Pemerintah Sediakan ”Karpet Merah” untuk Eksportir Produk Pertanian Sulut
Ekspor produk pertanian dari Sulawesi Utara di tengah pandemi Covid-19 melampaui nilai ekspor tahun 2019. Kelapa jadi unggulan. Pemerintah berkomitmen mengembangkan komoditas turunan dan memudahkan perizinan ekspor.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·3 menit baca
MINAHASA SELATAN, KOMPAS — Ekspor produk pertanian dari Sulawesi Utara di tengah pandemi Covid-19 melampaui nilai ekspor tahun 2019. Produk olahan kelapa menjadi komoditas unggulan. Pemerintah berkomitmen mengembangkan komoditas turunan baru sembari memudahkan birokrasi perizinan ekspor.
Jajaran pemerintah di Sulut kembali melepas ekspor secara seremonial tiga komoditas, yaitu pala biji, kelapa parut, dan santan kelapa, Kamis (10/12/2020), dari pabrik PT Sasa Inti di Kecamatan Tenga, Kabupaten Minahasa Selatan. Volume ekspor mencapai 383,4 ton dengan nilai sekitar Rp 11,2 miliar.
Ekspor berasal dari tujuh perusahaan, antara lain PT Sasa Inti dan PT Tri Mustika Cocominaesa. Sembilan negara tujuan adalah Australia, Belanda, Brasil, China, Georgia, Hongaria, Kanada, Selandia Baru, dan Vietnam.
Ini menyusul rangkaian pemberangkatan ekspor sebelumnya, termasuk 193,4 ton kelapa parut ke empat negara dan 6.000 ton bungkil kelapa ke India dari tiga perusahaan pada November.
”Di tengah kondisi yang sangat memprihatinkan karena Covid-19, kinerja petani, eksportir, dan pemerintah tetap maksimal. Pemprov Sulut akan terus berkomitmen pada pengembangan komoditas perkebunan, terutama kelapa,” kata Kepala Dinas Perkebunan Sulut Refly Ngantung.
Ia menambahkan, nilai ekspor produk perkebunan dari Sulut selama 1 Januari hingga 30 November 2019 terlampaui pada 2020 terlepas dari adanya pandemi. Tercatat peningkatan sebesar 13,85 persen, yaitu dari Rp 2,01 triliun menjadi Rp 2,66 triliun. Hal ini terjadi kendati volume ekspor justru turun 19,67 persen, yaitu dari 559.572,3 ton menjadi 375,619,3 ton.
Hal ini, kata Refly, menandakan sentralitas komoditas perkebunan bagi perkembangan ekonomi Sulut, terutama kelapa yang menyumbang 21,7 persen produk domestik regional bruto provinsi. Lahan perkebunan kelapa di Sulut 275.749,55 hektar atau 20 persen dari luas perkebunan kelapa di Tanah Air. Namun, produktivitasnya masih cenderung rendah, hanya 1,2 ton per hektar.
Karena itu, pemerintah akan melanjutkan dua program, yaitu pengembangan perkebunan kelapa yang sudah ada dengan peremajaan dan penyediaan bibit unggul. Di samping itu, produk turunan kelapa juga akan diperbanyak.
”Ada permintaan sebanyak-banyaknya untuk cocopeat (sabut kelapa untuk media tanam) di Jepang, begitu juga serat kelapa di Jepang, China, dan Korea Selatan. Santan dan air kelapa juga akan kami kembangkan,” kata Refly.
Di sisi petani, menurut Refly, korporasi petani akan diperbanyak agar petani bisa mengembangkan satu komoditas secara spesifik dengan profesional sehingga daya saing meningkat. Sejauh ini baru ada empat korporasi yang mengembangkan cengkeh, minyak kelapa, dan pala. Korporasi kopra putih sedang diupayakan pembentukannya.
Kami rajin kontak dengan atase perdagangan dan pertanian kita di luar negeri untuk mencarikan pasar.
Kepala Balai Karantina Pertanian Kelas I Manado Donni Muksydayan Saragih mengatakan, ada sembilan produk ekspor baru dari Sulut pada tahun ini, termasuk air kelapa. Karena itu, pihaknya akan mendukung ekspor dengan mencarikan pembeli di luar negeri, kemudian bekerja sama dengan pemda untuk menemukan produsen di daerah.
Balai Karantina Pertanian juga akan terus menyediakan kemudahan dan pelayanan perizinan ekspor yang maksimal. ”Kami beri ’karpet merah’ untuk eksportir. Kami rajin kontak dengan atase perdagangan dan pertanian kita di luar negeri untuk mencarikan pasar. Kami bahkan juga beri pelayanan sertifikasi ekspor sampai tengah malam,” kata Donni.
Sudah ada setidaknya 10 jenis komoditas lain yang diminta Jepang, seperti durian, bunga krisan, dan mangga. Petani dan pengusaha akan didorong untuk mengekspornya juga. Ke depan, sebuah laman internet yang memuat informasi jenis komoditas ekspor dan profil petani atau pengusahanya akan dikembangkan untuk promosi bagi calon importir.
Sementara itu, Plant Head PT Sasa Inti Ardhian Herdyanto mengatakan Sulut memiliki potensi kelapa sangat besar. Perusahaannya juga sudah berupaya memanfaatkan berbagai bagian dari kelapa untuk membuat tepung kelapa, santan, dan air kelapa guna diekspor.
Dalam sehari, menurut Ardhian, PT Sasa bisa memproses 180 ton kelapa menjadi 30 ton santan, 20 ton tepung kelapa, dan 5 ton air kelapa dengan kekuatan 1.000 tenaga kerja. PT Sasa Inti pun menjadi satu-satunya perusahaan di Sulut yang mengekspor air kelapa.