Pencarian Korban Tanah Longsor di Sumedang Terkendala Cuaca
Pemerintah Kabupaten Subang menetapkan status tanggap darurat bencana tanah longsor di Desa Cihanjuang, Kecamatan Cimanggung. Upaya evakuasi 26 korban yang tertimbun masih dilakukan.
SUMEDANG, KOMPAS — Pencarian terhadap 26 korban hilang akibat longsor Desa Cihanjuang, Kecamatan Cimanggung, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, dilakukan dengan mewaspadai cuaca buruk. Jika terjadi hujan, petugas yang dikerahkan untuk mencari para korban menyingkir karena khawatir longsor susulan.
Hingga Senin (11/1/2021), setidaknya terdapat dua patok yang dipasang di antara timbunan tanah, material, dan bangunan di lokasi longsoran. Patok dipasang untuk menandai lokasi yang diduga ada korban yang di tertimbun.
Posisi tanah yang belum stabil menjadikan pencarian korban menjadi sangat berisiko. Perubahan cuaca ekstrem diwaspadai karena dimungkinkan terjadi longsor susulan.
”Kami membagi pencarian menjadi dua titik, yang di bagian bawah dekat masjid dan bagian atas,” kata Jayusman (32), petugas evakuasi.
Bencana tanah longsor terjadi Sabtu (9/1) sore. Sebelumnya, kawasan Bandung Raya dan Sumedang dilanda hujan deras selama lebih dari 2 jam, termasuk di lokasi longsor. Longsor susulan pun terjadi pukul 20.00 saat petugas tengah mencari sekitar delapan korban jiwa yang masih tertimbun.
Baca Juga: Longsor di Sumedang 11 Orang Tewas dan 8 Orang Belum Ditemukan
Hingga kemarin pukul 13.00, sejumlah 13 korban ditemukan meninggal. Selain itu, 26 korban lainnya masih dalam pencarian.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah Jabar mencatat, longsoran tebing setinggi 20 meter dan sepanjang 40 meter telah menimbun 14 rumah. Selain korban meninggal dan hilang, sebanyak 18 orang luka-luka.
Sejumlah petugas dikerahkan untuk mengawasi petugas dan pihak-pihak yang masuk ke lokasi longsoran. Hal itu dilakukan untuk mengurangi potensi bertambahnya korban. Sebelumnya, korban yang tertimbun berasal dari warga yang menonton proses evakuasi.
”Total, warga yang terdampak masih dalam pendataan. Saat cuaca buruk, pencarian korban dihentikan. Kami pun tetap meminta warga menjauhi lokasi longsor karena khawatir longsor susulan,” ujar Jayusman.
Pemerintah Kabupaten Sumedang kemarin menetapkan status tanggap darurat untuk penanganan bencana longsor di Desa Cihanjuang. Dalam tanggap darurat, selain upaya evakuasi korban hilang, warga dengan radius 30 meter dari lokasi longsor diminta mengungsi.
Sekretaris Daerah Sumedang Herman Suryatman seusai rapat penanganan bencana di SMAN Cimanggung, Sumedang, menuturkan, tanggap darurat berlangsung dari 9-29 Januari 2021. Status ini ditetapkan melalui Keputusan Bupati Sumedang Nomor 21 Tahun 2021.
”Sebanyak 125 kepala keluarga (KK) dalam radius 30 meter akan kami ungsikan. Lalu, ada 54 KK yang berada di Blok Cicabe juga kami minta meninggalkan rumah. Blok ini tepat berada di bawah longsoran sehingga perlu diungsikan,” tuturnya.
Baca Juga: Potensi Longsor Susulan di Sumedang Masih Tinggi
Warga terdampak diungsikan ke beberapa titik, seperti SDN Cipareuag, SD Al Hidayah, dan beberapa ruang terbuka yang siap dibangun tenda pengungsian. Untuk memastikan jarak sesuai protokol kesehatan Covid-19, tenda peleton dengan kapasitas 40 orang akan ditempati 25 orang. Sejumlah 14 tenda disiapkan.
Pemkab juga berencana merelokasi warga yang tinggal di zona rawan longsor. ”Terkait relokasi, kami akan identifikasi dulu kerusakan bangunan dan lahannya. Di longsor awal memang ada 14 rumah, tetapi di longsor susulan yang malam bisa lebih banyak lagi,” ujarnya.
Kepala Bidang Mitigasi Gerakan Tanah Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Agus Budianto yang turut dalam rapat menyatakan, pihaknya tengah menyusun surat rekomendasi zona bencana longsor di lokasi. Pertimbangan ini diharapkan bisa diaplikasikan oleh pemangku kepentingan dan pimpinan daerah karena potensi longsor masih tinggi.
Terkait relokasi, kami akan identifikasi dulu kerusakan bangunan dan lahannya. Di longsor awal memang ada 14 rumah, tetapi di longsor susulan yang malam bisa lebih banyak lagi.
