Rapat Dengar Pendapat Evaluasi Otsus di Merauke Langgar Maklumat Kapolda Papua
Polisi membubarkan rapat dengar pendapat tentang evaluasi otonomi khusus di Kabupaten Merauke. Hal ini dipicu adanya pelanggaran protokol kesehatan dan adanya indikasi aksi makar dalam kegiatan tersebut.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA
·2 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Pelaksanaan rapat dengar pendapat evaluasi otonomi khusus di Kabupaten Merauke, yang dibubarkan polisi pada Selasa (17/11/2020), dianggap melanggar maklumat Kepala Kepolisian Daerah Papua. Polisi menemukan pelanggaran protokol kesehatan dan ada indikasi makar.
Sebelumnya, aparat Kepolisian Resor Merauke membubarkan pelaksanaan rapat dengar pendapat evaluasi otonomi khusus di salah satu hotel. Pemicunya, tidak ada pemeriksaan Covid bagi para peserta rapat. Sebanyak 54 peserta dites cepat dan dua orang di antaranya reaktif.
Selain itu, polisi juga menemukan sejumlah barang bukti dokumen mendukung referendum Papua yang dibuang salah satu peserta rapat di sekitar hotel. Salah satu barang bukti itu adalah buku berjudul Pedoman Negara Republik Federal Papua Barat.
Kepala Polres Merauke Ajun Komisaris Besar Untung Sangaji saat dihubungi dari Jayapura, Rabu (18/11), membantah tindakan itu dilakukan menghalangi hak warga. Pembubaran rapat dilakukan karena berpotensi menimbulkan kluster baru Covid-19 dan ada indikasi perbuatan melawan negara.
”Semua peserta rapat mendapatkan perlakuan baik selama menjalani pemeriksaan di Markas Polres Merauke dan kini semuanya sudah pulang. Namun, kami tetap mengawasi mereka agar tidak melaksanakan kegiatan rapat yang berujung makar,” kata Untung.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Papua Komisaris Besar Ahmad Mustofa Kamal mengatakan, Kepala Polda Papua Inspektur Jenderal Paulus Waterpauw telah mengeluarkan maklumat pelaksanaan rapat dengar pendapat umum tentang evaluasi otonomi khusus di lima kabupaten. Sejumlah poin dalam maklumat itu, antara lain, melarang makar dalam rapat dengar pendapat dan tidak boleh diikuti lebih dari 50 peserta untuk mencegah penyebaran Covid-19.
”Pelaksanaan rapat itu harus tetap dalam kiblat Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perbedaan pendapat dalam evaluasi kebijakan negara sangat wajar. Namun, kegiatan ini tidak boleh memecah persatuan bangsa,” ujar Ahmad.
Kami tetap mengawasi mereka agar tidak melaksanakan kegiatan rapat yang berujung makar.
Ahmad pun mengimbau Majelis Rakyat Papua sebagai pelaksana rapat untuk menggunakan metode via daring demi pelaksanaan disiplin protokol kesehatan. Upaya ini dapat mencegah timbulnya kluster baru penyebaran Covid-19.
”Pihak pelaksana wajib menghormati dan menjalankan protokol kesehatan Covid-19. Caranya, menaati imbauan pemerintah untuk tidak mengumpulkan massa dalam jumlah besar dalam rangka memutus mata rantai penyebaran Covid-19 pada adaptasi kebiasaan baru,” imbaunya.
Ketua Majelis Rakyat Papua Timotius Murib meminta kepala daerah dan semua lembaga negara mendukung pelaksanaan rapat dengar pendapat evaluasi pelaksanaan otonomi khusus. Itu karena pelaksanaan kegiatan ini sesuai dengan amanah Pasal 77 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus.
”Pelaksanaan rapat terkait evaluasi otonomi khusus sesuai Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 dan Peraturan Pemerintah Nomor 54 tentang Majelis Rakyat Papua. Kesimpulannya, kami adalah lembaga negara dan melaksanakan kegiatan legal,” papar Timotius.