Dampak Iklim Ekstrem, Bencana di Magelang Naik Dua Kali Lipat
Fenomena La Nina masih akan berdampak pada peningkatan intensitas hujan sehingga warga pun diminta waspada. Beberapa bahaya yang mengancam yaitu tanah longsor, angin kencang, dan banjir.
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Sejak Januari, lebih dari 200 kejadian bencana terjadi di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Jumlah itu meningkat dua kali lipat dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Hal ini dipengaruhi fenomena iklim, terutama La Nina.
Pelaksana Tugas Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Magelang Edy Susanto mengatakan, berdasarkan informasi cuaca dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), kondisi cuaca ekstrem ini diyakini terjadi akibat fenomena La Nina. ”Tahun ini, fenomena La Nina sungguh terasa,” ujarnya, Rabu (3/3/2021).
Berdasarkan informasi BMKG, puncak musim hujan terjadi pada akhir Februari 2021. Kendati demikian, setelah Februari, hujan dalam intensitas tinggi juga masih terjadi secara lokal di wilayah-wilayah tertentu. Kondisi ini berlaku sama di banyak tempat, termasuk di Kabupaten Magelang.
Oleh karena itu, Edy mengatakan, warga diminta terus waspada dan melakukan upaya-upaya pencegahan atau antisipasi untuk menekan risiko bencana. Upaya antisipasi untuk menghadapi potensi bencana angin kencang, misalnya, bisa dilakukan dengan merapikan dahan dan ranting pohon yang terlalu panjang serta berpotensi roboh.
Pada Januari 2021, tercatat 143 kejadian bencana di 15 kecamatan. Bencana terbanyak adalah tanah longsor yang terjadi hingga 98 kali, disusul angin kencang terjadi hingga 40 kali.
Sementara pada 1-22 Februari 2021, terjadi 37 bencana, terbanyak masih bencana longsor yang terjadi hingga 25 kali. Terhitung sejak 23 Februari, terdata 60 kejadian bencana yang meliputi longsor dan angin kencang.
Bencana terparah terjadi pada Selasa (2/3/2021), saat dalam sehari terjadi bencana angin kencang melanda 53 dusun yang tersebar pada 26 desa di 7 kecamatan di Kabupaten Magelang. Di satu lokasi, yaitu di Desa Ketep, Kecamatan Sawangan, selain angin kencang, juga terjadi tanah longsor pada tebing di tepi ruas Magelang-Boyolali.
Adapun angin kencang menyebabkan 324 rumah rusak, rinciannya 288 rusak ringan, 17 rusak sedang, dan 19 rusak berat. Seorang anak tertimpa genteng sehingga mengalami luka ringan di bagian kening. Angin kencang juga menyebabkan lebih dari 20 pohon tumbang.
Ahmad Muslim, salah seorang perangkat Desa Srumbung, Kecamatan Srumbung, mengatakan, Rabu hingga Minggu (3-6/3/2021), seluruh warga Desa Srumbung masih harus bergotong royong membersihkan dan memperbaiki dampak bencana akibat angin kencang.
”Kami masih harus memperbaiki rumah-rumah yang rusak dan memangkas dahan-dahan pohon yang rawan roboh,” ujarnya.
Angin kencang pada Selasa (2/3/2021) terjadi sekitar pukul 15.00 dan berlangsung selama lebih dari setengah jam. Bahkan, Muslim mengaku, karena ketakutan melihat banyak pohon tumbang dan atap rumah beterbangan, dia mengurungkan niat pulang dan memilih berlindung di kantor desa.
Sementara itu, Atib (50), warga Desa Banyubiru, Kecamatan Dukun, mengatakan, ketika terjadi angin kencang, dirinya masih dalam perjalanan pulang dari Kecamatan Muntilan ke Kecamatan Dukun.
Sempat berhenti karena ingin berteduh saat hujan, dia pun berangsur panik karena angin kencang terus terjadi selama setengah jam. Suasana pun makin mencekam karena hujan terus turun dan sempat pula turun hujan es.
Melihat itu, Atib pun memutuskan untuk tetap mengendarai sepeda motornya untuk pulang. Dia khawatir angin juga merusak rumahnya. Namun, dia pun lega karena angin hanya membuat beberapa gentengnya jatuh dan pecah.