Sejumlah Sentra Pedagang Kaki Lima di Sidoarjo Ditutup Selama PPKM
Sidoarjo menutup sejumlah kawasan yang menjadi sentra pedagang kaki lima selama pelaksanaan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM periode kedua ini. Kebijakan itu diambil untuk mengendalikan Covid-19.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Pemerintah Kabupaten Sidoarjo akan menutup sejumlah kawasan ekonomi yang menjadi sentra pedagang kaki lima selama pelaksanaan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM periode kedua ini. Kebijakan itu diambil untuk mengendalikan sebaran Covid-19.
Kawasan tersebut antara lain Alun-alun Sidoarjo, Gelora Delta Sidoarjo atau GOR sentra pedagang kaki lima (PKL) Pondok Jati, dan Taman Pinang. Ada ratusan pedagang kaki lima yang berjualan di kawasan tersebut setiap harinya. Jumlah pedagang bahkan bisa mencapai ribuan orang pada hari libur atau akhir pekan.
Jarak antarlapak pedagang berimpitan sehingga sulit menerapkan protokol kesehatan. Selain tidak bisa menjaga jarak aman, fasilitas cuci tangan dengan sabun dan air mengalir juga sangat minim. Kondisi itulah yang menjadi pertimbangan pemda menutup sentra PKL ini selama PPKM.
”Kami meminta maaf kepada seluruh masyarakat Sidoarjo, untuk dua pekan ke depan kawasan alun-alun, GOR, dan Taman Pinang akan ditutup. Perputaran ekonomi menjadi kurang maksimal,” ujar Penjabat Bupati Sidoarjo Hudiyono.
Selain melarang PKL berjualan, Pemkab Sidoarjo juga menutup sementara sembilan taman publik, termasuk kawasan alun-alun yang menjadi pusat kegiatan masyarakat. Kawasan alun-alun ini pernah ditutup saat pembatasan sosial berskala besar diberlakukan pada tahun lalu untuk mencegah kerumunan.
Pelaksanaan PPKM periode kedua ini mengacu pada Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 02 Tahun 2021 tentang perpanjangan PPKM untuk pengendalian penyebaran Covid-19. Instruksi Mendagri itu mengatur pembatasan tempat kerja/perkantoran dengan menerapkan 75 persen bekerja dari rumah dan 25 persen bekerja di kantor dengan protokol kesehatan lebih ketat.
Melaksanakan kegiatan belajar mengajar secara dalam jaringan, serta membatasi kegiatan restoran untuk makan dan minum di tempat sebesar 25 persen. Selain itu pembatasan jam operasional pusat perbelanjaan sampai pukul 20.00. Tempat ibadah dibatasi maksimal 50 persen dari kapasitas.
Kepala Dinas Kesehatan Syaf Satriawarman mengatakan, alasan perpanjangan PPKM di Sidoarjo karena tingkat kematian kasus Covid-19 di daerah ini di atas rata-rata tingkat kematian nasional, bahkan dua kali lipatnya. Tingkat kematian Covid-19 di Sidoarjo per Selasa ini mencapai 555 orang secara kumulatif atau sebesar 6,3 persen dari total kasus 8.790.
”Selain itu, tingkat keterisian tempat tidur Rumah Sakit (RS) atau bed occupancy ratio (BOR) untuk intensive care unit (ICU) dan ruang isolasi di atas 70 persen. Berdasarkan catatan dinkes, BOR di Sidoarjo saat ini mencapai 82 persen,” kata Syaf Satriawarman.
Dia menambahkan ada 11 RS rujukan Covid-19 di wilayahnya. Rata-rata tingkat keterisian tempat tidur rumah sakit tersebut 82 persen, baik untuk ruang isolasi khusus (RIK) maupun RIB (ruang isolasi biasa). BOR sebesar 82 persen ini turun dibandingkan kondisi saat awal pelaksanaan PPKM pertama yang mencapai 94 persen, bahkan pernah melampui 100 persen.
Perpanjangan PPKM ini diharapkan bisa menurunkan BOR RS rujukan Covid-19 sehingga tidak terjadi stagnasi atau antrean pasien untuk mendapatkan ruang perawatan. Covid-19 merupakan penyakit yang menyerang sistem pernapasan sehingga memerlukan penanganan yang cepat selain harus tepat.
Tingkat kematian Covid-19 di Sidoarjo per Selasa ini mencapai 555 orang secara kumulatif atau sebesar 6,3 persen dari total kasus 8.790.
Komandan Kodim 0816 Sidoarjo Kolonel Iwan Nusi mengatakan, selain membatasi kegiatan masyarakat dengan melarang PKL berjualan, upaya mengendalikan sebaran Covid-19 juga akan ditempuh dengan meningkatkan kepatuhan terhadap penerapan protokol kesehatan melalui operasi yustisi. Operasi melibatkan tim gabungan Polri, TNI, dan Pemkab Sidoarjo.
”Sasaran operasi yustisi ini diperluas, terutama di wilayah perbatasan dengan Surabaya, Mojokerto, dan Gresik karena disinyalir tingkat kepatuhan masyarakat di sana masih longgar,” ujar Iwan Nusi.
Selain menyasar area perbatasan, operasi yustisi yang sebelumnya banyak digelar di jalan utama juga diperluas di perkampungan penduduk, terutama yang risiko sebaran Covid-19 masih tinggi. Daerah dengan risiko sebaran penyakit tinggi itu ditandai dengan status zona merah.
Iwan Nusi menambahkan kualitas dan intensitas operasi yustisi akan ditingkatkan agar hasilnya lebih optimal. Berdasarkan hasil evaluasi PPKM periode pertama, dalam 10 hari terjaring 860 pelanggar prokes. Hal itu menandakan masih ada kecenderungan masyarakat mengabaikan penerapan protokol kesehatan terutama memakai masker dengan benar.
Selain melalui operasi yustisi, sosialisasi protokol kesehatan mencegah sebaran Covid-19 akan melibatkan tokoh agama, tokoh masyarakat, dan tokoh pemuda. Harapannya mereka lebih mudah melakukan pendekatan dan mengajak masyarakat lebih patuh prokes. Sebab, meski vaksinasi mulai berjalan, prokes tetap harus diterapkan secara ketat untuk memerangi pandemi.