Optimalkan 3M dan 3T Selama Pembatasan Kegiatan di Balikpapan
Peningkatan kasus Covid-19 hinga memicu rumah sakit penuh membuat Pemerintah Kota Balikpapan membatasi kembali kegiatan. Pembatasan ini tak akan berdampak jika tidak disertai 3T yang masif.
Oleh
SUCIPTO
·4 menit baca
BALIKPAPAN, KOMPAS — Peningkatan kasus Covid-19 yang memicu rumah sakit penuh membuat Pemerintah Kota Balikpapan, Kalimantan Timur, membatasi kembali kegiatan masyarakat mulai Jumat (15/1/2021). Akademisi menilai pembatasan ini perlu dibarengi dengan pelacakan, pemeriksaan dini, dan perawatan yang maksimal.
Melalui Surat Edaran Nomor 300/142/Pem, Wali Kota Balikpapan menyatakan pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) di Balikpapan dilakukan pada 15-29 Januari 2021. Pusat keramaian, perkantoran, dan tempat tempat hiburan yang semula mulai beroperasi kembali dibatasi hingga tak boleh beroperasi pada rentang waktu itu.
”Tokoh agama dan asosiasi pusat perbelanjaan juga hadir dalam pembahasan surat edaran tersebut. Poin pentingnya, kita meminta semua perkantoran melakukan sistem kerja dari rumah sebanyak 75 persen dari tenaga kerja. Tempat wisata, tempat olahraga, dan tempat hiburan malam sementara ditutup,” kata Wali Kota Balikpapan Rizal Effendi, di Balikpapan, Jumat.
Selain itu, pusat perbelanjaan dan pusat kuliner hanya boleh menerima pengunjung 50 persen dari kapasitas maksimal. Waktu operasinya juga hanya diperbolehkan hingga pukul 21.00 Wita. Seluruh umat beragama hanya boleh menggelar ibadah dengan jumlah maksimal 50 persen dari kapasitas di tempat ibadah.
Khusus pelaksanaan perkawinan, hanya diizinkan kegiatan akad nikah atau pemberkatan dengan protokol kesehatan yang ketat di tempat kegiatan. Resepsi pernikahan yang sebelumnya sudah boleh dilaksanakan dengan protokol kesehatan untuk sementara diminta ditunda hingga masa pembatasan kegiatan berakhir.
Jam kegiatan masyarakat di luar ruangan hanya diperbolehkan hingga pukul 22.00 Wita. Satpol PP akan bekerja sama dengan Polri dan TNI untuk memantau kegiatan masyarakat. Peringatan tertulis hingga denda akan diberikan bagi yang melanggar.
Kebijakan PPKM ini dikeluarkan atas empat pertimbangan. Pertama, tingkat kematian akibat Covid-19 di Balikpapan 4,2 persen, di atas rata-rata tingkat kematian nasional, yakni 3 persen. Kedua, tingkat kesembuhan pasien Covid-19 Balikpapan hanya 79,3 persen, lebih rendah dari tingkat rata-rata kesembuhan nasional yang di atas 80 persen.
Ketiga, tingkat keterisian ICU di rumah sakit sudah 100 persen, sedangkan angka rata-rata keterisian ICU nasional 70 persen. Terakhir, tingkat keterisian kamar isolasi di rumah sakit Balikpapan 90 persen, lebih tinggi dari angka rata-rata keterisian kamar isolasi nasional 70 persen.
Hanya angka kasus aktif Balikpapan yang lebih rendah dari angka nasional, yakni 16 persen, di mana tingkat kasus aktif nasional di atas 28 persen. Namun, selama pembatasan kegiatan ini, Dinas Kesehatan Kota Balikpapan tak memiliki rencana untuk meningkatkan pelacakan Covid-19 dan pengetesan warga.
”Sekarang masyarakat periksa sendiri. Makanya, langsung ratusan (kasus) setiap hari. Kita tidak tracing, masyarakat sudah men-tracing keluarga sendiri. Jadi, ketika kita telepon ternyata dia keluarga (yang sudah positif). Jadi, tracing naik, testing naik, sudah melampaui target semua. Masyarakat (sudah) mandiri, bergerak sendiri,” ujar Kepala Dinas Kesehatan Balikpapan Andi Sri Juliarty.
Sekarang masyarakat periksa sendiri makanya langsung ratusan setiap hari.
Hanya poin perawatan yang sedang ditingkatkan oleh Satgas Covid-19 Balikpapan dengan menambah tempat tidur di rumah sakit untuk merawat pasien Covid-19. Tempat tidur yang semula berjumlah 304 buah saat ini sudah ditambah menjadi sekitar 400 tempat tidur yang disediakan untuk pasien Covid-19 bergejala berat.
Akademisi dan pengamat menilai, pembatasan kegiatan perlu juga diimbangi dengan pelacakan, pengetesan, dan perawatan optimal. Tujuannya, agar kasus baru terus ditemukan demi menekan penularan di masyarakat. Kewaspadaan dan penanganan kasus juga masih perlu ditingkatkan, sekalipun vaksin sudah mulai didistribusikan di Indonesia.
Sebelumnya, inisiator LaporCovid-19, Irma Hidayana, mengatakan, kehadiran vaksin merupakan kabar baik. Namun, vaksinasi bukan akhir pandemi, melainkan salah satu cara untuk mengendalikan penularan Covid-19 di Indonesia.
Menurut dia, cara yang lebih fundamental yang harus dilakukan pemerintah adalah meningkatkan 3T secara merata dan memadai di Indonesia, dibarengi pembatasan sosial yang sangat ketat.
”3T tidak akan sukses apabila pembatasan sosial tidak ketat. Harus diikuti 3M (memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan), juga imunisasi untuk vaksin Covid-19,” kata Irma.
Hal senada diungkapkan Pengajar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Mulawarman, Ike Anggraeni. Menurut dia, kekuatan utama negara yang berhasil menghadapi pandemi adalah kemampuan dalam penyelidikan epidemiologi secara menyeluruh kepada setiap pasien.
Ia menilai pelacakan kepada orang yang pernah berkontak dengan seseorang yang terkonfirmasi positif Covid-19 sangat perlu sekali ditingkatkan. Itu akan sangat membantu memperlambat penyebaran Covid-19 untuk memutus rantai penyebaran, mengisolasi sesegera mungkin pasien positif Covid-19, dan merawat orang dengan gejala untuk menekan angka kematian.
”Protokol berasumsi bahwa pelacakan kontak sudah memadai jika paling tidak 80 persen kontak dari kasus sudah dapat diidentifikasi dan dikarantina setidaknya dalam waktu 72 jam setelah kasus ditangani,” katanya.