikan epidemiologi, kita tidak tahu apakah seseorang yang akan diperiksa terkonfirmasi atau tidak.
Maka, ia sangat berisiko tertular Covid-19. Disiplin menjalankan protokol kesehatanlah menjadi sandarannya sehingga terhindar dari Covid-19. Semangat dari orangtuanya terus menjadi pemacu semangat. Apalagi, ia menjadi sukarelawan mendapat dukungan dari orangtua.
Rawan Covid-19
Tenaga kesehatan sangat rawan terkena Covid-19. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Kalbar hingga hingga Selasa (27/10/2020), jumlah tenaga kesehatan yang terkonfirmasi Covid-19 di Kalbar 440 orang.
Menurut Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalbar Harisson, dari 440 tenaga kesehatan yang terkonfirmasi Covid-19, sebagian besar berada di Pontianak. Namun, sekitar 86 persen dari 440 orang itu sudah sembuh.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Pontianak Sidiq Handanu menuturkan, kehadiran sukarelawan sangat membantu penanganan Covid-19. Pihaknya bahkan kembali membuka pendaftaran relawan sejak 26 Oktober. Sudah ada sukarelawan mendaftar, yakni 3 dokter, 20 perawat, 4 tenaga gizi, 5 sanitarian, dan 10 sopir ambulans.
Baca juga : Dinas Kesehatan Kota Pontianak Membuka Pendaftaran Relawan Covid-19
Karena ada perubahan rencana, yang diambil baru 1 dokter, 8 perawat, dan 1 sopir ambulans. Sukarelawan tersebut minggu depan sudah ditempatkan di rusunawa dan puskesmas yang terdapat petugas kesehatannya terkena Covid-19.
Saat ini, perang melawan Covid-19 belum usai. Apalagi, Pontianak, ibu kota Kalbar, zona merah (risiko tinggi). Kasus terus bertambah meskipun ada yang sembuh. Data Dinas Kesehatan Provinsi Kalbar menunjukkan, hingga Jumat (6/11/2020), kasus konfirmasi Covid-19 di Kalbar totalnya 1.868 orang, 1.401 orang sembuh dan 22 orang meninggal.
Baca juga : Pontianak Masuk Zona Merah Covid-19
Harisson mengingatkan masyarakat agar disiplin menjalankan protokol kesehatan. Jangan lengah dan bosan karena hanya dengan disiplin protokol kesehatanlah, kita akan terhindar dari penularan Covid-19.