Kejati Jatim Terbitkan SP3 Kasus Yayasan Kas Pembangunan
Kejaksaan Tinggi Jawa Timur menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan terhadap dugaan kasus korupsi Yayasan Kas Pembangunan Kota Surabaya dan anak usaha, PT Yekape.
Oleh
AMBROSIUS HARTO
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Kejaksaan Tinggi Jawa Timur menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan terhadap dugaan kasus korupsi Yayasan Kas Pembangunan Kota Surabaya dan anak usahanya, PT Yekape.
Hal itu tertuang dalam Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) Nomor Krim 2246 15/12/2020 tentang pemberhentian penyidikan kasus tersebut yang ditandatangani oleh Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur Mohamad Dofir. Menurut Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Jatim Rudi Irmawan, Sabtu (30/1/2021), penerbitan SP3 karena dalam dugaan kasus ini tidak cukup bukti meskipun penyidik sudah maksimal menempuh penyidikan.
Selain itu, seseorang yang akan dijadikan tersangka telah meninggal, yakni Soenarto Soemoprawiro, mantan Wali Kota Surabaya yang pernah menunjuk dirinya sendiri sebagai Ketua YKP. Mengacu pada Pasal 109 KUHAP dan Pasal 77 KUHP, dalam penilaian Kejati Jatim, penyidikan kasus YKP perlu dihentikan demi hukum.
Rudi melanjutkan, seluruh aset YKP yang ditaksir Rp 10 triliun dalam perkara ini telah dikembalikan ke negara. Bahkan, kepengurusan YKP yang baru dalam penanganan atau dikendalikan oleh Pemerintah Kota Surabaya. Untuk itu, unsur kerugian negara dipandang tidak ada sehingga memperkuat alasan untuk penerbitan SP3.
”Akan tetapi, penyidikan kasus ini bisa dibuka kembali jika ada bukti baru,” kata Rudi.
Catatan Kompas, Juli 2019, saat Kejati Jatim dipimpin oleh Sunarta, mengumumkan penyelidikan aset YKP dan PT Yekape karena ada dugaan korupsi. Hal ini berawal dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah. Salah satu isi regulasi itu menyebutkan, kepala daerah (gubernur, bupati, wali kota) tak boleh memiliki rangkap jabatan. Padahal, jabatan Ketua YKP sejak dibentuk pada 1951 selalu diemban Wali Kota Surabaya.
Pada 2001, jabatan Wali Kota Surabaya diemban oleh Soenarto. Karena UU Otonomi Daerah, jabatan Ketua YKP tak bisa diemban pemimpin eksekutif. Saat itu Sekretaris Daerah Surabaya M Yasin ditunjuk sebagai Ketua YKP. Namun, pada 2002, Soenarto, yang masih menjabat Wali Kota Surabaya, menunjuk dirinya sebagai Ketua YKP sekaligus menempatkan beberapa orang sebagai dewan pengurus. Mereka memprivatisasi YKP dengan mendirikan PT Yekape dengan dugaan untuk mengeruk keuntungan pribadi.
Seluruh aset YKP yang ditaksir Rp 10 triliun dalam perkara ini telah dikembalikan ke negara. (Rudi Irmawan)
Dewan pengurus YKP dan PT Yekape sejak 2007 tidak pernah lagi mau menyetorkan keuntungan kepada Pemerintah Kota Surabaya. Padahal, YKP didirikan sebagai bagian dari aset pemerintah.
Dugaan penyelewengan ini mencuat bahkan sempat masuk dalam pembahasan Panitia Khusus DPRD Kota Surabaya pada 2012. Panitia khusus menerbitkan rekomendasi agar seluruh aset YKP dan PT Yekape dikembalikan ke pemerintah. Namun, penanganan kasus sulit menembus rapatnya ”benteng” yang dibangun oleh kongsi YKP dan PT Yekape tersebut.
Secara terpisah, Pelaksana Tugas Wali Kota Whisnu Sakti Buana mengatakan, setelah pengembalian aset YKP ke pemerintah masih dibahas bagaimana memaksimalkannya. Pemerintah juga mempertimbangkan saran DPRD Kota Surabaya agar menjadikan YKP sebagai badan usaha milik daerah (BUMD) untuk penyediaan rumah atau hunian terjangkau bagi warga Surabaya.
Menteri Sosial Tri Rismaharini saat masih menjabat Wali Kota Surabaya pernah mengatakan, nilai aset YKP bisa Rp 10 triliun atau hampir sepertiga nilai aset Pemerintah Kota Surabaya saat ini yang Rp 33 triliun.
Catatan Kompas, aset-aset YKP, antara lain, di Medokan Ayu ada lima persil tanah seluas 139.882 meter persegi atau 13,98 hektar. Di Penjaringansari ada 52 persil seluas 31.249 meter persegi atau 3,12 hektar, di Kalirungkut ada 16 persil seluas 60.665 meter persegi atau 6,06 hektar.
Selain itu di Rungkut Kidul ada 11 persil seluas 13.896 meter persegi atau 1,38 hektar dan di Tenggilis Mejoyo ada enam persil seluas 1.029 meter persegi. Seluruh persil tanah itu belum sempat terjual sehingga disarankan oleh DPRD Kota Surabaya dalam pengurusan saat ini dijadikan lokasi penyediaan rumah terjangkau bagi warga.