Badan Pengawas Pemilu Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, mendalami sejumlah laporan dugaan politik uang dalam Pemilihan Kepala Daerah Indramayu 2020. Perbuatan itu, antara lain, diduga dilakukan oleh kepala desa.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
INDRAMAYU, KOMPAS — Badan Pengawas Pemilu Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, mendalami sejumlah laporan dugaan politik uang dalam Pemilihan Kepala Daerah di Indramayu. Perbuatan tersebut, antara lain, diduga dilakukan oleh kepala desa.
Hingga Rabu (9/12/2020) siang, tepat hari pencoblosan Pilkada Indramayu, Bawaslu setempat menerima dua laporan politik uang. ”Salah satunya di sebuah desa di Kecamatan Lohbener. Sekelompok orang menangkap seseorang yang menerima uang, diduga dari kuwu (kepala desa),” kata Ketua Bawaslu Indramayu Nurhadi.
Video praktik dugaan politik uang itu sempat tersebar di sejumlah grup percakapan Whatsapp. Dalam video berdurasi 2 menit 50 detik tersebut, warga menemukan 11 lembar uang pecahan Rp 20.000. Seorang pria yang dipanggil kuwu dalam video itu mengaku memberikan uang untuk jajan, bukan sebagai bentuk intimidasi.
”Kami akan kaji dan mendalami laporan ini bersama unsur kepolisian dan kejaksaan. Uang itu, menurut rencana, akan diberikan kepada pemilih untuk memilih salah satu calon,” katanya. Namun, pihak Bawaslu tidak bersedia menyebut pasangan calon bupati dan wakil bupati yang dimaksud.
Pilkada Indramayu 2020 diikuti empat pasang calon. Mereka adalah Muhamad Sholihin-Ratnawati (PKB, Demokrat, Hanura, dan PKS), Toto Sucartono-Deis Handika (perseorangan), Daniel Mutaqien Syafiuddin-Taufik Hidayat (Golkar), serta Nina Agustina-Lucky Hakim (PDI-P, Gerindra, dan Nasdem).
Nurhadi melanjutkan, laporan politik uang itu menambah daftar laporan dan temuan Bawaslu terkait dugaan pelanggaran dalam pilkada. Hingga kini, pihaknya menerima lebih dari 25 kasus dugaan pelanggaran. Beberapa di antaranya sudah ada keputusan tetap, tetapi ada juga laporan yang dihentikan.
”Ada lima ASN (aparatur sipil negara) yang melakukan pelanggaran,” katanya. Pihaknya mendorong masyarakat segera melapor ke Bawaslu jika menemukan dugaan politik uang dalam Pilkada Indramayu.
Berdasarkan indeks kerawanan pilkada yang disusun Bawaslu, Indramayu termasuk daerah rawan politik uang.
Seperti diketahui, pemberi dan penerima politik uang bisa dihukum 6 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar. Ini berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Pasal 187A.
Berdasarkan indeks kerawanan pilkada yang disusun Bawaslu, Indramayu termasuk daerah rawan politik uang. Pemilu 2019 di Indramayu, misalnya, Bawaslu setempat menindak dua kegiatan bagi-bagi bahan makan pokok.
”Yang jelas, praktik money politics realitanya masih ada. Namun, kami sudah maksimal melakukan upaya pencegahan,” ujarnya. Pihak Bawaslu, misalnya, telah melakukan patroli politik uang di sejumlah daerah hingga pelosok desa.
Dalam wawancara bersama Kompas, beberapa waktu lalu, para calon berkomitmen tidak melakukan politik uang dan korupsi. Apalagi, dua bupati Indramayu, yakni Rianto MS Syafiuddin atau Yance, Bupati Indramayu 2000-2010, dan Supendi yang baru menjabat delapan bulan terjerat korupsi.
Calon Bupati Indramayu nomor urut 03, Daniel Mutaqien, saat diwawancarai Rabu siang, mengklaim, pihaknya tidak melakukan politik uang. ”Semua sudah ada yang berwenang. Ada Bawaslu,” ucapnya.
Ketua Komisi Pemilihan Umum Indramayu Ahmad Toni Fatoni mengatakan, pihaknya menjamin para petugas netral dan tidak memihak salah satu paslon. ”Kalau bicara individunya, kewenangannya bukan di kami. Itu Bawaslu,” ucapnya.