Beragam kendala rentan muncul di tengah jalan apabila pelaksanaan vaksinasi Covid-19 tidak disiapkan dengan ideal. Akibatnya, pencegahan penularan rentan terganggu.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA/MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·5 menit baca
Target merampungkan vaksinasi Covid-19 dalam satu tahun bukan tantangan yang mudah. Manajemen distribusi vaksin serta kesiapan fasilitas kesehatan dan vaksinator di daerah harus tuntas. Faktanya, beragam kendala berpotensi terpampang di depan mata.
Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum nyaris gagal disuntik vaksin Covid-19 produksi Sinovac, China, di Rumah Sakit Umum Pusat Hasan Sadikin, Kota Bandung, Kamis (14/1/2021). Tekanan darahnya di atas 140/90 sehingga belum memenuhi syarat mengikuti vaksinasi.
Mantan Bupati Tasikmalaya itu beranjak ke ruangan lain untuk beristirahat. Setelah diperiksa ulang, tensinya 129/90. Penyuntikan vaksin pun akhirnya dapat dilakukan.
Uu mengaku tegang karena banyak sorot mata melihat penyuntikan pertama vaksinasi itu di Jabar. Namun, ia tak sendiri. Sejumlah pejabat lain mengalami hal serupa.
Waktu yang tertunda hari itu tidak sampai menganggu jadwal penyuntikan vaksin. Namun, apabila kasus serupa dialami banyak orang, besar kemungkinan bakal ada penundaan yang tidak sederhana.
Jika berulang kali diperiksa tensi calon penerima tetap di atas 140/90, vaksinasi akan dijadwalkan ulang. Kondisi ini berpotensi menambah antrean penyuntikan vaksin pada hari berikutnya. Selain itu, butuh tempat ideal untuk menampung calon penerima vaksin yang kesehatannya masih bermasalah.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kesehatan Jabar Dewi Sartika mengatakan, semua tempat vaksinasi wajib menyediakan ruang istirahat bagi penerima vaksin. Selain itu, juga dilengkapi tempat observasi selama 30 menit pascapenyuntikan.
”Hal ini sudah menjadi standar operasional. Tidak hanya di rumah sakit, di puskesmas juga ada,” ujarnya.
Menurut Dewi, tensi tinggi dapat dipicu beberapa hal, di antaranya kurang tidur dan kelelahan. Oleh sebab itu, dibutuhkan tempat beristirahat bagi calon penerima vaksin. Sekitar 1.100 fasilitas kesehatan disiapkan sebagai tempat penyuntikan vaksin. Sejumlah 11.000-an vaksinator sedang dilatih sampai akhir Januari.
”Atur agar ruang tunggu sasaran yang sudah dan belum divaksin dibuat terpisah. Jika memungkinkan, tempat menunggu 30 menit sesudah vaksinasi (observasi) di tempat terbuka,” ucapnya.
Jabar mendapat alokasi 97.080 dosis vaksin yang diproyeksikan untuk sekitar 44.000 tenaga kesehatan. Penyuntikan vaksin pada periode pertama ini dijadwalkan Januari-April.
Sejumlah 74.760 dosis vaksin telah disalurkan ke tujuh daerah, yaitu Kota Bandung sebanyak 25.000 dosis, Kota Cimahi (3.880 dosis), Kota Bekasi (14.060), Kota Depok (11.140 dosis), Kota Bogor (9.160 dosis), Kabupaten Bandung (7.560 dosis), dan Kabupaten Bandung Barat (3.960 dosis).
Vaksin dikirim ke kabupaten/kota menggunakan kendaraan berpendingin. Suhu yang direkomendasikan 2-8 derajat celsius.
”Pemerintah kabupaten/kota akan mendistribusikan vaksin dan logistik lainnya ke rumah sakit, puskesmas, dan pos pelayanan vaksinasi dengan menggunakan mobil boks atau puskesmas keliling. Vaksin ditempatkan pada vaccine carrier disertai cool pack,” ucapnya.
Gubernur Jabar Ridwan Kamil berharap pemerintah pusat memberikan vaksin untuk semua tenaga kesehatan di provinsi tersebut. Sedikitnya dibutuhkan sekitar 210.000 dosis vaksin untuk memenuhi harapan itu. Pemerintah Provinsi Jabar baru menerima sekitar 30.000 dosis vaksin, Rabu. Sejumlah 60.000 dosis vaksin sisanya dikirimkan Jumat (8/1).
