Pengetatan Kegiatan Masyarakat di DIY Butuh Ketegasan Pemerintah
Ketegasan pemerintah dibutuhkan untuk menjamin keberhasilan langkah pengetatan secara terbatas kegiatan masyarakat di DIY. Upaya pengetatan kegiatan masyarakat akan sia-sia tanpa ketegasan pemerintah.
Oleh
NINO CITRA ANUGRAHANTO
·4 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Ketegasan pemerintah dibutuhkan untuk menjamin keberhasilan kebijakan pengetatan terbatas kegiatan masyarakat di Daerah Istimewa Yogyakarta. Tanpa adanya ketegasan, upaya pembatasan pergerakan manusia untuk menekan laju penularan Covid-19 akan menjadi sia-sia.
”Kunci keberhasilan (pengetatan kegiatan) adalah seberapa konsisten pemerintah menerapkan kebijakan ini. Bagaimana menegakkan regulasi itu di lapangan dan seberapa mampu jumlah penduduk yang bisa dikurangi mobilitasnya selama dua pekan itu,” kata Riris Andono Ahmad, epidemiolog dari Universitas Gadjah Mada, saat dihubungi, Minggu (10/1/2021).
Pengetatan secara terbatas kegiatan masyarakat akan dilaksanakan mulai 11 Januari 2021 hingga 25 Januari 2021 di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Pembatasan pergerakan masyarakat itu ditetapkan lewat Instruksi Gubernur DIY Nomor 1/INSTR/2021 tentang Kebijakan Pengetatan secara Terbatas Kegiatan Masyarakat di DIY. Instruksi gubernur tersebut telah ditetapkan pada 7 Januari 2021 dan berlaku untuk lima kabupaten/kota di DIY.
Kebijakan tersebut dikeluarkan menindaklanjuti Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan untuk Pengendalian Penyebaran Covid-19 yang ditetapkan pada 6 Januari 2021. Pembatasan tersebut berlaku bagi wilayah Pulau Jawa dan Bali.
Di DIY, bentuk pengetatan kegiatan mencakup kebijakan bekerja dari rumah, pembatasan aktivitas makan dan minum di restoran, hingga pembatasan jam operasional perbelanjaan. Pegawai yang bekerja dari kantor hanya sebesar 50 persen. Restoran hanya boleh melayani makan dan minum di tempat hingga pukul 19.00 dan dengan kapasitas 25 persen dari daya tampungnya. Pusat perbelanjaan juga hanya diminta beroperasi hingga pukul 19.00. Diharapkan, pembatasan ini dapat mengurangi mobilitas masyarakat sehingga mampu menekan laju penularan Covid-19.
Riris menyatakan, penularan Covid-19 terjadi seiring tingginya mobilitas masyarakat. Semakin tinggi mobilitas, risiko penyebaran penularan Covid-19 pun kian tinggi. Untuk itu, tingkat mobilitas masyarakat perlu dikurangi apabila benar-benar ingin mengurangi laju penularan Covid-19. Selain ketegasan pemerintah, masyarakat juga punya peranan penting untuk bersama-sama ikut menahan laju penularan dengan beraktivitas dari rumah saja.
”Sekarang (kondisi penularan Covid-19) sudah terlalu tinggi. Sudah membebani sistem kesehatan yang ada. Ini harus direduksi. Mobilitas (masyarakat) harus dihentikan. Ini menjadi kontribusi masyarakat,” kata Riris.
Menurut data dari Dinas Kesehatan DIY, hingga Sabtu (9/1/2021), total kasus terkonfirmasi positif Covid-19 di DIY telah mencapai 14.647 orang. Dalam tiga hari berturut, mulai 7-9 Januari 2021, penambahan kasus harian selalu lebih dari 300 orang. Bahkan, pada 8 Januari 2021 tercatat rekor terbanyak penambahan kasus dalam sehari dengan jumlah 379 orang.
Di sisi lain, keterisian tempat tidur rumah sakit rujukan juga mulai menipis. Hingga Sabtu kemarin, tempat tidur untuk merawat pasien kritis (ICU) tinggal tersisa 23 unit dari 76 unit yang tersedia. Sementara itu, tempat tidur untuk pasien noncritical tinggal tersisa 57 unit dari 652 yang tersedia.
Hingga Sabtu kemarin, tempat tidur untuk merawat pasien kritis (ICU) tinggal tersisa 23 unit dari 76 unit yang tersedia. Sementara itu, tempat tidur untuk pasien noncritical tinggal tersisa 57 unit dari 652 yang tersedia.
Dihubungi terpisah, Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) DIY Noviar Rahmad mengatakan telah menyiapkan enam tim yang akan ditugaskan mengawasi pelaksanaan pengetatan kegiatan masyarakat. Keenam tim itu mempunyai tugas masing-masing, mulai dari mengawasi perkantoran, restoran, kafe, hingga pusat perbelanjaan. Dalam pengawasan tersebut, Satpol PP DIY bakal didukung juga oleh petugas dari TNI dan Polri.
Lebih lanjut, Noviar menjelaskan, dalam tahap awal pelaksanaan pengetatan kegiatan masyarakat, pihaknya masih akan memfokuskan pada sosialiasasi peraturan. Apabila ada perkantoran, restoran, atau kafe yang melanggar jam operasional maupun protokol kesehatan, hanya akan diberi sosialisasi tentang kebijakan pengetatan kegiatan tersebut.
”Kalau besok harinya kami datangi lagi masih tidak dilaksanakan, akan kami beri surat pernyataan. Kalau besoknya lagi masih ada pelanggaran, akan ada penyegelan atau penutupan operasional sementara selama 3 x 24 jam,” ujar Noviar.
Noviar mengharapkan agar masyarakat mau menahan diri bepergian dari rumah untuk sementara waktu. Kebijakan pengetatan dikeluarkan demi menekan laju penularan Covid-19 yang menjadi kepentingan semua pihak. Kemauan masyarakat beraktivitas dari rumah punya andil besar terhadap hal tersebut.
”Walau kami sudah bertindak tegas, masih banyak masyarakat yang keluar rumah dan berkerumun, potensi penularan masih tinggi. Kalau dari masyarakatnya tidak sadar, penurunan angka positif (Covid-19) tidak akan terjadi,” kata Noviar.
Noviar tak memungkiri tingkat pelanggaran protokol kesehatan masih tinggi di DIY. Dalam kurun waktu 1-8 Januari 2021 sudah ada hampir 6.000 orang pelanggar protokol kesehatan dari operasi yustisi yang dilakukan.
Tidak mengenakan masker dengan benar menjadi pelanggaran yang paling banyak ditemui. Kerumunan dan jam operasional yang melebihi aturan juga masih sering terjadi. Terdapat 3 kafe dan 1 warung makan di Kabupaten Sleman yang ditutup operasionalnya sementara waktu akibat melanggar protokol kesehatan sepanjang Januari ini.