Peluang ekspor dari Sulawesi Utara ke Singapura kini terbuka melalui penerbangan kargo langsung. Rute ekspor ini diharapkan dapat meningkatkan gairah industri perikanan serta agrikultur di Sulut dan timur Indonesia.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
MANADO, KOMPAS — Peluang ekspor dari Sulawesi Utara ke Singapura kini terbuka melalui penerbangan kargo langsung. Rute ekspor ini diharapkan dapat meningkatkan gairah industri perikanan serta agrikultur di Sulut dan wilayah timur Indonesia.
Ekspor direct call dari Bandara Sam Ratulangi Manado ke Bandara Changi Singapura diresmikan dengan pengiriman perdana 4,19 ton produk perikanan dan 65,7 kilogram produk agrikultur senilai 23.603,8 dollar AS dari sembilan perusahaan, Senin (8/3/2021) pagi. Rute tersebut diisi pesawat Boeing 737-300 milik maskapai kargo Tri-MG Asia Airlines.
Mayoritas komoditas yang dikirim adalah hasil perikanan tangkap yang masih segar, seperti tuna loin segar atau beku serta kepiting hidup. Jika pasokan meningkat, penerbangan ekspor itu dapat berangkat sekali sepekan setiap Senin pukul 09.45 Wita dengan nomor penerbangan GM302. Kapasitas kargo yang tersedia mencapai 15 ton.
Kepala Kantor Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Sulawesi Bagian Utara Cerah Bangun mengatakan, ekspor melalui penerbangan kargo dari Manado ke Singapura sudah ada. Namun, pesawat harus transit di Jakarta, Makassar, atau Denpasar. Rute direct call dapat memangkas waktu tempuh dari 9-18 jam menjadi 3,5 jam saja.
Biaya kargo juga dapat dipangkas dari kisaran Rp 30.000 menjadi Rp 23.000 per kg. Tarif ini bisa turun lebih jauh jika volume kargo semakin besar. ”Jadi, waktu tempuh dan biaya logistik bisa dipotong, sedangkan kualitas ikan justru sangat bagus dan harga jualnya makin tinggi,” kata Cerah.
Sebagian dari komoditas yang diberangkatkan berasal dari Gorontalo karena volume dari Sulut masih jauh dari kapasitas maksimal kargo. Menurut Cerah, penerbangan perdana ini dapat menjadi alat kampanye agar semakin banyak pengusaha tertarik memanfaatkan rute ini.
Menurut data Balai Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Manado, nilai ekspor perikanan dari Sulut pada 2020 mencapai 132,6 juta dollar AS ke sembilan negara, salah satunya Singapura. Kepala Pusat Pengendalian Mutu BKIPM Manado Widodo Sumiyanto mengatakan, peluang ekspor masih sangat lebar.
”Semua ikan sebenarnya diminati pasar internasional, termasuk di Singapura yang tidak meminati jenis-jenis ikan secara spesifik. Sekarang ini, ekspor perikanan masih didominasi udang, ikan tuna, kepiting dan rajungan, golongan cephalopod seperti cumi dan balakutak, dan ikan-ikan dasar,” kata Widodo.
Widodo mengatakan, BKIPM menjaga kelancaran ekspor dengan memberikan sertifikat analisis bahaya dan pengendalian titik kritis (HACCP) untuk prosedur yang diterapkan unit pengolahan ikan (UPI) pengekspor.
”Barang ekspor pasti berasal dari UPI yang menerapkan sistem jaminan mutu, baru kemudian kami beri sertifikat kesehatan,” katanya.
Wakil Gubernur Sulut Steven Kandouw berjanji menjaga kontinuitas rute tersebut dengan memperkuat pasokan ekspor dari hulu, yaitu nelayan. Perizinan penangkapan ikan ataupun budidaya harus dilancarkan, begitu pula suntikan pinjaman dari perbankan. ”Ini komitmen Gubernur (Olly Dondokambey), semuanya harus dibantu dan difasilitasi,” katanya.
Pada 2018, Dinas Kelautan dan Perikanan Sulut mencatat ada 33.943 nelayan tersebar di 13 dari 15 kabupaten/kota. Sebanyak 7.310 orang di antaranya berada di Bitung. Jumlah kapal ikan ukuran 11-30 gros ton (GT) diperkirakan sekitar 494 unit, sedangkan kapal di atas 30 GT mencapai lebih dari 300 unit. Nelayan kecil diperkirakan berjumlah ribuan orang.
Sementara itu, Kepala Balai Karantina Pertanian Manado Donni Muksydayan Saragih mengatakan akan melaksanakan safari ekspor ke 15 kabupaten/kota di Sulut untuk menemukan komoditas pertanian yang dapat diekspor. Selama Januari-Februari 2021, ekspor masih didominasi olahan kelapa seperti bungkil, air, minyak, serta santan dengan nilai Rp 786,5 miliar.
Sejauh ini, bawang, porang, dan bunga krisan dari Tomohon dan Bolaang Mongondow Timur telah didata sebagai potensi ekspor. ”Pasarnya sudah ada, kebetulan sekarang sudah tersedia rute transoportasi udara langsung. Kami akan dampingi para eksportir agar komoditas yang akan diekspor sesuai standar negara tujuan,” kata Donni.
Pada September 2020, rute ekspor serupa dibuka antara Manado dan Bandara Narita, Jepang. Penerbangan kargo ke Jepang dan Singapura diharapkan dapat menarik eksportir dari wilayah timur Indonesia, seperti Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, Papua Barat, dan Papua. Dengan demikian, Sulut akan menjadi simpul (hub) logistik untuk ekspor perikanan dan agrikultur.