Menurut Kamil, Jabar membutuhkan sekitar 67 juta dosis vaksin untuk 33,5 juta warganya. Jumlah itu setara dengan 70 persen populasi penduduk Jabar yang hampir mencapai 50 juta jiwa.
”Jumlah itu dibutuhkan untuk membentuk kekebalan kelompok sehingga diharapkan melindungi seluruh masyarakat,” ucapnya.
Data vaksinasi
Manajemen vaksinasi yang dikendalikan pemerintah pusat juga rentan memicu persoalan. Hingga Kamis siang, Pemerintah Provinsi Jabar belum menerima data tenaga kesehatan calon penerima vaksin Covid-19.
Kamil mengaku sudah menelepon Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin untuk menyampaikan hal itu. ”Jadi, kalau nanti ada yang sudah terdaftar, tetapi tidak datang (saat vaksinasi), kami dengan mudah melacak ke alamatnya,” ucapnya.
Oleh sebab itu, ia mengusulkan agar data vaksinasi tahap kedua dibagikan ke pemda. Dengan begitu, pihaknya dapat mengajukan proporsi penerima vaksin di kabupaten/kota. ”Sehingga proses vaksinasi berjalan secara proporsional. Prosesnya bukan diserahkan langsung, tetapi tetap dikoordinasikan dengan pusat,” ucapnya.
Distribusi vaksin dari pemerintah kabupaten/kota ke fasilitas kesehatan juga mesti menjamin sistem rantai dingin. Di Kota Bandung, misalnya, penyaluran vaksin ke lokasi penyuntikan tidak dilakukan sekaligus, tetpi disesuaikan dengan kebutuhan sesuai jadwal.
Vaksin disimpan di puskesmas kecamatan yang dilengkapi dengan sistem distribusi rantai dingin. ”Setiap pukul 13.00, kami merekap data calon penerima vaksin, baru kemudian mengirimkan vaksin ke faskes sesuai data tersebut. Jadi, vaksin tidak lama berada di faskes,”ucapnya.
Salah satu faskes yang ditetapkan melayani vaksinasi Covid-19 di Bandung adalah Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak. Jadwalnya setiap Selasa dan Kamis dengan kapasitas 20 penyuntikan per hari yang dibagi dalam dua sesi.
Kepastian sistem distribusi rantai dingin juga diingatkan oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir saat mengunjungi PT Bio Farma, Bandung, Kamis (7/1). Erick meminta kepala daerah memastikan menjalankan sistem tersebut untuk menjamin kualitas vaksin sebelum digunakan.
”Jangan sampai ada kegagalan dalam penyimpanan. Kalau tidak memenuhi prosedur, vaksinasi tentu tidak akan sesuai kualitas,” ujarnya seusai pemantauan.
Dalam menyalurkan vaksin ke setiap provinsi, Bio Farma menggunakan Sistem Manajemen Distribusi Vaksin (SMDV). Sistem ini tidak hanya menginformasikan lokasi, tetapi juga suhu kendaraan, titik pemberhentian, dan kecepatan kendaraan.
Jangan sampai ada kegagalan dalam penyimpanan. Kalau tidak memenuhi prosedur, vaksinasi tentu tidak akan sesuai kualitas.
SMDV dikendalikan dari pusat komando (command center) Kantor Bio Farma. Setiap nomor vaksin akan diimput ke dalam data. Dengan begitu, paket vaksin yang diantar ke daerah bisa terlacak.
Direktur Digital Healthcare Bio Farma Soleh Ayubi menjelaskan, pengawasan terpusat ini baru diterapkan dalam pendistribusian vaksin Covid-19. ”Pendistribusiannya harus sesuai cara distribusi obat yang baik (CDOB) dengan memantau posisi dan suhu selama pengantaran melalui teknologi digital,” ujarnya.
Vaksinasi membuka jalan keluar dari pandemi Covid-19. Namun, beragam potensi kendala harus dipetakan sejak dini agar tidak menjadi kerikil yang menghambat jalan itu. Jangan sampai vaksinasi seperti peribahasa, nasi sudah menjadi bubur, sia-sia saja.