Banjir Jakarta hingga Pesut Mahakam yang Terancam Jadi Bukti Eksploitasi Manusia
Eksploitasi berlebihan di alam tidak hanya berdampak pada bencana alam, tetapi juga mengancam kehidupan makhluk hidup di dalamnya. Banjir yang merendam Jakarta hingga Pesut Mahakam yang mulai menghilang jadi buktinya.
Oleh
MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·4 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Aktivitas manusia yang tidak terkendali berpotensi memicu kerusakan lingkungan yang berujung bencana alam. Tidak hanya manusia, seluruh makhluk hidup dalam ekosistem juga menjadi terancam. Oleh karena itu, perlu segera pengendalian aktivitas dengan memperhatikan kondisi lingkungan.
Peneliti Ekologi Manusia Pusat Peneliti Kependudukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Ali Yansyah Abdurrahim, menyatakan, bencana bisa dilihat dari wacana sosial. Penyebab bencana tidak hanya dilihat dari wilayah secara fisik, tetapi juga sistem ekologi yang terganggu akibat persebaran manusia.
Dalam webinar Penduduk dan Lingkungan: Antara Subsistensi dan Keberlanjutan yang disaksikan di Bandung, Senin (22/2/2021), Ali memaparkan, beragam aktivitas manusia yang tidak terkendali menjadi pemicu rangkaian bencana di dalam lingkungan. Kondisi ini berdampak pada seluruh kehidupan di dalam lingkungan, seperti bencana yang muncul di beberapa daerah.
”Dalam kajian kebencanaan, wilayah bisa dilihat dari sistem ekologi yang kompleks. Penduduk bisa dilihat menjadi korban yang terpapar, bisa juga menjadi penyebab ketika mereka tidak punya etika lingkungan yang dalam,” ujarnya saat dihubungi usai webinar yang diadakan LIPI tersebut.
Etika lingkungan ini, tutur Ali, memiliki kaitan yang erat dengan pemanfaatan lahan yang tidak bijak. Permukiman yang menutupi sempadan sungai sering ditemui di kota-kota besar. Sementara itu, lahan pertanian di hulu yang menjadi sumber penghasilan di perdesaan berpotensi bahaya jika dikerjakan tanpa pertimbangan kelestarian lingkungan, seperti pembabatan hutan.
Ali menuturkan, pertumbuhan dan persebaran penduduk yang tidak terkendali ini tidak akan terjadi jika sumber-sumber perekonomian merata di setiap daerah. Selain itu, ketegasan pemerintah dalam mengatur tata ruang dibutuhkan sehingga daerah rawan, seperti sempadan sungai dan daerah miring tidak ditinggali manusia.
Serangkaian bencana yang terjadi di berbagai daerah, tutur Ali, bisa menjadi contohnya. Terakhir, banjir yang terjadi di kawasan Jabodetabek dan Karawang pada Sabtu (20/2) terjadi karena permukiman penduduk yang tidak mengedepankan wawasan lingkungan.
”Memang Jabodetabek dan ibu kota daerah-daerah lainnya yang menjadi pusat aktivitas ekonomi menjadi daya tarik penduduk untuk pindah ke sana. Di sisi lain, pemerintah belum mampu mengontrol perpindahan manusia ini,” ujarnya.
Selain bencana yang berdampak pada manusia, eksploitasi yang tidak terkendali ini juga berdampak pada kehidupan satwa lain yang terancam. Direktur Yayasan Konservasi RASI (Rare Aquatic Species of Indonesia/Spesies Akuatik Langka Indonesia) Budiono mencontohkan, eksploitasi yang terjadi di area Sungai Mahakam berdampak pada Pesut Mahakam yang terancam punah.
”Saat ini populasi pesut di Mahakam hanya kurang lebih 80 ekor. Spesies ini terancam punah karena makanannya habis dan habitatnya terancam,” ujarnya.
Menurut Budiono, masyarakat tidak bisa disalahkan sepenuhnya dalam kerusakan lingkungan. Dia menilai para investor dan aktivitas eksploitasi berupa pertambangan batubara dan perkebunan sawit juga berdampak signifikan terhadap kerusakan sungai sepanjang 980 kilometer ini.
Budiono menjelaskan, lebih dari 30 persen area di sepanjang sungai Mahakam telah dieksploitasi. Aktivitas yang tidak terkendali ini berdampak pada berkurangnya area tangkapan air di sekitar sungai sehingga berdampak banjir di Samarinda. Selain itu, limbah yang terbuang ke sungai berdampak pada rusaknya area hulu yang menjadi tempat pembibitan alami ikan yang menjadi makanan pesut dan manusia.
”Memang masih banyak warga yang melakukan penangkapan tidak terkendali, bahkan menggunakan setrum dan racun yang berbahaya. Akan tetapi, semua itu tidak sebanding dengan kerusakan lingkungan akibat industri yang tidak terkontrol,” paparnya.
Aktivitas yang mengancam lingkungan, mulai dari eksploitasi berlebihan hingga persebaran penduduk yang tidak terkendali perlu diredam sehingga ancaman bencana bisa dihindari. Menurut Ali, dari segi kependudukan, pemerataan sumber ekonomi bisa berdampak pada kepedulian masyarakat terhadap lingkungan.
”Tidak ada lagi masyarakat yang ingin berpindah ke kota karena sumber ekonomi ada di sekitar mereka. Sementara itu, di perdesaan, pendampingan kepada masyarakat untuk menggunakan aktivitas ekonomi yang ramah lingkungan juga dilakukan,” ujarnya.
Sementara itu, Budiono menekankan kepada koordinasi seluruh pihak dalam melakukan investasi di suatu wilayah. Kondisi lingkungan dan peran penting ekosistem perlu diamati secara menyeluruh sehingga ancaman bencana hingga punahnya kehidupan di suatu wilayah bisa dihindari.
”Masyarakat juga sebaiknya bisa diberi pengertian tentang kualitas dalam berkeluarga. Semakin banyak anak, semakin banyak kebutuhan keluarga. Ini yang mendorong mereka untuk melakukan eksploitasi berlebihan,” ujarnya.