Sakit Covid-19, Sedikit tetapi Nyelekit
Virus korona jenis baru penyebab pandemi Covid-19 hanya perlu celah kelengahan untuk menyerang dan menumbangkan kehidupan. Saya merasakan menjadi pasien Covid-19 gejala ringan dan berharap pandemi segera kita lalui.
Virus korona jenis baru (SARS-CoV-2) cuma perlu titik celah untuk menyerang dan menimbulkan Covid-19 (Coronavirus Disease 2019). Sela atau celah ialah kelengahan ketika diri merasa sudah disiplin menjalankan protokol kesehatan. Serangan yang senyap, tanpa disadari, lalu membuat tumbang dan menyesal.
Senin (4/1/2021) hampir pukul 06.00 WIB, kaki melangkah mantap dari Stasiun Surabaya Pasar Turi, mencari taksi, dan menuju kantor di Jalan Raya Gubeng, sepulang penugasan tiga pekan untuk Liputan Natal dan Tahun Baru di Jakarta. Tiba di kantor di Jalan Raya Gubeng, segera mandi, ganti pakaian, dan menyalakan sepeda motor lalu pulang untuk istirahat sejenak sebelum beraktivitas.
Karena baru datang dari Ibu Kota, daerah risiko tinggi penularan Covid-19, saya memutuskan untuk membatasi aktivitas dan melarang keluarga (istri dan anak) untuk mendatangi rumah di Karah Agung, Surabaya. Saya menjalani semi karantina, masih tetap keluar tetapi meminimalkan kontak dengan orang lain. Tebersit harapan aman dari ancaman serangan Covid-19.
Namun, rasa aman berubah menjadi cemas dan curiga ketika pada Jumat siang, di kantor, tubuh terasa adem, menggigil, dan lemas. Makan dan minum tidak enak. Mulut terasa pahit. Saya memutuskan segera pulang untuk istirahat dengan harapan esok hari sudah membaik. Ternyata, situasi tidak berubah bahkan ditambah batuk. Istri memaksa saya untuk tes antigen di klinik dekat rumah, Sabtu petang. Hasilnya, saya positif Covid-19 meski harus ditindaklanjuti dengan tes usap PCR untuk kepastian.
Saya hanya bisa menduga di mana serangan Covid-19 itu masuk. Bisa jadi dalam perjalanan naik kereta api dari Jakarta ke Surabaya. Ada kemungkinan penularan saat saya makan di restoran. Pun barangkali penjangkitan terjadi saat membeli makanan dan minuman dari penjaja keliling di kompleks perumahan. Ah, tidak penting. Yang jelas, saya terjangkit Covid-19 dan tubuh terasa tidak enak. Sakit.
Baca juga : Enam Kluster Gejala Infeksi Covid-19
Sabtu malam, saya berusaha menindaklanjuti tes antigen dengan mendatangi Laboratorium Kesehatan Daerah Surabaya. Namun, saya disarankan untuk tes usap PCR di Puskesmas Kebonsari yang terdekat dari rumah. Senin saya ke sana dan didaftarkan lalu Selasa menjalani tes usap PCR di depan pusat kesehatan masyarakat itu. Menurut petugas, hasil akan diinformasikan seminggu kemudian. Saya diminta menjalani isolasi di rumah sampai ada pemberitahuan kemudian.
Adapun hasil tes usap PCR baru diketahui pada Minggu atau lima hari kemudian. Saya positif Covid-19 dengan gejala atau keluhan minor batuk. Selama isolasi di rumah, keluhan awal yakni demam, makan-minum tidak enak berangsur hilang. Saya mulai bisa makan dan minum meski porsi jauh berkurang dari biasanya. Tubuh dipaksa mengonsumsi buah, vitamin, dan jamu serta dibalur minyak kayu putih.
Ketika menerima informasi hasil tes usap, secara umum kondisi tubuh membaik. Meski demikian, saya tidak diperkenankan menjalani isolasi di rumah karena saya punya sakit bawaan yakni asma meski amat jarang kambuh. Dinas Kesehatan Kota Surabaya memutuskan membawa saya untuk perawatan Covid-19 ke rumah sakit rujukan.
