Kematangan Mitigasi Erupsi Merapi Tekan Potensi Jatuh Korban
Mitigasi bencana ancaman erupsi Gunung Merapi perlu disusun secara matang untuk mencegah jatuhnya banyak korban. Protokol kesehatan pencegahan Covid-19 juga mesti diutamakan mengantisipasi penularan di pengungsian.
Oleh
HARIS FIRDAUS/NINO CITRA ANUGRAHANTO
·4 menit baca
SLEMAN, KOMPAS — Mitigasi bencana terhadap ancaman erupsi Gunung Merapi di perbatasan Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta perlu disusun secara matang untuk mengantisipasi jatuhnya banyak korban. Selain itu, protokol kesehatan mesti diutamakan demi mencegah penularan Covid-19 di tempat-tempat pengungsian.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo mengatakan, mitigasi bencana erupsi Gunung Merapi harus dilakukan sebaik mungkin untuk meminimalkan risiko korban jiwa dan kerugian harta benda. Doni menyebutkan, setelah status Gunung Merapi dinaikkan menjadi Siaga (Level III), tim BNPB telah hadir di Jawa Tengah dan DIY untuk membantu upaya mitigasi bencana erupsi Merapi.
”Kami memberikan sejumlah masukan kepada pemerintah daerah mengingat saat ini masih ada Covid-19, maka yang menjadi prioritas adalah membuat sistem pengungsian yang berbasis protokol kesehatan,” ungkap Doni saat mengunjungi kantor Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG), Yogyakarta, Kamis (19/11/2020).
Doni menambahkan, tempat pengungsian juga harus dilengkapi berbagai fasilitas agar warga yang mengungsi merasa nyaman. Beberapa fasilitas itu, antara lain, tempat tidur yang memadai, air bersih, dan sanitasi. Selain itu, harus ada dukungan logistik dan obat-obatan untuk setiap tempat pengungsian yang ada.
Doni menyebutkan, BNPB akan memberikan bantuan anggaran kepada empat kabupaten di sekitar Gunung Merapi, yakni Sleman di DIY, serta Magelang, Boyolali, dan Klaten di Jawa Tengah. Setiap kabupaten dibantu Rp 1 miliar.
Kami akan memberikan bantuan Rp 1 miliar kepada setiap kabupaten. Terdapat satu kabupaten di DIY dan tiga kabupaten di Jawa Tengah.
”Hari ini kami akan memberikan bantuan Rp 1 miliar kepada setiap kabupaten. Terdapat 1 kabupaten di DIY dan 3 kabupaten di Jawa Tengah,” ujarnya.
Selain itu, BNPB juga menyiagakan satu helikopter untuk membantu mitigasi dan penanganan bencana terkait Gunung Merapi. Helikopter itu bisa dimanfaatkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Tengah ataupun DIY. ”Kami juga akan menempatkan satu helikopter yang nanti bisa digunakan Pemerintah Provinsi DIY dan Jawa Tengah dalam rangka mengantisipasi hal-hal yang berhubungan dengan kegunungapian,” kata Doni.
Doni menambahkan, bantuan lain yang diberikan berupa 2.500 alat tes cepat antigen. Alokasi penggunaan perangkat tes bergantung pada keinginan dinas kesehatan setempat. Diharapkan, alat ini dapat digunakan untuk mendeteksi kondisi kesehatan sukarelawan ataupun pihak-pihak yang ingin memberikan bantuan. Kondisi kesehatan orang dari luar kawasan pengungsian harus dipastikan agar tidak terjadi penularan Covid-19.
”Jangan sampai ada orang baru datang dan tidak diketahui kondisinya. Ternyata, dia sudah positif Covid-19 tanpa menunjukkan gejala. Ini bisa menulari pengungsi yang belum terpapar Covid-19. Kita harus jaga ini jangan sampai muncul kluster penularan di pengungsian,” kata Doni.
Secara terpisah, Kepala Pelaksana BPBD DIY Biwara Yuswantana menyampaikan, pihaknya meminta koordinator posko pengungsian agar memastikan protokol kesehatan berjalan ketat. Hal ini didasari kondisi lokasi pengungsian di Desa Glagaharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, DIY, yang masih menjadi zona hijau atau belum terjadi penularan Covid-19. Sukarelawan dan pemberi bantuan dari luar daerah diminta meminimalkan interaksi dengan pengungsi.
”Yang perlu disaring adalah orang yang datang ke pengungsian. Sukaelawan yang masuk harus didata dan dipastikan kondisi kesehatannya oleh petugas. Petugas yang masuk ke barak juga difokuskan yang berasal dari wilayah Sleman, khususnya Kecamatan Cangkringan. Ini untuk memastikan agar orang-orang yang di barak betul-betul aman dari Covid-19,” ujar Biwara.
Kepala Pelaksana BPBD Sleman Joko Supriyanto mengungkapkan, pihaknya mencegah pemberi bantuan langsung berinteraksi dengan pengungsi. Pemberi bantuan harus melalui sekretariat posko pengungsian. Setelah itu, sukarelawan posko pengungsian yang akan menyalurkan bantuan kepada para pengungsi.
Belanja tidak terduga
Masih terkait dengan anggaran, Kepala Bidang Anggaran Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Kabupaten Sleman Aji Wibowo menyampaikan, anggaran yang digunakan untuk upaya mitigasi dan penanganan ancaman erupsi Merapi diambil dari belanja tidak terduga. Adapun besar anggaran belanja tak terduga dari Kabupaten Sleman, yang tersisa hingga akhir tahun, sekitar Rp 39,84 miliar. Pos belanja tidak terduga ini juga digunakan untuk penanganan kedaruratan lainnya.
Lebih lanjut, Aji menjelaskan, khusus untuk upaya mitigasi dan penanganan Merapi, anggaran yang sudah terserap sebesar Rp 6,6 miliar. Anggaran sebesar itu digunakan untuk berbagai hal. Mulai dari pembentukan sekat barak pengungsian, perbaikan jalur evakuasi, pendirian dapur umum, hingga lain sebagainya. Penyerapan anggaran berdasar pada status tanggap darurat kebencanaan.
Biwara menambahkan, saat ini, fokus mitigasi bencana dalam kendali BPBD Sleman. Sementara BPBD tingkat provinsi berperan sebagai pendukung apabila BPBD Sleman membutuhkan bantuan tambahan. Anggaran belanja tak terduga yang tersisa hingga akhir tahun sekitar Rp 60 miliar. ”Ini disesuaikan untuk keperluan kedaruratan. Disesuaikan untuk kebutuhan Covid-19 dan Merapi,” ujarnya.
Kepala Seksi Mitigasi Bencana BPBD Sleman Joko Lelono mengungkapkan, pihaknya tengah menyiapkan 13 barak pengungsian tambahan. Barak tersebut tersebar di tiga kecamatan, yakni Turi, Pakem, dan Cangkringan. Saat ini, barak yang sudah digunakan berada di Balai Desa Glagaharjo. Pengungsi berasal dari Dusun Kalitengah Lor, Desa Glagaharjo, yang berada dalam radius 5 kilometer dari puncak Merapi.