Tujuh Rekanan Penyedia Alkes BPBD Sumbar Tak Punya Izin Lengkap
Panitia khusus DPRD Sumatera Barat memanggil 11 rekanan penyedia barang terkait penangangan Covid-19 untuk BPBD Sumbar. Dari 10 rekanan yang hadir, tujuh di antaranya diketahui tidak punya izin lengkap.
Oleh
YOLA SASTRA
·5 menit baca
PADANG, KOMPAS — Panitia khusus DPRD Sumatera Barat memanggil 11 rekanan penyedia barang terkait penanganan Covid-19 untuk BPBD Sumbar. Dari 10 rekanan yang hadir, tujuh di antaranya tidak punya izin lengkap sebagai penyedia alat kesehatan. Pemanggilan ini terkait temuan indikasi pemahalan harga cairan sanitasi tangan senilai Rp 4,9 miliar dan transaksi tidak sesuai aturan senilai Rp 49 miliar.
Wakil Ketua Pansus Covid-19 DPRD Sumbar Nofrizon, Kamis (25/2/2021), mengatakan, semua rekanan BPBD Sumbar yang dipanggil, semuanya perusahaan di Sumbar. Satu perwakilan rekanan tidak hadir dalam rapat tertutup itu dengan alasan sedang tidak sehat.
”Dari 10 rekanan yang hadir, yang punya izin lengkap sampai kementerian atau izin penyalur alat kesehatan (IPAK) cuma tiga perusahaan. Selebihnya, hanya punya izin sampai tingkat provinsi. Semestinya kan izinnya sampai ke Kementerian (Kesehatan),” kata Nofrizon, Kamis siang.
Satu rekanan dari tujuh rekanan yang tidak punya izin lengkap itu adalah perusahaan perlengkapan olahraga, yang memang hanya terlibat pengadaan kaos dan sepatu.
Adapun yang lainnya dipertanyakan karena tidak berpengalaman, tetapi ikut mengadakan alat kesehatan (alkes), seperti pakaian hazmat, masker, termometer pistol (thermogun), dan cairan sanitasi tangan.
Nofrizon tidak merinci keenam perusahaan yang tidak punya izin lengkap itu, tetapi di antaranya perusahaan batik.
”(Pengadaan alat kesehatan) itu tidak sesuai bidang mereka. Masa perusahaan batik mengadakan hand sanitizer? Izinnya juga cuma tingkat Padang,” ujar Nofrizon.
Politisi Partai Demokrat itu menambahkan, Kamis siang ini anggota pansus mengadakan rapat finalisasi untuk menyiapkan rekomendasi. Sejauh ini, kata dia, memang ada upaya lobi dari anggota pansus lainnya untuk menghentikan penelusuran temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ini.
”Kami menyiapkan rekomendasi yang akan diberikan. Hasilnya tergantung rapat pansus. Kalau ada lobi dari anggota pansus sah-sah saja dalam dunia politik. Dari Fraksi Demokrat, kami masih ingin melanjutkan. Kalau hasil rekomendasi tidak sesuai (harapan), kami tidak akan tanda tangan,” ujar Nofrizon.
Sebelumnya, Ketua DPRD Sumbar Supardi mengatakan, Pansus Covid-19 dibentuk untuk menindaklanjuti Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK terkait penggunaan anggaran penanganan Covid-19 di BPBD Sumbar. Pansus dibentuk 17 Februari 2021 dan punya waktu kerja seminggu.
Nofrizon menjelaskan, BPBD Sumbar mendapat anggaran Rp 160 miliar untuk penanganan Covid-19. Sebanyak Rp 10 miliar dikembalikan ke kas negara karena tidak terpakai. Dari total Rp 150 miliar yang digunakan, Rp 49 miliar dicurigai tidak sesuai aturan dan sekitar Rp 4,9 miliar dicurigai ada indikasi pemahalan (mark up) harga.
Kami menyiapkan rekomendasi yang akan diberikan. Hasilnya tergantung rapat pansus. Kalau ada lobi dari anggota pansus sah-sah saja dalam dunia politik. (Nofrizon)
Nofrizon mengatakan, Rp 4,9 miliar itu untuk pembelian cairan hand sanitizer. Pemahalan harga itu, misalnya harga sanitasi tangan Rp 9.000 per botol dilipatgandakan menjadi Rp 35.000 per botol.