Pada awalnya, saya akan dirawat di RSUD Dr Mohamad Soewandhi, Surabaya, tetapi di sana penuh, sehingga harus dirujuk ke tempat lain. Oleh tim Puskesmas Kebonsari, Selasa (19/1), saya dijemput dengan ambulans dan dibawa ke RS Lapangan Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan) II di Jalan Indrapura, Surabaya.
Saya sudah mempersiapkan diri dengan membawa beberapa setel pakaian ganti, perlengkapan mandi, obat-obatan (obat asma, vitamin C), dan buah-buahan. Saya menghubungi pimpinan Redaksi Kompas untuk memberi tahu dan meminta izin melaksanakan isolasi di RS Lapangan. Gelombang dukungan dan ucapan doa dari teman, pimpinan, dan keluarga memenuhi telepon seluler. Saya yang sempat cemas menjadi tenang dan percaya diri.
Perbaikan gizi
Selasa siang, saya resmi menjadi penghuni RS Lapangan bersama lebih dari 500 pasien tanpa gejala sampai gejala ringan. RS ini memang dibangun untuk perawatan bagi pasien Covid-19 tanpa gejala atau gejala ringan. Sebelum menjadi penghuni, saya beberapa kali datang ke RS Lapangan untuk tugas peliputan memantau perkembangan Covid-19 di sini. Kini, giliran saya jadi pasien di RS Lapangan.
RS Lapangan berada dalam kompleks gedung Pusat Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan. Di sini juga terdapat Museum Kesehatan. RS terdiri dari tenda-tenda untuk pasien dan memanfaatkan gedung-gedung tua peninggalan masa Hindia-Belanda yang tidak terpakai sebagai bangsal, ruang isolasi, dan selasar bagi pasien. RS Lapangan beroperasi sejak 21 Mei 2020 untuk kedaruratan karena pandemi sehingga juga disebut RS Darurat Covid-19 Surabaya.
Ketika saya masuk, saya menginformasikan ke grup Whatsapp beranggotakan kalangan jurnalis di Surabaya yang turut mengawal isu-isu Covid-19 termasuk di RS Lapangan. Pemberitahuan dari saya sempat membuat kaget, tetapi dibawa asyik oleh teman-teman yang kemudian memberikan dukungan dan doa agar saya dapat menjalani isolasi dengan baik di RS Lapangan.
Laksamana Pertama IDG Nalendra Djaya Iswara, penanggung jawab penanganan pasien Covid-19 pada RS Lapangan, juga memberi dukungan dengan mengontak saya secara pribadi. Suasana hati kian tenang.
Baca juga: Obat Tepat dan Jaga Kondisi Jiwa Percepat Kesembuhan Pasien
Di RS Lapangan, saya menempati dipan Uranus 39. Ruang perawatan saya berada di sisi selatan sekaligus bagian belakang kompleks gedung peninggalan Hindia-Belanda itu. Di ruang perawatan, saya bersama dengan sepuluh pasien Covid-19 di Jatim. Ada yang tentara, buruh, aparatur pemerintah, bahkan tenaga kesehatan. Beberapa teman jurnalis ternyata juga ada yang dirawat di bagian lain RS Lapangan karena Covid-19. Wah, senasib sepenanggungan.
Hari pertama saya lalui dengan sukses dan mantap. Layanan di RS Lapangan khususnya makanan dan minuman, saya berani bilang mewah dan lezat. Di sini, pasien mendapat makan dalam sehari tiga kali dan kudapan bergizi dua kali. Makanan dan minuman dalam kemasan kotak bertuliskan Katering KPRI RSUD Dr Soetomo Surabaya.
Dalam sehari, pasien Covid-19 menerima tiga kali makan dan dua kali kudapan dengan menu yang variatif, komplet, mewah, dan lezat. Makan siang pertama saya pada Selasa itu bermenu nasi putih, sayur asem, botok telur asin, ayam goreng, kerupuk udang, dan nanas. Adapun kudapannya ada lemper ayam, puding cokelat, dan susu steril cap beruang.
