Aktivitas Merapi Meningkat, Pengungsi di Desa Glagaharjo Bertambah
Jumlah pengungsi di Barak Pengungsian Balai Desa Glagaharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta, bertambah. Hal itu disebabkan peningkatan aktivitas Merapi belakangan ini.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·3 menit baca
SLEMAN, KOMPAS — Gunung Merapi, yang berada di perbatasan Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah, mengalami peningkatan aktivitas sejak awal Januari 2021. Hal ini memicu peningkatan jumlah pengungsi di barak pengungsian Balai Desa Glagaharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Pengungsi bukan hanya warga kelompok rentan.
Lurah Desa Glagaharjo Suroto mengatakan, akhir tahun 2020, jumlah warga yang menempati barak pengungsian sekitar 200 orang. Hingga Rabu (6/1/2021), jumlah pengungsi sudah mencapai 328 orang.
”Pemerintah desa tidak mau ambil risiko. Keselamatan warga adalah kunci utama yang selama ini digunakan kaitannya dengan gunung Merapi. Intinya adalah menyelamatkan warga masyarakat,” kata Suroto saat ditemui di Balai Desa Glagaharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Rabu siang.
Sejumlah warga mulai direkomendasikan untuk menempati barak pengungsian sejak peningkatan status Merapi, dari Waspada (Level II) menjadi Siaga (Level III), pada 5 November 2020. Warga kelompok rentan, seperti lansia, ibu hamil, dan anak-anak, diprioritaskan untuk mengungsi lebih dulu. Mereka mulai menghuni pengungsian sejak 7 November 2020.
Adapun warga yang mengungsi merupakan warga dari Dusun Kalitengah Lor. Dusun itu berada dalam daerah ancaman bahaya erupsi Merapi. Jaraknya di bawah 5 km dari puncak Merapi.
Suroto menyampaikan, seiring berjalannya waktu, barak pengungsian tidak hanya diisi warga kelompok rentan. Warga bukan kelompok rentan pun turut mengungsi. Terlebih warga yang tidak memiliki kendaraan bermotor. Namun, mereka hanya menghuni pengungsian pada malam hari. Hal ini untuk mengantisipasi jika sewaktu-waktu erupsi terjadi malam hari.
”Kami menyediakan kendaraan khusus untuk menjemput warga yang tak memiliki alat transportasi. Kami ingin mereka menempati pengungsian malam hari. Kalau pagi hingga siang hari, mereka kembali ke rumahnya yang ada di zona bahaya. Asumsinya, saat cuaca cerah, aktivitas Merapi bisa lebih terpantau,” kata Suroto.
Kami menyediakan kendaraan khusus untuk menjemput warga yang tak memiliki alat transportasi.
Trisno Kariyo (80), warga Dusun Kalitengah Lor, merupakan salah seorang pengungsi yang menempati barak pengungsian sejak 7 November 2020. Lebih dari dua bulan lamanya ia tinggal di pengungsian. Ia mengikuti anjuran pemerintah demi keselamatan dirinya.
”Sebenarnya, enak tinggal di rumah sendiri. Jelas lebih nyaman. Tetapi, dengan kondisi Merapi yang seperti ini, saya ikut dengan imbauan pemerintah. Lebih baik mengungsi bagi keselamatan kita,” kata Trisno.
Berdasarkan data Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG), teramati, Gunung Merapi mengeluarkan guguran lava pijar sebanyak empat kali, Selasa (5/1/2021) malam. Awalnya, guguran lava pijar itu teramati pada pukul 18.47 lewat kamera pemantau (CCTV) milik BPPTKG. Guguran itu tercatat di seismogram dengan amplitudo 3 milimeter (mm) dan durasi 32 detik.
Guguran lava pijar kembali teramati pada pukul 19.11 dari CCTV milik BPPTKG. Dua guguran lava pijar menyusul, pada pukul 22.37 dan 23.00. Kali ini, guguran tersebut teramati dari Pos Pemantauan Gunung Merapi di wilayah Kaliurang, Kabupaten Sleman, DIY.
Pada Rabu pukul 00.00-06.00, Merapi kembali mengalami dua kali guguran lava pijar dengan intensitas kecil dan jarak luncur 400 meter. Pada periode tersebut, total terjadi 24 kali guguran di Gunung Merapi, dengan amplitudo 4-55 mm dan durasi 14 detik hingga 75 detik.
Dengan terjadinya sejumlah guguran itu, Kepala BPPTKG Hanik Humaida menyampaikan, saat ini Gunung Merapi memasuki fase erupsi. Magma dari dalam tubuh gunung api tersebut sudah mencapai permukaan. Namun, erupsi yang terjadi masih pada fase awal.
”Secara teknis, Gunung Merapi saat ini sudah memasuki fase erupsi. Namun, ini baru merupakan awal. Proses ekstruksi (keluarnya) magma masih akan terjadi,” kata Hanik.