Warga Mengaku Kesulitan Patuhi Protokol Kesehatan di Pengungsian
Sebagian pengungsi erupsi Gunung Merapi di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, belum menerapkan protokol kesehatan secara ketat. Selain berkerumun, masih ada sejumlah orang yang beraktivitas tanpa menggunakan masker.
Oleh
KRISTI UTAMI/PANDU WIYOGA
·3 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Sebagian pengungsi erupsi Gunung Merapi di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, belum menerapkan protokol kesehatan secara ketat. Selain berkerumun, masih ada sejumlah orang yang beraktivitas tanpa menggunakan masker.
Di pengungsian Balai Desa Deyangan, Kecamatan Mertoyudan, Jumat (13/11/2020), misalnya, sebagian orang terlihat tanpa masker. Mayoritas adalah lansia dan anak-anak. Alasan mereka beragam, seperti sulit bernapas, lupa, dan masker masih dicuci.
Parinem (75), pengungsi asal Desa Krinjing, Kecamatan Dukun, misalnya, mengaku dirinya kesulitan bernapas jika memakai masker. Untuk itu, ia lebih sering tidak memakai masker, baik saat beraktivitas di dalam bilik maupun di luar bilik. Di dalam bilik, Parinem tinggal bersama tiga lansia lainnya.
”Kalau pakai masker napasnya tidak lega, saya kurang nyaman. Mungkin karena tidak biasa,” kata Parinem saat ditemui di Pengungsian Balai Desa Deyangan.
Salah satu sukarelawan di pengungsian Balai Desa Deyangan, Tio (22), juga terpanatu tidak memakai masker. Tio beralasan, dirinya lupa memakai kembali maskernya setelah makan.
”Saya bawa masker, tapi ketinggalan di atas motor. Tadi habis makan, terus buru-buru jadi lupa tidak dipakai lagi,” ujarnya.
Sementara itu, Santi (36), pengungsi di pengungsian Balai Desa Banyurojo, Kecamatan Mertoyudan, juga terpantau tidak memakai masker, Jumat pagi. Ia tidak memakai masker karena masker miliknya sedang dicuci. ”Maklum cuma punya dua, yang satu belum kering dan yang satu belum dicuci,” ucapnya.
Peristiwa serupa juga terjadi di pengungsian Balai Desa Mertoyudan. Hanya sebagian kecil dari total 187 pengungsi di sana yang mematuhi protokol kesehatan. Di mana-mana masih terlihat pengungsi berkerumun dan tidak menggunakan masker.
Rubiyatun (28), pengungsi dari Dusun Babadan II, Kecamatan Dukun, merasa kepanasan dan pengap apabila mengenakan masker di dalam ruangan. Juga karena lokasi pengungsian itu hanya ditempati warga dari satu dusun, ia merasa yakin pengungsi lain tidak ada yang mengidap Covid-19.
Kepala Dusun Babadan II Sudarno mengatakan, semua warga yang mengungsi sudah mendapat bantuan masker. Sabun dan air untuk cuci tangan juga disediakan di setiap pintu masuk. Meski demikian, ia mengakui, tetap sulit mengawasi kepatuhan warga agar patuh mengenakan masker dan jaga jarak.
”Relawan di sini terus-menerus mengingatkan warga agar mematuhi protokol kesehatan. Namun, budaya setempat yang guyup membuat mereka sulit dipisahkan dari kebiasaan kumpul-kumpul,” ujar Sudarno.
Meskipun ada kelemahan dalam pengawasan terhadap pelaksanaan protokol kesehatan, setidaknya pengungsian kali ini jauh lebih matang daripada 2010. Sudarno menuturkan, pada erupsi Merapi sebelumnya mereka harus tiga kali berpindah tempat pengungsian.
Yang masih sama dari kebiasaan warga adalah sering meninggalkan pengungsian untuk berladang dan beternak. Salah satu pengungsi, Sudi (60), mengatakan bosan jika sepanjang waktu harus berdiam diri selama puluhan hari di lokasi pengungsian.
Menurut Sudarno, warga memang dapat meninggalkan pengungsian untuk pulang pada pagi hari dan kembali pada sore hari. Saat akan meninggalkan lokasi pengungsian, warga harus melapor kepada pengawas di pengungsian. Lalu saat kembali, warga akan dicek suhu tubuhnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Jateng Yulianto Prabowo menuturkan, penerapan protokol kesehatan di sejumlah pengungsian di Magelang sudah cukup baik. Hal itu ditandai dengan disediakannya sejumlah fasilitas, seperti bilik-bilik khusus dan tempat cuci tangan.
”Saya rasa, penerapan protokol kesehatan di sini sudah cukup baik. Tempatnya bersih, pelayanannya bagus, makanannya juga bergizi,” kata Yulianto saat meninjau posko pengungsian di Balai Desa Banyurojo, Kamis (12/11/2020).
Yulianto mengakui, penerapan jaga jarak di pengungsian secara terus-menerus sulit dilakukan. Agar penerapan jarak antar pengungsi terjaga, perlu ladanya lokasi pengungsian yang lebih luas. ”Sementara, ini, kan, fasilitas desa, tentu saja ada keterbatasan. Tetapi, secara keseluruhan, pengungsiannya sudah cukup baik,” imbuhnya.