Bagaimana dengan menu makan malam? Tersedia nasi putih, tahu dan udang goreng, rolade daging, tumis sawi hijau, kerupuk udang, plus semangka. Sementara roti, kue lapis, dan sari kacang hijau, tersaji sebagai kudapan sore. Lezat? Jelas dan terbukti semua amblas ke perut pada hari pertama bahkan hari-hari berikutnya selama perawatan. Mewah? Bagi saya yang malas masak sendiri ya jelas mewah.
Setiap pagi, pasien diajak senam kemudian disarankan berjemur setidaknya 30 menit. Setelah itu, bebas. Ada yang ngobrol, rebahan santai, main gim, baca buku, sedikit olahraga, dan atau jalan-jalan di dalam kompleks. Pasien juga diperiksa kondisi kesehatan setiap hari. Pada hari kedua, saya menjalani tes usap PCR atau sepekan dari tes terakhir di puskesmas. Selain itu, tekanan darah, gula darah, jantung juga diperiksa. Pasien yang mengeluh sakit diberi obat sesuai dengan keluhan dan pemeriksaan tim dokter penanggung jawab pasien.
Tidak lupa, juga tersedia kamar mandi yang lumayan banyak dan cukup untuk ratusan orang. Pasien diberikan kelengkapan mandi (sabun, sampo, sikat gigi, pasta gigi), handuk, sarung, pakaian dalam, pakaian hangat, kaos kerah, dan sandal. Singkat kata, layanan yang diberikan kepada kami para pasien Covid-19 benar-benar luar biasa dan membantu mempercepat pemulihan diri.
Untuk itulah selama dirawat di RS Lapangan, saya menolak tawaran dari teman bahkan istri yang ingin mengirimi tambahan makanan-minuman. ”Enggak perlu vitamin, buah, makanan, minuman?” kata istri saya yang kemudian saya tolak. Semua sudah tercukupi oleh RS Lapangan. Hanya sekali saya minta dikirimi camilan karena kangen mengudap kacang. Kiriman itu datang pada hari ketiga atau sehari sebelum dinyatakan boleh pulang oleh tim dokter.
Isolasi tambahan
Pada Jumat (22/1), tim dokter menyatakan saya termasuk dalam 60 orang yang dinyatakan boleh pulang, tetapi perlu menambah masa isolasi mandiri di rumah selama lima hari hari. Informasi melalui grup WhatsApp itu membuat gembira dan melegakan. Pasien sekamar yang mengetahui memberi selamat dan kian bersemangat untuk sembuh. Kepulangan dibagi dalam dua kelompok. Saya pulang selepas tengah hari bersama kelompok kedua dengan sambutan hujan deras. Informasi kepulangan segera saya teruskan ke keluarga dan kantor meski harus menjalani isolasi tambahan di rumah.
Dengan demikian, secara total saya hanya menjalani waktu empat hari isolasi di RS Lapangan, tetapi ditambah sepekan di rumah sendiri. Wah, langsung terasa kangen dengan lengkapnya, lezatnya, dan mewahnya menu makanan minuman RS Lapangan. Di rumah, mau tidak mau, saya harus kembali memasak atau membeli makanan-minuman untuk kebutuhan selama isolasi tambahan.
Dalam penjelasan sebelum senam pada Jumat pagi, tim dokter menyatakan kami yang diperkenankan pulang sudah dinyatakan membaik. Meski dalam tubuh masih ada virus korona jenis baru, tetapi dinyatakan tidak membahayakan bagi diri. Kemampuan menularkan juga sudah sangat lemah.
Meski begitu, kami tidak disarankan langsung kontak dekat dengan orang lain atau keluarga yang belum terpapar sehingga perlu isolasi tambahan lima hari. Selama masa isolasi, kami diminta tetap bermasker, menghindari kontak dengan orang lain, berolahraga pagi lalu berjemur, mengonsumsi makanan minuman bergizi, vitamin, dan jika diperlukan obat-obatan untuk mengatasi keluhan yang masih ada.
