Harga Bahan Pokok di Kota Kupang Merangkak Pelan Sejak Desember 2020
Kenaikan diduga terjadi saling silang akibat cuaca buruk, dampak pandemi Covid-19, dan spekulasi harga menjelang hari raya. Banyak kebutuhan pokok warga di NTT harus dipasok dari luar pulau.
KUPANG, KOMPAS- Harga sejumlah bahan pokok di pasar-pasar tradisional di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur mengalami kenaikan secara perlahan sejak Desember 2020. Kenaikan diperkirakan bakal terus berlangsung sampai Lebaran.
Kenaikan diduga terjadi saling silang akibat cuaca buruk, dampak pandemi Covid-19, dan spekulasi harga menjelang hari raya. Banyak kebutuhan pokok warga di NTT harus dipasok dari luar provinsi.
Koordinator Pedagang Lapak A Pasar Kasih, Kelurahan Naikoten, Kota Kupang, Ama John Uly (53) di Kupang, Minggu (28/3/2021) mengatakan, kenaikan harga bahan pokok di Kota Kupang sebenarnya tidak pernah berhenti, sejak tiga tahun terakhir. Kenaikan pertama pada Desember 2019 menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru. Memasuki Maret 2020 terjadi pandemi Covid-19, harga bahan pokok kembali mengalami kenaikan.
Sejak masa pandemi Covid-19 itu, kenaikan harga bahan pokok terus terjadi, meski hanya berkisar Rp 100 - Rp 300 per jenis bahan pokok tertentu, per bulan bahkan per pekan. Kini, memasuki masa puasa dan hari raya Lebaran 2021, kenaikan tidak bisa dihindari.
“Ini berlangsung untuk beberapa jenis bahan pokok seperti minyak goreng, beras, tepung terigu, gula pasir, dan beberapa jenis bumbu dapur berupa bawang putih, bawang merah, dan jahe. Khusus minyak goreng, bakal terus mengalami kenaikan sampai Lebaran nanti, entah kenapa,” kata Uly.
Baca juga : Jelang Nataru, Harga Sejumlah Bahan Pokok di Kupang Melonjak
Minyak goreng kemasan Bimoli misalnya, ukuran 2 liter, sebelum Desember 2020 dijual Rp 29.000 per kantong, kini menjadi Rp 32.000 per kantong. Adapun untuk ukuran 1 liter naik dari Rp 17.000 menjadi Rp 21.000 per kantong.
Sementara minyak goreng Fortune ukuran 2 liter naik dari Rp 25.000 menjadi Rp 30.000 per kantong. Untuk ukuran 1 liter naik dari Rp 13.000 menjadi Rp 17.000 per kantong.
Minyak goreng merek Selfie, naik dari Rp 27.000 menjadi Rp 31.500 per kantong, dan ukuran 1 liter naik dari Rp 13.000 menjadi Rp 17.000 per kantong.
Gula pasir dalam empat bulan terakhir pun mengalami kenaikan, yakni dari Rp 13.000 per kilogram (kg) menjadi Rp 15.000 per kg, tepung terigu naik dari Rp 8.000 per kg menajadi Rp 11.000 per kg, adapun telur naik dari Rp 1.600 per butir menjadi Rp 1.850 per butir.
Ayam potong naik dari Rp 40.000 per kg menjadi Rp 45.000 per kg, dan daging sapi naik dari Rp 90.000 per kg menjadi Rp 95.000 per kg.
Bumbu dapur seperti bawang putih naik dari Rp 30.000 per kg menjadi Rp 40.000 per kg, bawang merah naik dari Rp 30.000 per kg menjadi Rp 35.000 per kg, dan jahe naik dari Rp 50.000 per kg menjadi Rp 75.000 per kg. Bumbu dapur jenis ini kebanyakan didatangkan dari luar NTT, kecuali bawang merah, sekitar 30 persen diproduksi di beberapa kabupaten di NTT.
Beras Bulog lebih banyak diminati konsumen, tetapi persediaan di pasar-pasar terbatas.
Beras medium jug terus merangkat naik, dari Rp 11.000 per kg menjadi Rp 12.000 per kg dan beras jenis premium naik dari Rp 12.000 per kg menjadi Rp 13.200 per kg.
Hanya beras jenis Bulog tetap bertahan, yakni Rp 10.000 per kg. Beras Bulog lebih banyak diminati konsumen, tetapi persediaan di pasar-pasar terbatas.
