Merapi Keluarkan Awan Panas, Kesiapsiagaan Masyarakat Harus Ditingkatkan
Gunung Merapi mengeluarkan awan panas guguran sebanyak dua kali, Kamis (7/1/2021). Meski jarak luncur awan panas itu masih relatif pendek, kesiapsiagaan masyarakat menghadapi bahaya erupsi harus ditingkatkan.
Oleh
HARIS FIRDAUS/NINO CITRA ANUGRAHANTO
·4 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Gunung Merapi di perbatasan Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta mengeluarkan awan panas guguran sebanyak dua kali, Kamis (7/1/2021). Meski jarak luncur awan panas itu masih relatif pendek, kesiapsiagaan masyarakat dan pihak-pihak terkait untuk mengantisipasi bahaya erupsi Merapi harus ditingkatkan.
Berdasarkan data Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG), Gunung Merapi mengeluarkan awan panas guguran pertama pada Kamis pukul 08.02. Awan panas itu tercatat dengan amplitudo maksimum 28 milimeter (mm), durasi 154 detik, dengan tinggi kolom 200 meter di atas puncak. Ini merupakan awan panas guguran pertama sejak Merapi berstatus Siaga (Level III) pada 5 November 2020.
Awan panas guguran itu meluncur ke arah hulu Kali Krasak di perbatasan Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, dan Kabupaten Sleman, DIY. Jarak luncur awan panas guguran yang pertama itu tidak teramati. Namun, BPPTKG memperkirakan jarak luncurnya kurang dari 1 kilometer.
”Jaraknya tidak teramati karena tertutup kabut. Tapi, kalau melihat durasinya, ini jaraknya pendek, diperkirakan kurang dari 1 kilometer. Durasinya kan cuma 154 detik dan amplitudonya 28 mm, jadi ini awan panas kecil,” ungkap Kepala BPPTKG Hanik Humaida.
Hanik menambahkan, awan panas guguran itu diperkirakan terjadi karena ada gundukan material magma yang runtuh. Luncuran awan panas tersebut mengarah ke sisi barat daya Gunung Merapi atau sama dengan arah guguran lava pijar yang terjadi beberapa hari sebelumnya.
Setelah itu, pada pukul 12.50, Merapi kembali mengeluarkan awan panas guguran dengan amplitudo 21 mm, durasi 139 detik, dan tinggi kolom 200 meter di atas puncak. Awan panas guguran kedua itu juga meluncur ke arah hulu Kali Krasak dengan jarak sekitar 300 meter.
Menanggapi munculnya awan panas itu, Hanik mengimbau masyarakat yang tinggal di lereng Merapi untuk meningkatkan kesiapsiagaan. Masyarakat juga diminta mematuhi imbauan dari pemerintah daerah terkait dengan aktivitas Merapi.
Selain itu, BPPTKG juga akan terus memantau aktivitas Merapi dan menginformasikan kepada masyarakat apabila ada perkembangan. ”Untuk masyarakat, kewaspadaan harus ditingkatkan karena ini sudah ada awan panas. Nanti perkembangannya kita terus pantau. Masyarakat juga kami imbau tetap mengikuti arahan dari pemerintah daerah,” tutur Hanik.
Meski begitu, Hanik menyatakan, BPPTKG belum menaikkan status Gunung Merapi. Oleh karena itu, status gunung api tersebut masih Siaga. Selain itu, BPPTKG juga belum memperluas radius bahaya karena karena potensi bahaya akibat erupsi Merapi juga masih sama dengan sebelumnya, yakni dalam jarak maksimal 5 km dari puncak.
”Penetapan status aktivitas gunung api itu dasarnya adalah penilaian terhadap ancaman bagi penduduk. Kemarin, kan, kita sudah memberi rekomendasi potensi bahaya saat ini 5 kilometer. Sampai saat ini, potensi bahaya belum lebih dari 5 kilometer,” ungkap Hanik.
Untuk masyarakat, kewaspadaan harus ditingkatkan karena ini sudah ada awan panas. Nanti perkembangannya kita terus pantau. Masyarakat juga kami imbau tetap mengikuti arahan dari pemerintah daerah.
Ikuti rekomendasi
Secara terpisah, Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sleman Joko Supriyanto menyampaikan, pihaknya terus mengikuti rekomendasi dari BPPTKG untuk penanganan mitigasi erupsi Merapi. Menurut rekomendasi tersebut, daerah bahaya di Kabupaten Sleman terdapat di Kecamatan Cangkringan.
Meski demikian, BPBD Sleman juga menyiapkan upaya mitigasi bagi warga yang tinggal di lereng Merapi sebelah barat. Hal ini berkenaan dengan terjadinya beberapa kali guguran ke arah barat daya dari Gunung Merapi.
”Total ada 12 unit barak yang kami siapkan. Semuanya dengan protokol kesehatan. Barak-barak ini berada mulai dari timur hingga barat lereng Merapi. Jadi, apabila skala ancaman meningkat, kami sudah siap semua,” kata Joko saat ditemui di kompleks Kantor Sekretariat Daerah Sleman, Kamis siang.
Joko menambahkan, hingga sekarang, bagi warga di sisi barat lereng Merapi di Kabupaten Sleman belum dilakukan evakuasi. Dalam status Siaga (Level III), evakuasi baru dilakukan terhadap warga yang tinggal di Dusun Kalitengah Lor, Desa Glagaharjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman. Hal tersebut mengacu pada rekomendasi yang diberikan BPPTKG.
”Kalau di sisi barat, yang ada permukiman warga itu di Dusun Turgo, Desa Purwobinangun, Kecamatan Pakem. Itu jaraknya 6-7 km dari puncak Merapi. Satu dusun ada sekitar 150 orang. Semuanya sudah kami edukasi sehingga paham betul apa yang harus dilakukan jika terjadi erupsi. Tetapi, untuk evakuasi, kami menunggu rekomendasi BPPTKG,” kata Joko.