Sidoarjo Masifkan Pengetesan dan Pelacakan Kontak Erat Selama PPKM Mikro
PPKM mikro di Sidoarjo diimplementasikan di tiga desa dengan kasus aktif tinggi. Kegiatan difokuskan pada pengetesan Covid-19, pelacakan kontak erat, serta perawatan orang terkonfirmasi positif.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·4 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM mikro di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, akan diimplementasikan di tiga desa dengan kasus aktif tinggi. Kegiatan difokuskan pada pengetesan Covid-19, pelacakan kontak erat, serta perawatan orang terkonfirmasi positif, baik yang menjalani perawatan di rumah sakit rujukan maupun isolasi mandiri.
Penjabat Bupati Sidoarjo Hudiyono, Senin (8/2/2021), mengatakan, berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 3/2021 tentang PPKM berbasis mikro dan pembentukan posko penanganan Covid-19 di tingkat desa dan kelurahan untuk pengendalian penyebaran penyakit, daerahnya masuk sebagai salah satu prioritas di Jatim karena menjadi bagian dari Surabaya Raya.
”Menyikapi hal itu, Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Sidoarjo memutuskan menerapkan PPKM mikro mulai 9-22 Februari. Mengacu pada Inmendagri tersebut, PPKM mikro akan diimplementasikan di tingkat rukun tetangga/rukun warga yang berpotensi menimbulkan penularan Covid-19,” ujar Hudiyono.
Berdasarkan hasil pendataan lapangan dan sinkronisasi dengan data dinas kesehatan, ada dua kecamatan dengan risiko sebaran Covid-19 tinggi, yakni Sidoarjo dan Waru. Selain itu, ada tiga desa yang perlu mendapat perhatian khusus karena kasus aktifnya tinggi, yakni Suko, Bluru Kidul, dan Pepelegi.
Berdasarkan Inmendagri No 3/2021, pengendalian sebaran didasarkan kriteria zonasi yang terbagi dalam zona hijau untuk daerah tanpa kasus Covid-19 di satu RT dan zona kuning untuk daerah dengan kasus positif 1-5 rumah dalam satu RT selama tujuh hari terakhir. Selain itu, ada zona oranye untuk kasus positif 6-10 rumah per RT dan zona merah untuk kasus positif lebih dari 10 rumah per RT.
Di Desa Suko saat ini terdapat 11 kasus aktif Covid-19, di Desa Bluru Kidul terdapat 12 kasus aktif, sedangkan di Desa Pepelegi terdapat 18 kasus aktif. Meski demikian, PPKM mikro akan diimplementasikan di lingkup RT dan RW dengan pendanaan yang bersumber dari dana desa. Kepala desa sudah diminta menyiapkan regulasi penganggarannya.
PPKM mikro di tiga desa ini bertujuan memperkuat edukasi masyarakat tentang bahaya Covid-19 dan pentingnya penerapan protokol kesehatan untuk mencegah sebaran penyakit. Ada tiga target pendisiplinan yang ditetapkan pemda, yakni pendisiplinan perorangan, lingkungan sosial skala mikro, seperti RW/RT, dan lingkungan kerja serta perusahaan.
Kepala Dinkes Sidoarjo Syaf Satriawarman menambahkan, saat ini pihaknya tengah melakukan pemetaan RT dan RW berdasarkan risiko sebaran Covid-19 atau zonasi. Namun, dia optimistis di wilayahnya tidak ada RT atau RW yang masuk zona merah. Bahkan, menemukan zona oranye berdasarkan kriteria Inmendagri Nomor 3/2021, menurut dia, bakal susah.
”Untuk mengendalikan pandemi Covid-19, upaya yang diperkuat adalah 3T, yakni pengetesan Covid-19, pelacakan kontak erat terkonfirmasi positif, dan perawatan pasien, baik yang ditangani oleh Rumah Sakit (RS) rujukan maupun isolasi mandiri,” tutur Syaf.
Ada dua kecamatan yang tinggi risiko sebaran Covid-19, yakni Sidoarjo dan Waru. Dinkes Sidoarjo akan memasifkan pengetesan Covid-19 di dua kecamatan itu. Sebanyak 1.000 alat uji cepat antigen telah disiapkan untuk pengetesan dan pelacakan kontak erat terkonfirmasi positif agar hasilnya optimal.
Pembentukan posko penanganan Covid-19 juga dilakukan di tingkat desa dengan fungsi pokok memperkuat upaya pencegahan, penanganan, pembinaan, dan mendukung pelaksanaan penanganan di tingkat desa. Posko tingkat desa ini diperkuat oleh aparat desa serta mitra desa lainnya.
PPKM mikro di Sidoarjo juga dilakukan bersamaan dengan PPKM tingkat kabupaten dengan kebijakan membatasi aktivitas di tempat kerja dan perkantoran. Caranya, menerapkan 50 persen karyawan bekerja di kantor dan 50 persen bekerja dari rumah. Protokol kesehatan diberlakukan lebih ketat.
Selain itu, melaksanakan kegiatan belajar-mengajar secara daring, membatasi kegiatan makan dan minum di tempat sebesar 50 persen dengan protokol kesehatan ketat, serta membatasi jam operasional pusat perbelanjaan maksimal hingga pukul 21.00. Sementara kegiatan ibadah diizinkan dengan kapasitas 50 persen dan melarang kegiatan sosial budaya yang menimbulkan kerumunan.
Syaf mengatakan, pembatasan kegiatan masyarakat diberlakukan pada daerah yang memenuhi unsur tingkat kematian di atas rata-rata nasional, tingkat kesembuhan di bawah rata-rata nasional, tingkat kasus aktif di atas rata-rata nasional, dan tingkat keterisian tempat tidur di rumah sakit rujukan di atas 70 persen.
”Dari sejumlah unsur tersebut, Sidoarjo tingkat kematian masih tinggi, yakni dua kali lipat nasional. Namun, angka itu merupakan jumlah kumulatif. Untuk tingkat kesembuhan, sudah tinggi dan kasus aktif rendah,” ucap Syaf.
Dia menambahkan, tingkat keterisian tempat tidur RS rujukan untuk intensive care unit (gawat darurat) ataupun ruang isolasi biasa juga sudah turun. Saat ini, bed occupancy rate (BOR/tingkat keterisian tempat tidur) dari 11 RS rujukan di Sidoarjo berada di angka 62 persen. Jumlah kasus konfirmasi positif yang menjalani isolasi di hotel yang disediakan pemda juga tinggal 14 orang dari total kapasitas tersedia 120 tempat tidur.