Wali Kota Tasikmalaya Divonis Satu Tahun Penjara, Korupsi Kepala Daerah di Jabar Terus Berulang
Wali Kota nonaktif Tasikmalaya Budi Budiman divonis 1 tahun penjara dan denda Rp 200 juta karena terbukti menyuap pegawai Kementerian Keuangan. Kasus korupsi yang menyeret kepala daerah di Jawa Barat terus berulang.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·4 menit baca
BANDUNG, KOMPAS — Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung menjatuhkan hukuman 1 tahun penjara dan denda Rp 200 juta kepada Wali Kota nonaktif Tasikmalaya Budi Budiman. Budi dinyatakan terbukti menyuap pegawai Kementerian Keuangan untuk mengurus dana insentif daerah 2017 dan dana alokasi khusus Tasikmalaya 2018.
Vonis tersebut lebih rendah dibandingkan tuntutan jaksa KPK yang meminta majelis hakim menjatuhkan pidana 2 tahun penjara dan denda Rp 250 juta. Budi akan menjalani sisa hukuman sekitar 8 bulan lagi setelah resmi ditahan pada Oktober 2020.
Ketua Majelis Hakim Dennie Arsan mengatakan, Budi Budiman terbukti bersalah melanggar Pasal 5 Ayat (1) Huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
”Menjatuhkan pidana penjara selama 1 tahun dan denda Rp 200 juta dengan ketentuan jika tidak dibayarkan, diganti pidana kurungan dua bulan,” ujarnya di Pengadilan Tipikor Bandung, Jawa Barat, Rabu (24/2/2021).
Budi tidak hadir dalam persidangan itu. Ia mendengarkan putusan majelis hakim secara virtual melalui konferensi video. Ia menerima vonis hakim tersebut. Sementara jaksa KPK menyatakan masih pikir-pikir untuk menyatakan sikap dalam tujuh hari ke depan.
”Kami pelajari dulu. Masih ada waktu untuk menyatakan sikap, menerima atau melakukan upaya hukum atas putusan ini,” ujar jaksa KPK, Yoga Pratomo.
Penyuapan Budi kepada pegawai di Kementerian Keuangan dilakukan untuk mengurus dana insentif daerah (DID) tahun anggaran 2017 dan dana alokasi khusus (DAK) tahun anggaran 2018. Pengurusan dana ini melibatkan pegawai di Kemenkeu, yaitu Yaya, Rifa, dan Puji.
Pada September 2016, Budi memerintahkan bawahannya untuk mengajukan DID 2017 sebesar Rp 100 miliar. Rinciannya, pengadaan alat kesehatan dan peningkatan infrastruktur perkotaan masing-masing Rp 50 miliar. Dua bulan berselang, Kemenkeu mengumumkan Kota Tasikmalaya mendapat DID Rp 44,69 miliar.
Mei 2017, Budi mengajukan DAK Tahun Anggaran 2018 sebesar Rp 323,8 miliar. Dua bulan kemudian, ia bertemu Yaya dan Rifa di Jakarta agar dibantu mengurusnya. Pada Oktober 2017, Kota Tasikmalaya mendapat DAK Rp 124,38 miliar.
Budi Budiman akan menjalani sisa hukuman sekitar 8 bulan lagi setelah resmi ditahan pada Oktober 2020.
Biaya pengurusan itu pun ditagih ke Budi. Ia menyerahkan uang Rp 1 miliar secara bertahap di sejumlah tempat pada Desember 2017 hingga April 2018.
Budi ditetapkan sebagai tersangka suap oleh KPK, April 2019. Ia ditahan pada Oktober 2020 setelah KPK memeriksa 33 saksi dan dua ahli.
Kasus tersebut merupakan pengembangan penangkapan mantan anggota Komisi XI DPR Amin Santono pada 4 Mei 2018 dalam perkara suap terkait usulan dana perimbangan daerah dalam RAPBN Perubahan Tahun Anggaran (TA) 2018. Selain Amin, KPK juga memproses hukum lima orang lainnya (Kompas, 24/10/2020).
Korupsi yang melibatkan kepala daerah di Jabar terus berulang. Oktober tahun lalu, Wali Kota Cimahi Ajay Muhammad Priatna ditangkap KPK diduga terlibat korupsi kasus perizinan pengembangan RS Kasih Bunda Cimahi. KPK menyita uang Rp 420 juta dari kesepakatan Rp 3,2 miliar.
Wali kota sebelumnya, Atty Suharti (2012-2017), juga ditangkap KPK karena terlibat korupsi proyek Pasar Atas Baru senilai Rp 57 miliar pada 2016. Ikut ditangkap suaminya, M Itoch Tochija, Wali Kota Cimahi dua periode, 2002-2012. Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung memvonis 4 tahun penjara kepada Atty pada 30 Agustus 2017 dan 7 tahun bagi Itoch.
Mantan Bupati Indramayu Supendi juga dijatuhi hukuman penjara 4 tahun 6 bulan di Pengadilan Tipikor Bandung pada Juli 2020. Ia dijerat kasus suap proyek pembangunan jalan.
Pada akhir 2018, Bupati Cianjur kala itu Irvan Rivano Muchtar ditangkap KPK dengan tuduhan terlibat korupsi dana alokasi khusus bidang pendidikan. Ia divonis 5 tahun penjara. Kasus korupsi juga menjerat Bupati Bandung Barat dua periode 2008-2013 dan 2013-2018 Abubakar dan Bupati Subang 2016-2018 Imas Aryumningsih.
Dalam diskusi di Jakarta, Juni 2020, Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan, terdapat 101 kasus korupsi di Jabar pada periode 2004-2020. Jumlah itu menjadi yang terbanyak di Indonesia, diikuti Jawa Timur (93 kasus) dan Sumatera Utara (73 kasus).
Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Katolik Parahyangan Asep Warlan Yusuf mengatakan, upaya pemberantasan korupsi butuh cara pencegahan yang efektif. Mulai dari regulasi ketat, jaminan kesejahteraan pegawai, hingga penguatan aparat penegak hukum.
Selain itu, juga keterlibatan warga dan pihak swasta dalam mengawasi sistem perizinan serta ketegasan hukuman terhadap koruptor. ”Kalau koruptor dihukum berat dan dimiskinkan, efek jeranya akan lebih kuat. Sebab, hidup keluarganya terancam lebih menderita,” ujarnya.
Menurut Asep, penguatan sistem pencegahan korupsi saja tidak cukup. Dibutuhkan integritas kepala daerah dan pejabat pemerintah lainnya untuk tidak tergiur merampok anggaran negara serta menolak suap dan gratifikasi.
”Sistem yang rapat tetap bisa jebol jika integritas lemah. Buktinya, sistem pencegahan sudah dibangun, tetapi korupsi masih terus terjadi,” ujarnya.