”Musim hujan diperkirakan terjadi hingga Mei. Radius 30 meter itu sudah minimal dan sebenarnya bisa lebih luas lagi kalau kita memperhitungkan kemiringan dan luncuran tanahnya. Nanti akan kami masukkan ke dalam rekomendasi,” ujarnya.
Agus menambahkan, potensi bencana longsor yang harus diwaspadai tidak hanya di Cimanggung. Daerah lain dengan karakteristik serupa, yakni tanah yang cenderung berwarna cokelat, memiliki jalur air, dan tidak memiliki tumbuhan besar dengan akar yang kuat di atasnya, juga patut diwaspadai.
Banjir
Di Subang, Jabar, hujan lebat dan angin kencang dalam tiga hari terakhir memicu banjir di beberapa titik. Masyarakat di daerah aliran sungai diimbau lebih waspada terhadap potensi bencana susulan.
Curah hujan yang tinggi membuat Sungai Cipunagara meluap, Minggu (10/1) malam. Sebanyak 30 dari 35 rumah di Kampung Pasar Lama, Kecamatan Pamanukan, terendam banjir 50-100 sentimeter. Kemarin, banjir berangsur surut.
Selain di Kecamatan Pamanukan, banjir juga melanda Desa Gembor, Kecamatan Pagaden. Hujan lebat yang mengguyur wilayah tersebut mengakibatkan luapan air masuk ke permukiman. Jalur penghubung dua desa sempat tidak bisa dilalui kendaraan. Banjir di wilayah ini juga telah surut.
Bukan hanya banjir, hujan disertai angin kencang menyebabkan beberapa pohon tumbang di depan rumah warga Kelurahan Cigadung. Tidak ada korban jiwa dalam insiden itu.
BPBD Subang terus memantau kondisi ketinggian sejumlah sungai yang berpotensi meluap, yakni Sungai Cipunagara dan Ciasem. Sejumlah upaya penanggulangan banjir masih berjalan, termasuk penyodetan atau membuat saluran untuk mengalirkan air di Sungai Cipunagara, Desa Karangmulya.
Wilayah pantura barat di Jabar rawan banjir. Wilayah itu dilintasi sejumlah sungai besar, seperti Sungai Cilamaya, Cipunagara, Citarum, dan Cibeet.
Curah hujan tinggi disertai angin kencang juga memicu banjir dan tanah longsor di sejumlah wilayah Kepulauan Riau. Diperkirakan cuaca ekstrem akan terus terjadi hingga awal Februari 2021. Warga diminta waspada menghadapi potensi bencana hidrometeorologi.
Baca Juga: 150 Rumah di Padang Terendam Banjir
Kepala Seksi Data dan Informasi Stasiun Meteorologi Kelas I Hang Nadim Batam Suratman mengatakan, periode Desember-Januari merupakan fase puncak musim hujan di Kepri. Hujan dengan intensitas sedang hingga lebat diperkirakan terus mengguyur sampai awal Februari.
”Siklonik di barat Pulau Kalimantan membentuk daerah pertemuan kecepatan angin (konvergensi) di Kepri. Ini menyebabkan hujan lebat dan angin kencang yang merata hampir di seluruh kabupaten/kota di Kepri,” katanya.
Kepala Kantor Badan SAR Nasional (Basarnas) Tanjung Pinang Mu’min menyatakan, ada lima kelurahan di Kota Tanjung Pinang dan tiga kelurahan di Kabupaten Bintan yang terendam banjir. Diperkirakan sedikitnya ada 327 keluarga yang terdampak banjir di dua daerah di Pulau Bintan tersebut.
Dua meninggal
Di Batam, banjir setinggi sekitar 50 sentimeter terjadi di Kelurahan Sambau, Kecamatan Nongsa. Adapun bencana longsor juga terjadi di Kelurahan Seraya, Kecamatan Batu Ampar. Dua orang meninggal dalam peristiwa yang terjadi pada 8 Januari itu.
”Kami mengimbau warga Kepri untuk mewaspadai banjir dan tanah longsor mengingat cuaca ekstrem diperkirakan masih akan terjadi sepanjang Januari,” ujar Mu’min.
Pemerintah kota/kabupaten di Kepri menyikapi hal itu dengan berulang-ulang menggelar gotong royong massal untuk membersihkan saluran air sejak awal Januari lalu. Di Batam, 1.098 pegawai kantor pemerintahan diturunkan untuk membersihkan saluran air di sembilan lokasi terpisah.
Hal serupa dilakukan aparatur sipil negara di Bintan. Selain membersihkan saluran air dan jalan dari tumpukan lumpur, mereka juga membantu mendirikan dapur umum untuk menyiapkan makanan bagi ribuan warga yang terdampak banjir.