logo Kompas.id
NusantaraLetusan Semeru dan...
Iklan

Letusan Semeru dan Keseimbangan Hidup

Bencana, termasuk guguran awan panas Semeru saat ini, selalu menimbulkan duka. Meski begitu, tetap saja ada hikmah yang bisa dipetik. Musibah dan hikmah, sebuah keseimbangan hidup yang akan selalu berpelukan.

Oleh
DAHLIA IRAWATI
· 4 menit baca

Bencana, termasuk guguran awan panas Semeru saat ini, selalu menimbulkan duka. Meski begitu, tetap saja ada hikmah yang bisa dipetik. Musibah dan hikmah, sebuah keseimbangan hidup yang akan selalu berpelukan.

https://cdn-assetd.kompas.id/DIDa4qBZhu0wLdGqQA8aZUZ7yj4=/1024x625/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F03%2Fa64e1dc6-ebc5-46bf-91e8-a9a3987dffa5_jpg.jpg
Kompas/Bahana Patria Gupta

Petani menuju sawah yang lokasinya dekat dengan Gunung Semeru di Desa Oro-oro Ombo, Kecamatan Pronojiwo, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, Kamis (5/3/2020). Warga setempat saat itu tidak terpengaruh dengan peningkatan aktivitas vulkanik Gunung Semeru yang saat ini masih berada di Level II (Waspada).

”Guguran awan panas Semeru kali ini seperti bencana sekaligus hikmah. Bagi petambang pasir manual seperti kami, ini adalah hikmah,” kata Mistar (55), warga Dusun Sumbersari, Desa Supit Urang, Kecamatan Pronojiwo Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, Kamis (3/12/2020), di Posko Pengungsian Lapangan Kamar Kajang.

Guguran awan panas Gunung Semeru terjadi sejak Sabtu (28/11/2020) dini hari. Aktivitasnya terus berlangsung hingga sekarang. Saat itu, guguran awan panas melayang cukup jauh, hingga menjangkau 11 kilometer  dari puncak.

Baca juga : Pemerintah Diminta Perhatikan Penghidupan Warga Terdampak Erupsi Semeru

https://cdn-assetd.kompas.id/epiRzNDF8WEJmn4aJTxCGPNQWRw=/1024x766/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F12%2F9ac4e41b-9dec-4ede-a574-629951cb4b28_jpg.jpg
KOMPAS/DAHLIA IRAWATI

Pemandangan Besuk Kobokan (aliran lahar Gunung Semeru) dari Desa SUpit Urang, Kamis (3/12/2020).

Bencana itu menyebabkan ratusan orang mengungsi dan material vulkaniknya memenuhi Besuk Kobokan yang selama ini menjadi jalur aliran laharnya. Material vulkanik juga menimbun belasan eskavator pencari pasir di Besuk Kobokan. Beberapa truk pun terbenam lahar hujan Semeru. Abu yang sama juga menimbun lahan pertanian dan kebun warga sekitar.

Begitu besar dampak kerusakan yang dirasakan oleh banyak orang, tetapi Mistar tetap memiliki optimisme. Sebagai petani, Mistar sebenarnya merugi karena lahan sengon miliknya terpendam abu vulkanik Semeru. Namun, pria yang juga berprofesi sebagai pencari pasir di Besuk Kobokan itu merasa seperti diberi jalan oleh Sang Hyang Widhi dalam menambang pasir ke depannya.

Sebagai petambang pasir tradisional, Mistar biasanya bekerja dengan dua rekannya. Untuk memenuhi satu truk pasir, mereka bertiga menggali Besuk Kobokan dengan cangkul sejak pagi hingga tengah hari. Setelah itu, pasir baru bisa dijual.

Hal itu jauh berbeda apabila dibandingkan dengan hasil kerja eskavator pengeruk pasir. Sekali keruk, selama 1 jam, sebuah eskavator bisa memenuhi satu truk pasir. Dampaknya, banyak orang lebih senang membeli pasir dari pemilik eskavator karena kerjanya lebih cepat. ”Kami ini penggali pasir manual, tradisional, yang penghasilannya harus bersaing dengan pemilik eskavator. Kami jelas kalah,” kata Mistar.

Baca juga : Bisik Syahdu Anggrek Semeru

https://cdn-assetd.kompas.id/Z_9_g6RsWnpMQsahO7BZDDiIfkQ=/1024x766/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F12%2F1a29a897-59dc-45d6-893a-ec6a6d598db6_jpg.jpg
KOMPAS/DAHLIA IRAWATI

Pengungsi Semeru menunggu kedatangan Kepala BNPB sejak pagi, Kamis (3/12/2020).

Warga desa di sekitar Besuk Kobokan, seperti Mistar, adalah para penggali pasir tradisional. Sementara para pemilik eskavator rata-rata adalah orang luar daerah.

”Mungkin dengan bencana ini, Semeru mau berkata bahwa sudah cukup untuk para petambang pasir dengan eskavator. Makanya, belasan eskavator tertimbun. Sekarang waktunya bagi kami, warga desa setempat, yang menambang dengan cangkul secara manual. Sekarang waktunya kami warga desa ini yang berhak mengambil pasir di sini. Bukan orang luar,” tutur Mistar sambil tersenyum kecut.

Mungkin dengan bencana ini, Semeru mau berkata bahwa sudah cukup untuk para petambang pasir dengan eskavator.

