Penularan Belum Terkendali, Tiga Daerah di Sulteng Diminta Terapkan PSBB
Kota Palu, Kabupaten Poso, dan Morowali di Provinsi Sulawesi Tengah diminta untuk menerapkan pembatasan sosial berskala besar karena masih terus tingginya penularan Covid-19.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·4 menit baca
PALU, KOMPAS — Tiga kabupaten dan kota di Provinsi Sulawesi Tengah diminta menerapkan pembatasan sosial berskala besar guna mengendalikan penularan Covid-19. Kebijakan yang berlaku saat ini, yakni pendisiplinan protokol kesehatan dengan operasi yustisi, dinilai tidak efektif.
Permintaan menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) disampaikan Kepala Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Sulawesi Tengah Sofyan F Lembah saat dimintai pendapat terkait penanganan Covid-19. Tiga daerah yang diminta untuk menerapkan PSBB yakni Kota Palu, Kabupaten Poso, dan Kabupaten Morowali.
”Kami sudah sering mengingatkan soal PSBB untuk tiga daerah itu. Dasarnya operasi yustisi tidak cukup kuat. Jadi, harus ada pengetatan mobilitas dan aktivitas warga lewat PSBB,” kata Sofyan, di Palu, Sulteng, Senin (21/12/2020).
Menurut dia, PSBB selama 14 hari menjadi opsi strategis di tengah terus terjadinya penularan Covid-19. Operasi yustisi justru efektif dilakukan ketika terjadi pembatasan mobilitas dan aktivitas warga. Operasi yustisi tanpa pembatasan mobilitas dan aktivitas warga belum menyumbang penurunan kasus penularan.
Penularan Covid-19 di Sulteng dalam empat bulan terakhir melonjak drastis. Jelang akhir September 2020, kasusnya baru berjumlah 344 kejadian. Namun, pada 20 Desember 2020, total kasus Covid-19 sudah mencapai 2.773 kasus.
Dari jumlah tersebut, 1.641 orang dinyatakan sembuh atau mencapai 59 persen dan 1.037 orang dirawat di rumah sakit rujukan Covid-19 serta karantina mandiri. Sebanyak 95 orang lainnya meninggal (3,4 persen).
Kami sudah sering mengingatkan soal PSBB untuk tiga daerah itu. Dasarnya operasi yustisi tidak cukup kuat. Jadi, harus ada pengetatan mobilitas dan aktivitas warga lewat PSBB.
Laporan kasus terbanyak terjadi di Kota Palu, Kabupaten Morowali, Poso, Banggai, dan Kabupaten Morowali Utara. Kelima daerah itu dikategorikan zona merah atau penularan tinggi dengan indikasi transmisi lokal. Dalam seminggu terakhir, Palu, Morowali, dan Poso menyumbang kasus penularan 10-20 kasus per hari.
Kasus-kasus tersebut banyak berkembang di kluster keluarga. Di Kota Palu, misalnya, meskipun kasus-kasus Covid-19 sudah sulit diidentifikasi sumber penularannya, kebanyakan terkait kontak erat dalam keluarga.
Sofyan menyatakan, sejauh ini pemerintah daerah belum secara meyakinkan dan dengan resmi menjelaskan tidak dipilihnya opsi PSBB. Padahal, penjelasan itu penting untuk mengingatkan semua pihak tentang kondisi terkini penularan Covid-19 dan langkah yang diambil.
Secara terpisah, pengajar kebijakan publik Universitas Tadulako, Palu, Slamet Riyadi Cante, menyatakan, dengan makin tak terkendalinya kasus, pemerintah sebaiknya mengevaluasi operasi yustisi penegakan protokol kesehatan. Jika hal itu benar-benar tak efektif, kebijakan baru segera dirumuskan, seperti kemungkinan PSBB.
PSBB merupakan kebijakan pembatasan akvititas sosial-ekonomi masyarakat dalam rangka pengurangan penularan wabah. Hampir semua kegiatan yang tidak terkait produksi dan distribusi kebutuhan pokok dibatasi dalam aturan PSBB. Sebagai kompensasi, pemerintah menyediakan jaring pengaman sosial kepada warga miskin dan rentan atas dampak dari penerapan PSBB.
Di Sulteng, ada contoh baik penerapan PSBB di Kabupaten Buol pada Mei-Juni 2020. Dengan dua kali masa PSBB, kabupaten tersebut mampu mengendalikan lonjakan kasus. Sejak saat itu Buol menjadi zona hijau. Ada tambahan kasus akhir-akhir ini, tetapi tidak masif dan berselang sangat lama.
Saat dihubungi, Kepala Biro Humas dan Protokol Sekretariat Daerah Provinsi Sulteng Haris Kariming menyatakan, sejauh ini belum ada aturan terbaru terkait pencegahan dan pengendalian Covid-19. Kebijakan yang masih berlaku pendisiplinan dan penegakan hukum protokol kesehatan dengan operasi yustisi yang telah digelar sejak akhir September 2020.
Operasi berfokus pada penerapan protokol standar, yakni selalu memakai masker saat berada di ruang publik atau beraktivitas di luar rumah, sesering mungkin mencuci tangan, dan menghindari kerumunan. Pelanggaran atas protokol tersebut dikenai sanksi, mulai dari sanksi fisik dan sosial hingga denda.
Operasi tersebut dilakukan secara sporadis. Ada kalanya dilakukan di pasar, lalu di jalan raya untuk menjaring pengendara, hingga ke tempat-tempat orang berkumpul, seperti kafe dan warung.
Berdasarkan pemantauan di lapangan, masih banyak pengendara roda dua yang tak memakai masker. Tak jarang terlihat warga berbelanja di swalayan tanpa mengenakan masker. Kerumunan pun sangat sulit dihindari di warung kopi atau kafe.
Selain penegakan protokol kesehatan, selama ini diberlakukan aturan setiap orang yang memasuki Sulteng harus menunjukkan hasil nonreaktif dari tes cepat (rapid test). Ini berlaku di jalur darat, udara, dan laut.
Juru bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Kota Palu, Rachmat Yasin, menyatakan, saat ini edukasi gencar untuk selalu mengingatkan warga akan pentingnya protokol kesehatan menjadi perhatian bersama. Media massa mempunyai peran penting untuk langkah tersebut.
Murni (43), warga Kelurahan Birobuli Selatan, Kecamatan Palu Selatan, Palu, menyatakan setuju penerapan PSBB. ”Saya sebagai seorang ibu sangat takut akhir-akhir ini dengan terus bertambahnya kasus. Kalau memang PSBB langkah yang tepat untuk menyelesaikan penularan Covid-19, ya, silakan diambil,” kata ibu dua anak itu.