Covid-19 Masih Mengancam, Pembelajaran Tatap Muka Tidak Perlu Dipaksakan
Kebijakan membuka pembelajaran tatap muka mesti dilakukan dengan sangat hati-hati. Tanpa protokol kesehatan dan pengawasan ketat, keselamatan siswa bisa terancam. Sekolah tidak perlu memaksakan diri untuk menerapkannya.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·2 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Kebijakan membuka kembali pembelajaran tatap muka mesti dilakukan dengan sangat hati-hati. Tanpa protokol kesehatan dan pengawasan ketat, keselamatan siswa bisa terancam. Sekolah tidak perlu memaksakan diri untuk menerapkannya.
Mulai Januari 2021, pemerintah daerah dapat menggelar pembelajaran tatap muka dengan perizinan berjenjang, mulai dari orangtua siswa, pihak sekolah, hingga satuan tugas penanganan Covid-19 di daerah masing-masing. Di tengah penularan virus korona baru yang belum mereda, keselamatan siswa harus menjadi prioritas.
”Dalam situasi pandemi Covid-19 yang masih mengancam, kesehatan dan keselamatan siswa menjadi hukum tertinggi,” ujar Guru Besar dan Pakar Kebijakan Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia Cecep Darmawan, di Kota Bandung, Jawa Barat, Sabtu (21/11/2020).
Cecep mengusulkan agar pembelajaran tatap muka terlebih dahulu diuji coba di sejumlah sekolah. Sebab, tidak semua sekolah mempunyai fasilitas memadai untuk mendukung penerapan protokol kesehatan.
”Fasilitas sekolah di perkotaan secara umum cukup baik. Namun, di pelosok masih memprihatinkan,” ucapnya.
Selain itu, dibutuhan regulasi untuk mengatur durasi pembelajaran tatap muka, materi yang diajarkan, serta skema keberangkatan dan kepulangan siswa. Tujuannya untuk mengurangi potensi siswa terpapar Covid-19 di dalam ataupun di luar sekolah.
Perlu diingat, pembelajaran tatap muka ini diperbolehkan, bukan wajib. Jadi, sekolah jangan memaksakan diri.
”Minimalkan pembelajaran tatap muka. Kombinasikan dengan sistem daring dan tugas mandiri,” ucapnya.
Cecep mengatakan, selain sekolah, peran orangtua juga tak kalah penting untuk melindungi kesehatan siswa. Ia menyarankan orangtua mengantar jemput anaknya.
”Jika tidak bisa, orangtua bisa memilih agar anaknya tetap belajar secara daring. Jangan sampai kebijakan pembelajaran tatap muka ini disambut euforia sehingga mengabaikan keselamatan siswa,” ujarnya.
Sekretaris Dinas Pendidikan Jabar Wahyu Mijaya mengatakan, pembelajaran tatap muka mewajibkan protokol kesehatan ketat. Mulai dari penggunaan masker, penyediaan alat pengukur suhu tubuh, fasilitas cuci tangan, hingga pembatasan siswa maksimal 50 persen dari kapasitas.
Sekolah juga harus berkoordinasi dengan puskesmas setempat. Hal ini sebagai antisipasi jika terdapat siswa dengan suhu di atas 37 derajat celsius dan mengalami gejala Covid-19 sehingga dapat segera ditangani.
”Akan tetapi, perlu diingat, pembelajaran tatap muka ini diperbolehkan, bukan wajib. Jadi, sekolah jangan memaksakan diri,” ujarnya.
Dengan pembatasan kapasitas maksimal 50 persen, siswa akan mengikuti pembelajaran tatap muka dan daring. Kegiatan ekstrakurikuler ditiadakan. Pembelajaran direncanakan tanpa waktu istirahat untuk mengantisipasi kerumunan.
”Pertemuan fisik diprioritaskan untuk belajar praktik. Yang terkait teori akan dimaksimalkan lewat jaringan,” ujarnya.
Wahyu menambahkan, peran orangtua sangat penting untuk memastikan siswa langsung pulang ke rumah setelah pembelajaran berakhir. Oleh sebab itu, komunikasi guru dan orangtua perlu diintensifkan.