Rokok dan Minuman Alkohol Ilegal Dominasi Pelanggaran Kepabeanan di Sulteng
Peredaran rokok dan minuman alkohol ilegal marak terjadi di Sulawesi Tengah. Luasnya wilayah pengawasan membutuhkan jumlah petugas yang memadai.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·2 menit baca
PALU, KOMPAS — Peredaran rokok dan minuman alkohol ilegal mendominasi pelanggaran bea dan cukai di Sulawesi Tengah pada 2020. Hal itu merugikan pemasukan negara. Sinergi dengan berbagai pemangku kepentingan penting untuk mengendalikan kasus.
Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Pantoloan Alimuddin Lisaw menyatakan, pada 2020 pihaknya menangani 82 kasus. Jumlah tersebut setara dengan 222 persen dari jumlah kasus pada 2019.
”Perkiraan nilai barang yang ditindak Rp 3,4 miliar yang juga merupakan perkiraan kerugian pemasukan negara,” katanya di Palu, Sulteng, Senin (11/1/2021).
Kasus yang mendominasi adalah peredaran rokok ilegal dan minuman alkohol ilegal. Dikatakan ilegal karena tak ditemukan pita cukai, penggunaan pita cukai tidak standar, dan pemasangan pita cuka bekas pada kedua barang tersebut. Selain itu, ada juga penyelundupan pakaian bekas impor dan narkoba. Sebagian besar kasus-kasus sudah berada di tangan kejaksaan, sebagiannya lagi masih disidik.
Alimuddin menyatakan, penindakan pelanggaran tersebut tak terlepas dari koordinasi yang baik bersama dengan para pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah daerah hingga penegak hukum dari instansi lain. Semua pihak punya komitmen yang sama untuk mencegah perdaran barang-barang ilegal yang turut merugikan pemasukan negara.
”Kami berharap sinergi yang telah terjalin tetap terus ditingkatkan ke depannya,” ujarnya.
Selain penindakan, pada 2020, Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Pantoloan juga berhasil memprakarsai ekspor perdana ikan tuna sirip kuning (yellowfin tuna) ke Osaka, Jepang. Ekspor tersebut tercatat langsung diberangkatkan dari Bandara Mutiara Sis Aljufri, Palu, melalui Bandara Soekarno-Hatta.
Meskipun banyak mengungkap kasus, Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai sebenarnya mempunyai keterbatasan penyidik di wilayah dengan jangkauan pengawasan yang luas. Jumlah penyidik di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Pantoloan, Palu, Sulteng, saat ini 13 orang. Kebutuhan idealnya minimal dua kali dari jumlah yang ada.
”Memang kantor kami terbatas jumlah penyidiknya. Padahal, wilayah pengawasannya seluruh Sulteng ditambah sebagian Sulawesi Barat,” kata Pelaksana Pemeriksa Bidang Layanan Informasi dan Kehumasan Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Pantoloan Yanne Adeleida.
Untuk mengatasi kekurangan tenaga tersebut, selama ini setiap unit kerja saling membantu. Tugas-tugas di seksi penindakan dan penyidikan sebagai ujung tombak pengawasan selama ini dibantu oleh petugas dari seksi lainnya sehingga operasional tetap berjalan maksimal.
Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Pantoloan melayani Provinsi Sulawesi Tengah yang cukup luas dengan Kabupaten Pasangkayu, Provinsi Sulawesi Barat. Wilayah-wilayah tersebut cukup luas dan terbuka dengan daerah lain sehingga begitu banyak pintu masuk barang dan orang baik di darat, udara, maupun darat.