N219 Nurtanio Kian Dekat Jadi ”Jembatan Udara” Nusantara
Pesawat terbang N219 Nurtanio semakin dekat menuju produksi setelah melalui sejumlah rangkaian uji terbang. Pesawat karya anak bangsa ini akan menopang ”jembatan udara” Nusantara untuk menjangkau daerah terpencil.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·4 menit baca
Pesawat terbang N219 Nurtanio semakin dekat menuju jalur produksi setelah melalui sejumlah rangkaian uji terbang. Di tengah ujian pandemi, pesawat karya anak bangsa ini semakin menguatkan harapan ”jembatan udara” penopang Nusantara untuk menjangkau daerah terpencil bakal segera terwujud.
Pada Jumat (11/12/2020), langit Kota Bandung, Jawa Barat, kembali menjadi saksi sayap-sayap N219 Nurtanio terbang tinggi. Purwarupa kedua pesawat yang dikemudikan pilot MZ Djamhari dan kopilot Muhammad Sugianto itu lepas landas dari Bandara Internasional Husein Sastranegara pukul 08.23.
Setelah terbang di ketinggian 10.000 kaki menuju sebelah barat ”Kota Kembang”, pesawat karya anak bangsa itu kembali mendarat pukul 10.17. Jam terbang purwarupa kedua sekitar 170 jam. Sementara purwarupa pertama telah melalui 275 jam terbang.
Pesawat yang dirancang PT Dirgantara Indonesia bersama Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) ini mendekati tahap akhir pengujian untuk mendapatkan sertifikat tipe dari Direktorat Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara (DKPPU) Kementerian Perhubungan. Pesawat ini butuh 350 jam terbang demi mendapat sertifikat itu(Kompas, 26/12/2017).
”Mudah-mudahan mendapatkan sertifikasi dari DKPPU pada akhir tahun ini,” ujar Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional Bambang PS Brodjonegoro saat menghadiri uji terbang itu.
Pesawat N219 Nurtanio didesain sebagai pesawat perintis dan penghubung daerah terpencil yang bisa mendarat di landasan tanah, berumput, atau berkerikil, dengan panjang landasan 400-600 meter. Pesawat berbaling-baling ganda ini berkapasitas 19 penumpang.
Kecepatan jelajahnya hingga 389 kilometer per jam. Sementara jarak tempuh maksimumnya 1.533 kilometer dengan kemampuan menampung kapasitas bahan bakar 1.600 kilogram. Pesawat ini ditargetkan melayani penerbangan jarak pendek hingga menengah.
Kualifikasi itu dinilai cocok mendukung konektivitas di negara kepulauan seperti Indonesia. Apalagi, sejumlah bandara di daerah terpencil tidak dilengkapi fasilitas memadai, salah satunya keterbatasan panjang landasan. Pesawat ini diharapkan mampu menggantikan pesawat-pesawat tua yang digunakan di daerah pedalaman seperti Twin Otter atau CASA 212.
Pesawat ini juga multifungsi. Selain untuk angkutan penumpang, pesawat ini bisa digunakan sebagai angkutan pasukan militer, kargo, evakuasi medis, serta pengawasan dan penyelamatan.
”Oleh sebab itu, pesawat ini sangat ditunggu karena sesuai dengan kebutuhan negara kita,” ujar Bambang.
Pesawat N219 Nurtanio didesain sebagai pesawat perintis dan penghubung daerah terpencil yang bisa mendarat di landasan tanah, berumput, atau berkerikil, dengan panjang landasan 400-600 meter.
Bambang berharap, pesawat N219 Nurtanio menjadi awal kebangkitan industri dirgantara Indonesia. Oleh karena itu, ia mendorong agar pencapaian tingkat komponen dalam negeri produksi pesawat itu ditingkatkan.
”Ini akan menjadi kebanggaan bersama karena pesawat inilah yang nantinya semakin mempersatukan seluruh wilayah Indonesia,” ujarnya.
Di tengah pandemi Covid-19, uji terbang pesawat N219 Nurtanio kali ini tidak dirayakan dalam gegap gempita. Hanya sekitar 40 orang yang hadir di sekitar apron hanggar final assembly PT Dirgantara Indonesia tersebut. Meski tanpa keriuhan, pencapaian ini tetap menjadi langkah penting menuju kemandirian kedirgantaraan.
Sebelum memasuki tahap akhir pengujian, target penerbangan perdana pesawat N219 pada akhir 2016 sempat meleset. Sejumlah persyaratan teknis dan dokumen menjadi pemicunya.
Penerbangan perdana baru dilakukan pada 16 Agustus 2017. Tiga bulan berselang, Presiden Joko Widodo memberi nama Nurtanio untuk pesawat itu. Nama Nurtanio dipilih sebagai penghargaan kepada Laksamana Muda Udara Anumerta Nurtanio Pringgoadisuryo, patriot dan perintis kedirgantaraan Indonesia. Hidupnya didedikasikan bagi dunia kedirgantaraan Indonesia.
Selain itu, nama Nurtanio dipilih sebagai pengingat agar anak bangsa bersedia meneruskan semangat mengembangkan teknologi dan industri penerbangan nasional. ”Kalimat Nurtanio yang patut kita hayati adalah ’Sudah, kita tak usah ribut-ribut, yang penting kerja’,” kata Presiden (Kompas, 11/11/2017).
Nama Nurtanio dipilih sebagai penghargaan kepada Laksamana Muda Anumerta Nurtanio Pringgoadisuryo, patriot dan perintis kedirgantaraan Indonesia. Hidupnya didedikasikan bagi dunia kedirgantaraan Indonesia.
Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia Elfien Goentoro menuturkan, pesawat N219 dirancang untuk mendukung program ”jembatan udara” sesuai Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Publik untuk Angkutan Barang dari dan ke Daerah Tertinggal, Terpencil, Terluar dan Perbatasan. Pesawat ini dapat menjangkau daerah berbukit dengan landasan pendek.
”Produksi pesawat N219 dimulai dari empat pesawat per tahun. Tetapi, untuk memenuhi market share akan dilakukan perbaikan fasilitas produksi dengan sistem automasi,” ujarnya.
Ketangguhan di udara dinilai menjadi salah satu kunci keberhasilan suatu bangsa dalam berbagai hal. Setelah melewati banyak rencana dan usaha, N219 Nurtanio diharapkan mewujudkan keinginan bangsa ini terbang semakin tinggi.