”Pengadaan hand sanitizer sudah diaudit BPK. Pengadaan lain (Rp 49 miliar) belum diaudit. Inspektorat sudah mengingatkan,” kata Nofrizon. Itu dicurigai, apalagi pembayaran dilakukan tunai tanpa disaksikan petugas inspektorat.
Dalam LHP BPK tentang Kepatuhan atas Penanganan Pandemi Covid-19 Tahun 2020 pada Pemerintah Provinsi Sumbar, setidaknya ada dua jenis temuan, yaitu indikasi pemahalan harga pengadaan sanitasi tangan dan transaksi pembayaran kepada penyedia barang/jasa tidak sesuai ketentuan.
Untuk pengadaan sanitasi tangan, ada indikasi pemahalan harga sanitasi tangan ukuran 100 mililiter sebesar Rp 1,872 miliar dan indikasi pemahalan harga ukuran 500 mililiter sebesar Rp 2,975 miliar.
Untuk transaksi pembayaran yang tidak sesuai ketentuan, ada potensi penyalahgunaan dana dari pembayaran tunai kepada penyedia dan pembayaran kepada orang-orang yang tidak dapat diidentifikasi sebagai penyedia sebesar Rp 49,280 miliar. Pembayaran tunai itu tidak sesuai Instruksi Gubernur Sumbar Nomor 2/INST-2018 tentang Pelaksanaan Transaksi Nontunai.
Supardi menunggu hasil laporan pansus yang akan disampaikan dalam rapat paripurna pada Jumat (26/2/2021). Hasil kerja pansus bisa dalam bentuk pendalaman materi ke BPK Perwakilan Sumbar. DPRD Sumbar juga bisa meminta BPK melakukan audit kembali, baik audit investigasi maupun audit lainnya.
”Selain itu, DPRD Sumbar nantinya memberi rekomendasi kepada Pemprov Sumbar agar secepatnya menindaklanjuti dan melaksanakan rekomendasi yang diperintahkan dalam LHP BPK. Jika ada unsur pidana, BPK juga bisa langsung meminta polisi menindaklanjuti,” kata politisi Partai Gerindra itu.
Direktur Batik Tanah Liek Pusako Mande Yori Oktorino, salah satu rekanan, mengatakan, perusahaannya memang tidak punya IPAK, tetapi punya nomor induk berusaha (NIB) klasifikasi baku lapangan usaha Indonesia (KBLI) untuk alat pengadaan alkes laboratorium dan kedokteran. Perusahaannya mulai terlibat dalam pengadaan alkes sejak pandemi Covid-19 pada 2020.
”Dengan adanya NIB KBLI itu, kami sudah berhak. Jadi, tidak mesti pakai IPAK. IPAK biasanya untuk alat dengan risiko tinggi, seperti alat deteksi jantung dan lainnya. Kalau masker, hand sanitizer, dan lainnya cukup dengan NIB KBLI,” kata Yori.
Yori menambahkan, perusahaannya menyalurkan 25.000 botol cairan sanitasi tangan untuk BPBD Sumbar. Selain itu, perusahaannya juga menyalurkan alat pelindung diri (APD) lainnya. Namun, ia enggan merinci jenis APD-nya.
Kepala Pelaksana BPBD Sumbar Erman Rahman, Rabu (24/2/2021), tidak bersedia menjelaskan lebih lanjut terkait LHP BPK dan penelusuran Pansus Covid-19 DPRD Sumbar. Ia hanya mengatakan BPBD Sumbar menghormati dan menunggu hasil penelusuran oleh pansus.
”LHP BPK sudah keluar. Sekarang, pansus sedang bekerja, tentu kami hormati. Kami berterima kasih kepada pansus telah melakukan pengawasan kepada kami untuk bekerja lebih baik ke depan. Apa yang diputuskan pansus, itu yang terbaik bagi kami, kami serahkan ke pansus. Mudah-mudahan dalam waktu dekat hasilnya keluar,” kata Erman.