Lebih dari 1.000 rumah warga rusak dan ratusan orang mengungsi setelah terjangan banjir bandang di Kolaka Utara, Sultra. Warga khawatir bencana lanjutan terjadi seiring curah hujan yang diprediksi masih tinggi.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·5 menit baca
KENDARI, KOMPAS — Lebih dari 1.000 rumah di Kabupaten Kolaka Utara, Sulawesi Tenggara, rusak akibat terjangan banjir bandang yang terjadi di tiga kecamatan. Sejumlah rumah juga hanyut dalam kejadian ini. Warga khawatir bencana lanjutan mengintai karena kerusakan daerah hulu.
Berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kolaka Utara, terjangan banjir bandang terjadi di tiga daerah aliran sungai di tiga kecamatan, yaitu Batu Ganda, Rante Angin, dan Wawo. Banjir menerjang 1.079 rumah di 10 desa dan kelurahan. Selain itu, banjir juga merusak tujuh rumah ibadah dan sekolah di berbagai wilayah.
Kepala BPBD Kolaka Utara Syamsuryani, saat dihubungi dari Kendari, Jumat (18/12/2020), menjelaskan, selain merusak rumah, banjir bandang ini juga membuat ribuan warga terdampak dan sekitar 295 orang di antaranya mengungsi. Penyaluran bantuan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan warga terdampak.
”Tidak ada korban jiwa dari kejadian ini. Hanya ada rumah warga yang hanyut dan sejumlah wilayah yang terisolasi akibat jalur transportasi yang terputus. Tim dari lintas instansi telah turun dan berusaha melakukan evakuasi,” kata Syamsuryani.
Sejauh ini, tutur Syamsuryani, kewaspadaan terus ditingkatkan, mengingat hujan terus terjadi, terutama di daerah hulu. Turunnya hujan dengan skala besar dikhawatirkan menyebabkan bencana lanjutan setelahnya. ”Kami juga sudah siapkan status darurat bencana. Apakah sudah ditandatangani bupati, kami belum tahu. Kami masih fokus untuk penanganan situasi darurat, mengingat tim di lapangan juga terbatas,” ujarnya.
Banjir bandang menerjang tiga kecamatan di Kolaka Utara pada Kamis (17/12/2020) malam. Tiga daerah aliran sungai yang berada di tiga kecamatan, yaitu Rante Angin, Lasusua, dan Wawo, meluap dalam jangka waktu yang tidak jauh berbeda. Sehari sebelumnya, banjir bandang juga menerjang satu dusun di Desa Rante Angin, beberapa kilometer dari ibu kota Kolaka Utara.
Sungai di Rante Angin lebih dahulu menerjang dua desa dan satu kelurahan, disusul di daerah Wawo yang mendera dua desa. Setelahnya, aliran sungai di Lasusua meluap dan menerjang empat desa dan satu kelurahan. Tiga wilayah paling terdampak adalah Desa Tojabi, Desa Batu Ganda, dan Desa Pitulua.
Salah satu daerah yang terisolasi adalah empat dusun di Desa Batu Ganda. Keempat dusun tersebut adalah Dusun 4 Tobau dengan rincian 140 keluarga, Dusun 3 Tengkasalu (60 keluarga), Dusun 6 Larodangge (90 keluarga), dan Dusun Tompobulu (55 keluarga).
Sekretaris Desa Batu Ganda Syahrir menyampaikan, pihaknya masih berupaya mencari tahu kondisi warga di daerah tersebut. Hanya saja, akses jalan menuju desa terputus dan jaringan telekomunikasi tidak tersedia.
Kepala Desa Tojabi, Sukirman (52), menceritakan, banjir terjadi begitu cepat meski hujan hanya gerimis di wilayahnya. Ketinggian air naik dengan cepat dan mengalir deras membawa potongan batang kayu dan ranting pohon. ”Saya lagi melayat, lalu dikasih tahu kalau air di Sungai Batu Ganda meluap. Pas saya tiba di desa, air sudah masuk ke perkampungan. Saya lalu ke masjid untuk mengumumkan ke warga agar segera mengungsi,” kata Sukirman.
Begitu cepatnya air menggenangi permukiman, ia melanjutkan, warga tidak sempat lagi menyelamatkan barang berharga. Semua warga fokus menyelamatkan diri karena ketinggian air terus bertambah dan mengalir deras. Jarak perkampungan dari sungai sekitar 50 meter. Sungai Batu Ganda merupakan salah satu sungai besar di Kolaka Utara selebar 40 meter.
Sepertinya di sana sudah rusak hutannya karena banyak batang pohon yang ikut arus.
Banjir bandang kali ini, tutur Sukirman, jauh lebih besar daripada banjir bandang yang terjadi 10 tahun lalu. Saat itu, ketinggian air hanya kurang dari 1 meter. Kali ini, ketinggian air mencapai 1,5 meter.
Satu warga, tutur Sukirman, bahkan sempat terjebak di dalam rumah karena air yang begitu cepat naik dan deras. Sejumlah warga pun memberanikan diri datang mendobrak pintu dan mengevakuasi warga berumur 60-an tahun tersebut ke tempat aman. Meski semua selamat, kerugian warga diperkirakan cukup besar karena ada 150 rumah rusak dengan skala bervariasi.
”Saat ini kami khawatir akan banjir lagi karena sudah gelap lagi di hulu. Kalau di sana hujan deras, kami di sini yang kena dampaknya. Sepertinya di sana sudah rusak hutannya karena banyak batang pohon yang ikut arus,” ujar Sukirman.
Sementara itu, berdasarkan data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Sultra, curah hujan yang tercatat di Kolaka Utara pada Kamis sangat rendah, yaitu hanya 1,8 milimeter (mm). Curah hujan ini sangat rendah jika dibandingkan dengan sehari sebelumnya yang mencapai 125,5 mm per hari atau termasuk kategori lebat.
Kepala Stasiun Meteorologi Maritim Kendari Ramlan mengatakan, curah hujan di wilayah Kolaka Utara tidak menunjukkan curah hujan yang tinggi. Akan tetapi, kemungkinan besar curah hujan tinggi terjadi di hulu atau puncak gunung di mana belum terdapat alat pencatat curah hujan. ”Dari pantauan satelit, terlihat wilayah Lasusua, Kolaka Utara, berwarna kuning pada peta. Hal itu menandakan curah hujan di wilayah pegunungan Kolaka Utara lebih dari 50 mm per hari,” ucapnya.
Secara umum, tutur Ramlan, semua wilayah Sultra memang telah masuk musim hujan. Hanya saja, daerah daratan, khususnya di wilayah Kolaka, lebih dulu terkena paparan angin barat yang bertiup ke timur. Oleh karena itu, ia melanjutkan, pihaknya rutin meneruskan peringatan dini cuaca ke semua daerah.
Harapannya, daerah bersiap dan melakukan mitigasi sebelum bencana terjadi. Daerah sudah harus menyiapkan diri dengan kondisi cuaca yang terjadi saat ini. Terlebih lagi, beberapa daerah rawan bencana hidrometeorologi, baik akibat rusaknya daerah hulu maupun penyebab lain.