Penyaluran Bantuan untuk Wilayah Terisolasi di Sulbar dengan Helikopter
Penyaluran bantuan kebutuhan pokok untuk wilayah terisolasi yang terdampak gempa di Sulawesi Barat dilakukan dengan helikopter.
Oleh
videlis jemali
·3 menit baca
MAMUJU, KOMPAS - Penyaluran bantuan kebutuhan pokok untuk wilayah terisolasi yang terdampak gempa di Sulawesi Barat dilakukan dengan helikopter. Pemerintah berkomitmen memperbaiki penanganan bencana agar kebutuhan penyintas terpenuhi dengan baik.
Hal itu disampaikan Sekretaris Daerah Provinsi Sulawesi Barat Muh Idris, saat dihubungi di Mamuju, Selasa (19/1/2021). Menurut dia, sudah tersedia empat helikopter untuk distribusi bantuan ke sejumlah desa yang terisolasi karena akses longsor di Kabupaten Majene. Tiga helikopter milik Badan Nasional Penanggulangan Bencana, satu lagi punya Markas Besar Polri.
Namun, untuk saat ini, hanya dua tempat yang bisa didarati helikopter, salah satunya Desa Taukong di Kecamatan Ulumanda, Majene, dengan jumlah warga sekitar 3.000 jiwa. Sementara, dua tempat lainnya untuk pusat penyaluran logistik bencana belum memiliki tempat pendaratan. Ada empat titik yang rencananya dijadikan pusat penyaluran bantuan di wilayah terisolasi. “Kami akan menyediakan tempat pendaratan darurat. Hal itu memungkinkan dilakukan,” kata Idris.
Sambil penyaluran bantuan dilakukan via udara, Idris menjanjikan sejumlah alat berat dikerahkan untuk membersihkan longsoran yang menutup akses ke desa-desa tersebut. Longsor yang mengisolasi sejumlah daerah di Majene cukup luas sehingga membutuhkan alat berat yang banyak.
Terkait distribusi bantuan di sejumlah pengungsian yang belum merata, Idris menyatakan, hal itu karena masih belum jelasnya data pengungsi dan lokasi pengungsian. Masalah itu akan dibenahi agar distribusi dilakukan dengan baik. Koordinasi dengan relawan yang membawa bantuan juga akan ditingkatkan agar penyaluran bantuan merata. “Prinsipnya, kami percepat penanganan kebutuhan pengungsi,” katanya.
Penyintas, terutama yang berada jauh dari pusat kota Mamuju, mengeluhkan belum mendapatkan bantuan. Itu terutama dialami penyintas di Desa Taduli, Kecamatan Mamuju, yang berjarak sekitar 30 kilometer dari pusat kota. Tadui terletak di Jalan Poros Mamuju-Palu, Sulawesi Tengah, persis di pinggir pantai.
Para penyintas mendirikan tenda di bukit atau kebun. Ada lokasi pengungsian dengan 50 tenda, ada juga dengan jumlah 20 tenda. Selain itu, pengungsi menyebar sporadis di bukit dan kebun. Dalam dua hari terakhir, mereka sering ke rumah untuk mandi dan menjaga rumah.
Andra (42), penyintas, menyatakan, saat ini mereka memenuhi kebutuhan dari persediaan sebelum gempa. “Tapi, saat ini jumlahnya semakin menipis. Saya tinggal punya 3 liter beras. Kami minta agar distribusi tak hanya dilakukan di kota, tetapi juga sampai ke desa,” katanya.
Andra pernah mencoba mendatangi posko induk di Rumah Jabatan Wakil Bupati Mamuju, Senin (18/1), untuk mendapatkan bantuan. Namun, ia akhirnya kecewa karena stok bantuan sudah habis. Padahal, sebelumnya, Suaib memastikan distribusi bantuan dilakukan dengan baik. Distribusi dilakukan dari posko induk ke posko-posko pengungsian.
Hingga Selasa (19/1), bantuan dari berbagai daerah di daratan Sulawesi terus mengalir ke Mamuju. Bantuan berasal dari Palu, Sulawesi Tengah, dan sejumlah daerah di Sulawesi Selatan. Mobil-mobil pengangkut bantuan tersebut terlihat beriring-iringan di jalan kota Mamuju. Bantuan tersebut diantar komunitas, partai politik, lembaga swadaya masyarakat.
Saat ditemui di Jalan Soekarno-Hatta, Mamuju, Selasa, anggota Komunitas Maxxio, Palu, Kasim, mengatakan, komunitasnya baru saja menyalurkan bantuan yang diangkut 21 pikap. Bantuan berupa beras, mi, air minum, biskuit, dan popok untuk bayi. Bantuan tersebut diterima dari berbagai komunitas dan masyarakat umum di Kota Palu dan daerah sekitarnya. Komunitas yang beranggotakan pemilik mobil pikap Grand Max itu mengangkut langsung bantuan ke Sulbar.
Terkait aksi sosial itu, Kasim menyatakan ingin meringankan duka dan kesedihan penyintas bencana Sulbar. ”Ini panggilan hati kami untuk membantu sesama yang kena bencana. Apalagi, kami terlebih dahulu pernah merasakan kebaikan hati orang lain saat gempa, tsunami, dan likuefaksi pada 28 September 2018,” katanya.