Bantuan ”Jateng di Rumah Saja” Disalurkan di Kota Tegal
Sehari jelang penerapan gerakan ”Jateng di Rumah Saja”, Pemerintah Kota Tegal menyalurkan bantuan berupa bahan makanan kepada warga terdampak. Jumlah paket bantuan yang disalurkan sebanyak 27.450 paket.
Oleh
KRISTI UTAMI
·3 menit baca
TEGAL, KOMPAS — Pemerintah di sejumlah daerah di Jawa Tengah memberlakukan gerakan ”Jateng di Rumah Saja”, Sabtu-Minggu (6-7/2/2021) untuk membatasi pergerakan masyarakat. Untuk meringankan beban warga terdampak, Pemerintah Kota Tegal menyalurkan bantuan paket pangan.
Bantuan yang disalurkan mulai Jumat (5/2/2021) tersebut adalah bahan makanan yang terdiri dari 5 bungkus mi instan dan 5 kilogram beras. Bantuan tersebut senilai Rp 72.000 per paket. Sebanyak 27.450 paket bantuan disalurkan kepada masyarakat prasejahtera, seperti pedagang kaki lima, pedagang di obyek wisata, tukang parkir, dan petugas penyapu jalan.
Di dalam paket sembako terselip pamflet berisi ajakan untuk mematuhi aturan ”Jateng di Rumah Saja”. Penyaluran bantuan tersebut melibatkan petugas Dinas Sosial Kota Tegal, TNI, Polri, pemerintah kecamatan, pemerintah kelurahan, hingga ketua RT dan ketua RW.
”Bantuan ini untuk mengganti kerugian yang dialami masyarakat yang tadinya bisa berjualan, besok selama dua hari tidak bisa beraktivitas seperti biasa. Mungkin bantuan ini dianggap belum maksimal, tapi paling tidak semoga bisa membantu meringankan masyarakat,” kata Wali Kota Tegal Dedy Yon Supriyono, Jumat (5/2/2021), di Tegal.
Dalam Surat Edaran Wali Kota Tegal Nomor 443/005 tentang Peningkatan Kedisiplinan dan Pengetatan Protokol Kesehatan pada Pemberlakuan Peningkatan Kegiatan Pengendalian Penyebaran Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) Tahap II di Kota Tegal, Dedy mengimbau masyarakat untuk tinggal di rumah selama dua hari. Melalui surat tersebut, ia juga memerintahkan penutupan toko, mal, pasar, tempat wisata, tempat hiburan, restoran, kafe, dan warung kaki lima.
Selain menutup tempat-tempat usaha, Dedy juga membatasi mobilitas masyarakat dengan menutup 21 akses masuk ke dalam kota menggunakan pembatas beton dan water barrier.
Selain menutup tempat-tempat usaha, Dedy juga membatasi mobilitas masyarakat dengan menutup 21 akses masuk ke dalam kota menggunakan pembatas beton dan water barrier. Adapun lampu penerangan umum juga dimatikan untuk menekan potensi kerumunan pada malam hari.
”Selama ’Jateng di Rumah Saja’, petugas gabungan kami siagakan di sejumlah titik untuk mengawasi masyarakat. Petugas gabungan yang diterjunkan terdiri dari tenaga kesehatan, satuan polisi pamong praja, polisi, dan TNI,” ucap Dedy.
Terdampak
Kasem (40), warga Kalinyamat Kulon, Kecamatan Margadana, merupakan salah satu warga yang terdampak gerakan ”Jateng di Rumah Saja”. Ia dan suaminya yang sehari-hari bekerja sebagai penjual bubur kacang hijau itu tidak diperbolehkan bekerja selama dua hari.
”Biasanya ramai pembeli saat akhir pekan, terutama Minggu pagi. Kalau hari biasa bisa dapat keuntungan sekitar Rp 50.000 dari penjualan bubur. Kemudian, di akhir pekan bisa dapat Rp 75.000-Rp 80.000 per hari,” kata Kasem.
Kasem sebenarnya tidak setuju dengan penutupan usaha selama ”Jateng di Rumah Saja” karena program tersebut membuat dirinya kesulitan mendapatkan pemasukan. Meski begitu, ia mengatakan akan mematuhi anjuran pemerintah untuk diam di rumah saja.
”Sebenarnya tidak setuju, tapi mau bagaimana lagi, ini program pemerintah. Lagi pula, saya juga sudah diberi bantuan, jadi lumayan meringankan,” imbuhnya.
Penolakan penutupan tempat usaha selama dua hari juga datang dari Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Kota Tegal. Mereka menuntut supaya tempat usaha tidak ditutup, tetapi protokol kesehatannya diperketat.
”Tanpa program tersebut, pembeli yang datang sudah jarang karena pandemi ini. Lebih baik diminta mengetatkan protokol kesehatan saja, jadi masih bisa ada sedikit pemasukan,” kata Ketua Dewan Pimpinan Cabang Hipmi Indonesia Kota Tegal Dimas Setiawan.
Menurut Dimas, dari 460 anggota Hipmi Kota Tegal, hampir 100 di antaranya gulung tikar selama pandemi. Pasalnya, rata-rata penjualan menurun, sedangkan biaya operasional usaha tetap tinggi dan bahkan naik.
”Kami berharap pelaku usaha juga diberi stimulus ekonomi supaya tidak terlalu berat. Dari awal, kami sudah memberi masukan kepada kepala daerah supaya mendisiplinkan penerapan protokol kesehatan di masyarakat tanpa harus membunuh perekonomian,” tuturnya.
Hingga Jumat malam, jumlah warga positif Covid-19 yang tercatat di Kota Tegal sebanyak 2.702 orang. Dari jumlah tersebut, kasus aktifnya sebanyak 392 orang dan meninggal sebanyak 234 orang.