Pasien Covid-19 yang telah sembuh menunjukkan surat keterangan sehat saat akan meninggalkan Rumah Sakit Lapangan Indrapura, Kota Surabaya, Jawa Timur, Rabu (9/12/2020). Pada hari tersebut sebanyak 18 pasien dinyatakan sembuh. Hingga 9 Desember 2020 sebanyak 3786 pasien Covid-19 yang dirawat di RS Lapangan telah sembuh. Sebelum pergi meninggalkan RS Lapangan, kami diberi berkas kesehatan diri berupa resume medis, surat keterangan telah menjalani isolasi di RS Lapangan, surat keterangan rujuk balik untuk puskesmas, dan hasil pemeriksaan laboratorium. Juga ada berkas tambahan yakni foto kopi protokol isolasi mandiri, surat Dinas Kesehatan Jatim tentang kriteria isolasi dan sembuh pasien Covid-19, kesepahaman bersama Pemprov Jatim, DPRD Jatim, dan RS Lapangan tentang pencegahan dan penanganan Covid-19 dari sisi medis dan penerapannya di dunia industri, dan berkas dari program pendampingan keluarga pasien Covid-19.
Baca juga: Pasien Sembuh di Rumah Sakit Lapangan Indrapura
Seluruh pasien Covid-19 yang telah ”lulus” dari RS Lapangan juga diminta bergabung dalam grup Whatsapp alumni. Sejauh ini, sudah ada lebih dari 10 grup alumni penyintas Covid-19 dari RS Lapangan. Kelompok dalam jejaring media sosial ini dibentuk sebagai wadah komunikasi terutama untuk memperkuat donor darah plasma konvalesen. Melalui plasma yang didonorkan, penyintas dapat menyelamatkan pasien-pasien Covid-19 yang berjuang untuk terhindar dari ancaman kematian. Sebulan setelah keluar dari RS Lapangan, kami diperkenankan menyumbang darah ke PMI terdekat untuk kepentingan seluruh pasien Covid-19 yang memerlukan plasma konvalesen.
Sehari setelah keluar dari RS Lapangan, saya pergi ke Puskesmas Kebonsari untuk menyerahkan berkas-berkas kesehatan diri. Saya juga dikontak oleh bidan yang menangani administrasi dan pengiriman ke RS Lapangan. Bidan muda dan jelita ingin memastikan bahwa saya melanjutkan masa isolasi di rumah sesuai anjuran RS Lapangan. Saya juga mendaftar untuk tes usap PCR guna kepentingan mengetahui perkembangan Covid-19 dalam tubuh. Tes usap PCR berikutnya akan saya ikuti pada Jumat (5/2) atau dua pekan sejak kepulangan dari RS Lapangan.
Saat tulisan ini dibuat, saya masih menjalani masa isolasi tambahan di rumah tepatnya di hari ketiga, Minggu. Pengalaman menjadi pasien Covid-19 telah membuka jendela pandangan diri bahwa ancaman pandemi atau wabah atau pagebluk ini nyata. Bagi orang lain, Covid-19 berdampak fatal alias mematikan. Sejak Maret 2020 sampai dengan Minggu (24/1/2021) ini, pandemi telah menjangkiti 978.000 jiwa warga Indonesia dan sekitar 27.700 jiwa di antaranya meninggal. Lebih dari 158.700 orang masih dirawat dan saya termasuk dalam 792.000 jiwa yang berhasil bertahan atau sembuh.
Sakit Covid-19 telah berhasil saya lalui. Saya bersyukur dampaknya tidak besar apalagi fatal. Dengan kata lain, bagi saya, Covid-19 ini berdampak sedikit, tetapi nyelekit seperti orang dicubit. Namun, kesadaran tetap harus dipelihara bahwa manusia dan dunia bahkan masih sempoyongan oleh pandemi akibat virus korona jenis baru. Si virus hanya perlu sedikit celah untuk menyerang dan kita ditantang untuk tidak lengah biar tidak sakit.