Alokasi Berkurang, Petani di Cirebon Berebut Pupuk Bersubsidi
Alokasi pupuk bersubsidi yang berkurang membuat petani di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, berebut pupuk saat memasuki musim tanam. Produksi padi pun terancam berkurang.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·2 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Petani di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, berebut pupuk bersubsidi saat memasuki musim tanam akibat alokasi yang berkurang. Produksi padi pun terancam berkurang karena petani juga tidak mampu membeli pupuk nonsubsidi.
Rebutan pupuk bersubsidi tampak di sebuah kios di Kecamatan Panguragan, Cirebon, Rabu (6/1/2021). Para petani mendesak pemilik kios agar menjual pupuk bersubsidi. Personel kepolisian dan TNI bahkan harus turun tangan menenangkan petani.
Setelah sejumlah kepala desa, petugas penyuluh lapangan, dan pemilik kios berkoordinasi, akhirnya pupuk subsidi jenis urea sebanyak 9 ton dijual kepada petani. Setiap petani mendapatkan jatah hanya satu karung atau 50 kilogram pupuk.
Pembayaran pun dilakukan manual setelah petani menunjukkan kartu tanda penduduk, kartu tani, dan bukti terdaftar dalam rencana definitif kebutuhan kelompok (RDKK) elektronik. Transaksi tidak lagi dengan menggesek kartu tani di mesin EDC (electronic data capture).
”Saya cuma dapat satu karung (50 kg) pupuk, padahal seharusnya 4,5 kuintal,” kata Faijin (48), petani yang menggarap lahan 1,5 hektar. Akibat kesulitan pupuk itu, padi yang ia tanam 18 hari lalu belum dipupuk. Padahal, seharusnya, pupuk diberikan paling lambat usia 12 hari setelah tanam.
”Hasil panen pasti berkurang karena enggak ada pupuk. Kalau beli pupuk nonsubsidi, harganya hampir dua kali lipat. Saya enggak sanggup,” ujar Faijin. Harga pupuk urea subsidi Rp 2.250 per kg. Ia pesimistis bisa meraup 9 ton padi jika pemupukan telat.
Kepala Desa Gujeg, Kecamatan Panguragan, Susmaya mendesak Pemkab Cirebon segera menyelesaikan persoalan pupuk. ”Hampir 160 hektar sawah terlambat dipupuk. Padahal, kami sudah mengikuti kemauan pemerintah untuk percepatan tanam, dari biasanya Januari menjadi Desember,” katanya.
Secara nasional, alokasi pupuk bersubsidi memang berkurang. Tahun ini saja alokasi untuk urea hanya 20.000 ton, padahal kebutuhannya 25.000 ton.
Amrin, pemilik kios di Panguragan, mengatakan hanya menerima pupuk bersubsidi dari distributor berdasarkan data RDKK. Adapun RDKK awalnya dibuat dari kelompok tani kepada petugas penyuluh pertanian.
”Kami hanya dapat 9 ton pupuk urea sesuai kuota. Seharusnya, dalam setahun kami memasok pupuk untuk 479 hektar di tiga desa. Setiap hektar, jatah pupuknya 1 kuintal,” katanya. Artinya, kiosnya akan menjual 47,9 ton untuk dua musim tanam.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Cirebon Wasman mengatakan, kelangkaan pupuk subsidi di Cirebon juga terjadi di daerah lain. ”Secara nasional, alokasi pupuk bersubsidi memang berkurang. Tahun ini saja alokasi untuk urea hanya 20.000 ton, padahal kebutuhannya 25.000 ton,” katanya.
Selain itu, lanjutnya, persoalan pupuk bersubsidi juga terjadi karena petani menggunakan pupuk secara berlebih. Luas tanam padi juga meningkat. Tahun ini, pihaknya menargetkan luas tanam mencapai 100.000 hektar. Sebelumnya, luas tanam di bawah jumlah itu.