Baca juga : Stabil, Harga Bahan Pokok di Kupang
“Kadang satu konsumen beli beras jenis Bulog ini sampai 50 kg, tetapi beras pedagang paling hanya 1-5 kg saja. Ini biasanya mereka jual lagi," kata Uly.
Hj Sulistia Dullah (54) pedagang di pasar tradisional Oesapa Kupang mengatakan, sebelumnya kenaikan bahan pokok biasanya terjadi pada hari raya. Tetapi saat ini kenaikan itu hampir terjadi setiap bulan. Pedagang di pasar tidak tahu penyebab kenaikan itu.
Daya beli mayoritas masyarakat rendah, sebelum pandemi saja mereka sangat sulit berbelanja apalagi setelah pandemi Covid-19 ini. (Uly
Ia menilai, ada spekulasi harga dari pihak tertentu yang memicu kenaikan itu. Korban dari para spekulan itu adalah masyarakat kelas menengah ke bawah. Mereka semakin tak berdaya manakala menghadapai kenaikan bahan pokok itu.
"Daya beli mayoritas masyarakat rendah, sebelum pandemi saja mereka sangat sulit berbelanja apalagi setelah pandemi Covid-19 ini,” kata Uly.
Baca juga : Yohanes Lalang, Menyulap Lahan Kering di NTT Menjadi Pertanian Subur
Meskipun demikian Sulistia menilai, kenaikan harga barang di pasar-pasar tradisional di Kota Kupang masih bisa ditolerir dibanding kenaikan yang terjadi di kios-kios di luar pasar, atau di dalam kawasan pemukiman warga. “Kalau di pasar naik Rp 100 sampai Rp 200 untuk jenis barang tertentu, di kios-kios warga di kelurahan atau desa, barang yang sama naik sampai Rp 2.000,” kata Sulistia.
Ny Martha Selaka (49) warga Kelurahan Naimata, Kupang ditemui di Pasar Oesapa Kupang mengatakan, makin sulit membagi uang belanjaan. Harga barang kebutuhan pokok terus beranjak naik.
"Saya bawa uang Rp 75.000 hasil kerja proyek jalan sehari dari suami, setelah ia dipecat dari hotel. Dengan uang ini saya harus beli beras, sayur, minyak goreng, garam, gula pasir, kopi dan transportasi pergi-pulang. Kebutuhan banyak, uang terbatas. Hidup makin susah," keluhnya.
Ia menilai, kenaikan harga bahan pokok jelang puasa dan Lebaran, tidak cocok bagi mayoritas masyarakat NTT karena mereka tidak puasa dan Lebaran. "Mungkin kenaikan harga itu terkait hari raya Paskah, tetapi itu pun tidak biasa terjadi," katanya.
Baca juga: Harga Telur Melonjak, Ini Penyebabnya, Kata Asosiasi Peternak
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan NTT Abdul Nasir Muhamad mengatakan, Satuan Tugas Pangan NTT awal Maret 2021 telah kunjungan ke setiap pasar tradisional di Kupang. Hasil pantauan lapangan, belum terjadi lonjakan harga menjelang pembukaan puasa dan Lebaran tahun ini. Persediaan stok pangan pun terjamin sampai Juli 2021.
“Jika ada kenaikan, itu pun masih pada batas wajar saja. Kenaikan berlaku bagi sejumlah bahan pokok yang selama ini didatangkan dari luar NTT seperti beras, minyak goreng, gula pasir, tepung terigu, dan lainnya. Tetapi produk lokal seperti hortikultura relatif stabil,”kata Abdul Kadir.
Ketua Ikatan Kamar Dagang dan Industri NTT Fredy Ingkokusumo mengatakan, dampak dari kenaikan sejumlah bahan pokok itu adalah masyarakat kecil. Di tengah pandemi Covid-19 ini, mereka paling merasakan dampaknya.
“Jangan pikir kenaikan harga beberapa bahan pokok itu karena spekulasi dari pedagang untuk meraup keuntungan. Pedagang pun saat ini sedang terpuruk akibat pandemi Covid-19," kata Fredy.
Sebelumnya, pedagang mengalami kerugian karena cuaca buruk, kapal terlambat datang atau enggan berlayar dari Surabaya, atau Makassar ke Kupang. "Sekarang ada lagi pandemi Covid-19, pedagang pun tak berdaya. Belum lagi masuk masa puasa dan Lebaran, tentu naik lagi,” tambah Fredy.
Baca juga : Harga Ikan Segar di Kota Kupang Melonjak