Iklan

Terbaik

Jika meminjam filosofi Tiongkok, yin-yang, bahwa dalam hidup itu mengandung unsur berlawanan, tetapi merupakan satu kesatuan, maka guguran awan panas Semeru juga membawa dua hal. Membawa duka, juga kesempatan. Tanpa sadar, Mistar si pencari pasir Semeru menyadari hal itu.

Sebagai tempat yang berada dalam naungan Semeru, Kabupaten Lumajang memang dikenal sebagai salah satu produsen pasir terbaik dan memiliki area pasir besi terluas se-Indonesia.

Baca juga : Toni Artaka, Anggrek yang Menggerakkan Konservasi Hutan

https://cdn-assetd.kompas.id/fKQSrXepobhxk_GqqylUcVFVnxg=/1024x766/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F12%2Fdea6256a-8090-4dbf-a15a-ee33d3c0d5ff_jpg.jpg
KOMPAS/DAHLIA IRAWATI

Siswa kelas II di SDN Supit Urang 4 Lumajang, Kamis (3/12/2020), tampak mengerjakan ujian akhir semester di rumahnya. Sekolahnya saat ini digunakan sebagai tempat pengungsian guguran awan panas Semeru.

Dalam buku Data Ekonomi Daerah Kabupaten Lumajang 2016, keberadaan Semeru membuat Lumajang berlimpah bahan galian C, seperti pasir, koral, dan sirtu, yang seperti tak ada habisnya. Setiap tahun, setidaknya ada 1 juta meter kubik material dikeluarkan oleh Semeru.

Potensi pasir besi Kabupaten Lumajang mencapai 60.000 hektar yang membentang luas di pesisir pantai selatan, mulai dari Kecamatan Yosowilangun, Kunir, Tempeh, dan Pasirian. Kandungan besi pada pasir besi asal Lumajang ialah 30-40 persen. Terbaik se-Indonesia.

Pada  2016, di Kabupaten Lumajang terdapat 20 izin usaha pertambangan (IUP) untuk bahan galian golongan C dengan volume produksi sebesar 1.323.917,114 ton dengan nilai pajak sebesar Rp 6.661.368.400.

Melihat potensi sebesar itu, rasanya bencana Semeru sebanding dengan manfaat yang diberikannya. Keseimbangan hidup.

https://cdn-assetd.kompas.id/1Due4otBgSKC5ygYM3KeAemk05M=/1024x675/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F12%2Fd9cfa215-d84d-4b3d-92f2-59c7d7ad26a8_jpg.jpg
Kompas/Bahana Patria Gupta

Lava pijar keluar dari puncak Gunung Semeru di Kecamatan Pronojiwo, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, Selasa (1/12/2020). Gunung Semeru yang berstatus Level II (Waspada) sempat meluncurkan material vulkanis sejauh 2 km dari puncak pada Selasa dini hari pukul 01.23 WIB. Ketinggian material vulkanik mencapai 30 meter dari dasar aliran sungai.

Dari sejarahnya, Semeru adalah penyeimbang. Dalam Kitab Tantu Panggelaran yang ditulis pada pertengahan abad XV mengisahkan bahwa Pulau Jawa terombang-ambing. Untuk membuatnya tenang, para dewa sepakat memaku pulau ini dengan memotong puncak Gunung Meru di Hindia. Untuk membawanya, Dewa Brahma berubah menjadi kura-kura raksasa, sedangkan Dewa Wisnu berubah menjadi ular untuk mengikat gunung itu.

Awalnya puncak gunung itu diletakkan di sebelah barat Pulau Jawa. Akibatnya, bagian timur pulau tersebut njomplang (timpang) dan patah. Lantas potongan Meru itu dipindah ke bagian timur. Dalam perjalanan, gunung itu berceceran menjadi gunung-gunung di Jawa, seperti Lawu, Kelud, Kawi, Welirang, dan Arjuna.

Saat potongan Meru diletakkan, posisinya miring akibat bagian bawahnya tidak rata. Maka, diganjallah keberadaan Meru dengan Gunung Bromo, lalu dipaku. Sejak dipaku itulah, Pulau Jawa tenang. Di kalangan pemeluk Hindu, kedua gunung itu dianggap suci.

Jika Semeru memang gunung suci penyeimbang alam raya,  bisa jadi ini adalah pertanda bahwa keseimbangan alam akan segera tercipta. Era kekinian, mungkin pulih dari kesakitan pandemi. Seiring dengan mulai terciptanya vaksin yang dibutuhkan. Mistar bisa optimistis, maka kenapa tidak untuk kita?

Apa pun itu, setiap kita tak boleh lengah dengan musibah. Mitigasi bencana tetap harus dilakukan, kewaspadaan juga harus selalu dijaga. Tentu kita tak akan menangkap hikmah jika kita jadi korban bencana.

Baca juga : Potensi Guguran Awan Panas Semeru Masih Mungkin Terjadi

https://cdn-assetd.kompas.id/wqBBS9xx0K_6GBwnvQB2vBX0EXI=/1024x596/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F12%2Fea655399-d3fa-4456-9c07-847aa9efeb75_jpg.jpg
Kompas/Bahana Patria Gupta

Backhoe yang menjadi korban material vulkanis Gunung Semeru yang memenuhi Besuk Kobokan di Desa Supit Urang, Kecamatan Pronojiwo, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, Selasa (1/12/2020).

Editor:
Siwi Yunita
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000